Setelah dibentuk Desember tahun lalu, algojo perempuan di Banda Aceh kembali menghukum seorang perempuan akhir pekan lalu. Dilansir AFP, perempuan itu dihukum cambuk setelah kedapatan berduaan dengan seorang pria yang bukan suaminya di sebuah kamar hotel.
Dengan seragam berwarna coklat dan sepucuk rotan, algojo tersebut melancarkan beberapa kali cambukan ke punggung si terhukum, yang mengenakan niqab berwarna putih dan duduk bersimpuh seraya tertunduk.
Videos by VICE
“Dia melakukan tugasnya dengan baik,” kata Kepala Polisi Syariah Banda Aceh Zakwan kepada AFP. “Tekniknya juga bagus.”
Ada delapan perempuan yang menjadi algojo syariah di Aceh. Zakwan mengatakan awalnya sulit untuk meyakinkan agar perempuan mau menjadi algojo. Butuh bertahun-tahun sampai akhirnya unit pencambuk perempuan itu terbentuk. Mereka telah dilatih untuk mempelajari teknik mencambuk yang baik demi meminimalisir luka.
“Ini seperti mengindoktrinasi mereka supaya paham atas tugasnya—tidak memberi ampun bagi mereka yang melanggar hukum Allah,” kata Zakwan.
Tugas mencambuk algojo perempuan ini dijalankan pertama kali pada 10 Desember lalu. Saat itu seorang perempuan 26 tahun berinisial LV dihukum karena bersama dengan seseorang yang bukan muhrim.
Para pejabat di Aceh yakin pencambukan membawa efek jera. Mereka berpatroli di tempat-tempat umum dan bergerak berdasarkan informasi dari masyarakat. Polisi syariah di provinsi tersebut bekerja selama 24 jam, dibagi menjadi tiga shift.
Hukum syariah di Aceh dianggap tak pandang bulu, namun hingga hari ini koruptor tak tersentuh aturan Syariat. Pada Oktober lalu, seorang ulama yang merupakan anggota Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kabupaten Aceh Besar dan imam di sebuah masjid, dihukum cambuk lantaran berduaan dengan seorang perempuan di dalam mobil.
Para aktivis HAM terus mengecam praktik hukuman cambuk. Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mengecam hukuman cambuk sebab dinilai merendahkan dan tidak manusiawi. Ia merasa pihak berwenang di Aceh dan Indonesia harus segera mencabut Undang-Undang hukuman cambuk ini.
“Hukuman ini kejam, tidak manusiawi, merendahkan, dan menyiksa. Pencambukan ini adalah tontonan publik yang memalukan dan kejam. Tidak ada yang pantas menghadapi kekejaman luar biasa seperti ini,” ujar Usman dikutip DW.