Kejahatan Terorganisir

Komplotan Pelaku Perbudakan Modern Temukan Cara Baru Mengeksploitasi Korban

Selama lockdown, korban perbudakan dipindahkan ke tempat yang jauh dan tersembunyi agar terhindar dari perhatian publik.
Para demonstran yang menolak praktik perbudakan modern di London. Foto: Stephen Chung / Alamy Stock Photo
Para demonstran yang menolak praktik perbudakan modern di London. Foto: Stephen Chung / Alamy Stock Photo

Bukankah ironis jika orang-orang Inggris sibuk membicarakan sejarah panjang perbudakan di negara mereka setelah patung Edward Colston diruntuhkan, tetapi malah melupakan isu perbudakan modern yang terjadi di sekitar mereka dan menjebak puluhan ribu orang? Terlebih lagi, para korbannya kini disembunyikan entah di mana untuk melanggengkan praktik perekonomian pasar gelap selama lockdown.

Sejak 2011, The Salvation Army telah membebaskan 10.000 korban perbudakan modern di Inggris. Banyak orang merantau ke sana dengan harapan bisa memperoleh pekerjaan layak, tetapi mereka malah dipaksa menjadi budak. Sementara lainnya diperbudak karena terjerat utang. Hingga Juni 2019, organisasi amal ini menyelamatkan 2.251 korban yang datang dari 99 negara. 1.072 orang dijadikan pekerja kasar, 881 dipaksa melacur, dan 274 dari mereka menjadi korban perbudakan rumah tangga. The Salvation Army melaporkan empat orang diperdagangkan dalam sindikat penjualan organ tubuh.

Iklan

Mayor Kathy Betteridge, direktur anti-perdagangan manusia dan perbudakan modern untuk The Salvation Army, mengungkapkan sejumlah besar perempuan yang diselamatkan telah dieksploitasi secara seksual. “Dari 1.247 perempuan yang masuk ke layanan dukungan kami [tahun lalu], 239 di antaranya [19 persen] mengaku sudah atau curiga hamil ketika menjalani pemeriksaan awal,” ujarnya.

Korban biasanya dipaksa bekerja di kebun ganja, salon kuku, restoran takeaway, rumah bordil, pencucian mobil, peternakan dan pabrik makanan. Mereka juga tak jarang menjadi budak rumah tangga. Bagaimana nasib mereka setelah industri-industri ini terhenti lockdown?

Kalian mungkin mengira korban perbudakan akan ditelantarkan begitu saja dan menjadi gelandangan. Namun, kenyataannya tidak sesimpel itu. Supaya kebusukan pelaku tidak tercium, mereka memindahkan para budak ke ranah tersembunyi dan memasukkan mereka ke jangkauan ekonomi yang lebih jauh.

Rob Richardson selaku kepala unit perbudakan modern dan perdagangan manusia di National Crime Agency mengatakan lockdown telah dilonggarkan, sehingga publik bisa lebih aktif menyelamatkan budak modern yang keberadaannya ditutup-tutupi dari perhatian mereka.

“Misalkan kalian habis ke salon kuku atau cuci mobil dan biayanya sangat murah, coba kalian renungkan apakah bisa semurah itu karena pekerjanya tidak digaji dengan layak?” tuturnya. “Beda lagi dengan makanan murah. Masyarakat harus menanyakan, ‘Adakah yang menderita di sini?’ Ada banyak sekali informasi seputar sweatshops di negara lain, sedangkan di sini kesadaran orang-orang masih sangat rendah.”

Iklan

“Seorang korban diancam dijual ginjalnya jika tidak tutup mulut.”

“Kejahatan terorganisir tak pernah lelah mencari peluang baru untuk mendulang keuntungan,” kata Rob. “Kelompok ini melihat korbannya sebagai komoditas, makanya mereka tetap dipertahankan dan dijauhkan dari publik.”

NCA yakin banyak budak seks yang dipaksa menjadi cam model. Pelaku memantau setiap penampilan mereka agar tidak bisa minta tolong. Yang dulunya menjadi tukang cuci mobil atau petugas restoran, kini tenaganya dikuras di sektor pertanian atau pengolahan makanan.

Kebanyakan geng perdagangan manusia di Inggris sangat cerdik. Dibentuk oleh Kepolisian West Midlands, Operation Fort menemukan lingkaran perdagangan manusia Polandia yang orang dalamnya bekerja di agensi rekrutmen sah. Lelaki itu mempekerjakan orang-orang yang diperdagangkan sebagai peternak, buruh pabrik daur ulang dan penyembelihan kalkun dengan gaji £20 (Rp353 ribu) seminggu.

400 korban dikabarkan tinggal di rumah-rumah kumuh bersama kawanan tikus. Mereka mandi di kanal karena tidak ada air. Seseorang meninggal saat ditawan, sementara satu orang lainnya diancam dijual ginjalnya jika tidak mau diam. Kebanyakan pengelola peternakan tak tahu-menahu pekerja mereka tidak digaji. Budak dipaksa menyerahkan seluruh upahnya kepada pemimpin geng.

Laporan perdagangan manusia dan perbudakan modern melonjak drastis sejak The Salvation Army bekerja sama dengan Home Office untuk menolong korban. Organisasi amal ini mencatat 378 kasus pada 2011, dan kini jumlahnya sudah bertambah menjadi 2.251 pada 2019.

Iklan

Kelompok rentan terjerumus oleh iming-iming bantuan, sedangkan sindikat kejahatan terorganisir tergoda dengan prospek perbudakan modern yang cerah. Tak seperti narkoba, manusia bisa dijual dan dieksploitasi berulang kali sesuka hati mereka. Ini menjelaskan kenapa kasus perbudakan anak naik 807 persen dalam lima tahun terakhir — didorong oleh meningkatnya geng perbudakan di daerah pedesaan dan kota-kota kecil.

“Pekerja seks yang terbelit utang takkan bisa kabur, bahkan ketika mereka tidak ada pekerjaan sama sekali sejak pandemi,” ujar Rob. “Anggota geng akan mengubah peraturan supaya utang mereka tidak pernah bisa lunas, dan akhirnya mereka dipaksa untuk terus melayani pelanggan. Mereka diawasi dan berpikir harus kerja lebih keras lagi. Banyak yang berpindah-pindah tempat untuk mencari pekerjaan.”

Menurut laporan The Salvation Army pada 2019, hampir seperempat korban perbudakan yang berhasil diselamatkan berasal dari Albania. Sebagian besar dari mereka adalah perempuan yang telah dieksploitasi secara seksual. Lelaki Albania kebanyakan dijadikan pekerja kasar.

Jumlah budak laki-laki asal Vietnam menempati jumlah tertinggi selama tiga tahun berturut-turut. 209 orang Vietnam berhasil diselamatkan pada 2019. NCA dan The Salvation Army membeberkan sejumlah besar dipaksa bekerja di perkebunan ganja. Tahun lalu, VICE melaporkan sindikat kejahatan terorganisir menyewa 144 apartemen di kota-kota besar dan pedesaan untuk dijadikan tempat pelacuran dan perkebunan ganja. Petani ganja asal Vietnam bercerita mereka korban perdagangan manusia.

Seperti budak modern, kehidupan korban perdagangan manusia juga sama menderitanya. Sebagian besar akses masuk ke Inggris ditutup hingga pekan lalu, tapi aktivitas penyeberangan kapal ilegal malah meningkat selama lockdown. Rupanya pelaku rajin membawa masuk korban dengan cara ini.

“Jumlah migran yang berusaha menyeberang dengan perahu karet sangat signifikan,” ungkap Rob. “Orang-orang mulai mengambil risiko sekarang. Inilah tantangan yang sedang kita hadapi.”

Artikel ini pertama kali tayang di VICE US