Hubungan

Banyak yang Salah Kaprah, Kenali Makna ‘Gaslighting’ Sesungguhnya

Pelaku gaslight cenderung tidak mau disalahkan, sehingga mereka selalu menuduh balik lawan bicara agar mereka yang meminta maaf duluan.
Ilustrasi kepala perempuan dibelek dan penuh cacing
Ilustrasi oleh @xxtinalee

Sering kali kita temui istilah-istilah psikologi digunakan secara sembarangan di internet. Malah banyak dijadikan candaan, hingga akhirnya orang awam salah memaknai istilah tersebut

Seperti penggunaan “gaslighting”, misalnya. Istilah ini menggambarkan bentuk kekerasan emosional yang dilakukan dengan cara memanipulasi perasaan dan pikiran seseorang. Akan tetapi, yang terjadi di sekitar kita justru sebaliknya. Orang langsung mengeluh mereka habis di-gaslight, padahal sebetulnya memang mereka yang salah. Perkara berbeda pendapat sedikit bisa keluar kata-kata, “Ih parah banget! Dia nge-gaslight gue!”

Iklan

Bukannya meningkatkan kesadaran akan perilaku abusif, penggunaan istilah yang serampangan begini bisa semakin memperburuk masalahnya karena dianggap sepele. Lama-lama ini akan menyulitkan mereka yang beneran korban gaslighting.

Seperti yang dijelaskan terapis perilaku Laurie Singer, pelaku gaslighting cenderung akan memutarbalikkan fakta ketika mereka berbuat kesalahan. Alih-alih mengakui perbuatannya, mereka menyudutkan lawan bicara hingga yang dituduh meragukan dirinya sendiri. Tindakan manipulatif ini terjadi berulang kali sampai kondisi psikologis korban terguncang.

“Seseorang selalu dipermainkan perasaannya hingga mereka tidak berdaya dan mau tak mau bergantung pada pelaku gaslighting,” Singer menjelaskan.

Istilah gaslight sendiri pertama kali muncul pada 1938, dari lakon berjudul Gas Light yang diangkat ke layar lebar. Film ini mengisahkan seorang suami yang menuduh istrinya sudah tidak waras dan sering berhalusinasi. Sang istri bahkan disalahkan ketika lampu gas di rumah mereka redup.

Psikolog John Kenny menyebut gaslighting berkaitan erat dengan kontrol. “Dalam suatu hubungan, orang melakukan gaslighting agar mereka bisa mengendalikanmu. Kamu akan dibuat ragu oleh pikiran, tindakan, dan emosimu sendiri,” terangnya. “Tujuannya karena mereka ingin terlihat selalu benar, dan kamulah yang salah.”

Iklan

Supaya lebih gampang memahami gaslighting, Singer mengambil contoh orang tua yang menyindir anaknya karena senang makan. Kalau anaknya bilang lapar, mereka akan berkomentar: “Kan tadi baru makan, masa udah lapar lagi?” Padahal, anaknya makan lebih dari tiga jam yang lalu.

Mereka mungkin mengucapkannya secara spontan, tapi tetap termasuk gaslighting. Perkataan orang tua tidak sebatas mengontrol pola makan sang anak, tetapi juga mengubah cara anak memandang rasa lapar. Anak bisa saja memegang perspektif ini hingga mereka dewasa kelak.

Namun, perlu diingat tidak semua bentuk kekerasan emosional masuk dalam kategori gaslighting. Tak semua kendali juga menandakan perilaku gaslighting. Saat gaslighting terjadi, ada pola spesifik yang digunakan satu orang terhadap orang lain.

“Terkadang orang salah mengira mereka di-gaslight, padahal lawan bicara cuma ingin mereka mengerti sudut pandangnya, atau mengikuti permintaannya. Suatu tindakan baru bisa disebut gaslighting ketika seseorang memaksakan pandangannya sepanjang waktu,” kata Kenny.

Dengan kata lain, gaslighting tidak dilakukan sesekali. Tuduhan yang datang bertubi-tubi membuat korban yakin kesalahannya terletak pada mereka.

Kenny membeberkan lima tanda umum yang seseorang rasakan ketika menjadi korban gaslight. Pertama, pelaku tidak pernah mendengar pendapatmu. Mereka akan menyalahkan kamu saat berselisih paham, dan ujung-ujungnya selalu kamu yang meminta maaf. Kepalamu pun dipenuhi rasa ragu, sehingga kamu bergantung pada opini mereka karena tak yakin telah membuat keputusan yang tepat.

Ketika orang terdekat melakukan gaslight terhadapmu, mereka cenderung menempatkanmu pada posisi yang serba salah. Apa pun yang terjadi, semuanya salah kamu. Selain itu, pelaku gaslight terus-menerus menyepelekan apa yang kamu rasakan. Kamu mungkin akan dicap lebay karena terluka oleh tindakan atau perkataan mereka. Kamu patut waspada jika orang terdekat sering berkomentar macam “gampang baper sih lu” atau “yaelah, santai aja kali. Gue cuma bercanda” saat kamu mengekspresikan kekecewaan kepada mereka.

Jangan pendam masalahnya sendiri jika kamu merasa menjadi korban gaslight. Ceritakanlah kepada orang lain, dan cari dukungan yang akan membantumu keluar dari hubungan yang tidak sehat ini. Kamu juga bisa mendapatkan bantuan profesional dari psikolog seandainya tukang gaslight telah melampaui batas hingga kamu tak lagi merasa berharga.