KDRT

Ortu di Temanggung Rukyah Anak Sendiri hingga Tewas, Dianggap Keturunan Genderuwo

Rukyah maut itu disarankan dukun, karena mendiang dianggap nakal. Mayat korban disimpan empat bulan karena pelaku yakin bisa hidup lagi. KDRT bermotif rukyah sering terjadi di Indonesia.
Ortu di Temanggung Rukyah Anak Sendiri hingga Tewas Ka
Foto ilustrasi anak tenggelam oleh Suparat Maipoom/via Getty Images

Kekerasan pada anak dengan motif pengobatan spiritual baru saja terjadi di Temanggung, Jawa Tengah. Seorang anak perempuan dengan insial A (7) ditemukan sudah empat bulan meninggal, akibat tindakan orang tuanya sendiri, pasangan Marsidi (42) dan Suwarthinah (38), yang tinggal di Dusun Paponan, Desa Bejen, Temanggung, Jawa Tengah. Penemuan itu terjadi pada Minggu (16/5) malam, sekitar pukul 23.00 WIB.

Menurut keterangan yang didapat polisi, bocah tersebut dibunuh dengan cara dibenamkan ke air oleh orang tuanya, sebagai ritual pengusiran makhluk halus genderuwo. Orang tuanya menganggap, ritual tersebut bisa “menyembuhkan” anak mereka yang dianggap sangat nakal.

Iklan

Penemuan mayat A setelah sekian lama meninggal bermula dari kecurigaan keluarga. Mulanya Surantini dan Maryanto, bibi dan paman korban, penasaran mengapa keponakannya lama tak terlihat. Kepada mereka, kedua pelaku mengatakan A sedang tinggal di rumah kakeknya, Suratno, di dusun tetangga. Selama beberapa waktu mereka mempercayai keterangan itu.

Di hari Lebaran, Surantini dan Maryanto mendatangi rumah kakek korban, Suratno, untuk menjemput keponakannya. Namun, setibanya mereka di sana, si kakek malah tak tahu apa-apa. Dari sana ketiganya lalu datang ke rumah pelaku. Saat itulah mereka akhirnya melihat jasad A dibaringkan di kamar dalam kondisi sudah mengering.

Marsidi dan Suwarthinah akhirnya mengaku, Januari lalu mereka telah merukyah A hingga tewas. Pelaku beralasan, anak itu adalah keturunan genderuwo sehingga berperilaku nakal. Rukyah dilakukan dengan cara membenamkan kepala korban di air dengan tujuan membersihkan korban dari pengaruh makhluk halus. Keduanya juga percaya, anak mereka akan hidup kembali. Selama dibaringkan di kamar, jasad A masih rutin dibersihkan oleh pelaku.

Malam itu juga saksi langsung melaporkan pembunuhan ini ke Polsek Bejen.

“Minggu malam pukul 23.30 Polsek Bejen mendapat laporan tentang penemuan mayat di Dusun Paponan. Mayat tersebut perempuan berinisal A umur tujuh tahun,” kata Kapolres Temanggung AKBP Benny Setyowadi kepada Radar Semarang.

Iklan

Polisi langsung menangkap kedua pelaku dan dua warga Desa Bejen lainnya bernama Haryono (56) dan Budiono (43). Dua nama terakhir diduga sebagai dukun yang memberi saran tentang ritual maut itu kepada pelaku. Budiono juga diperkirakan ikut membersihkan mayat A.

Menurut UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 80 ayat 4, orang tua yang membunuh anak sendiri dipidana maksimal 10 tahun penjara dan/atau denda Rp200 juta, ditambah sepertiga hukuman tersebut.

Kasus ini membuat Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Temanggung Woro Andijani mengingatkan, anak “nakal” bukan problem spiritual. ”Anak aktif dan hiperaktif sebagai kewajaran sebagai tanda anak dengan kecukupan gizi yang baik,” ujar Woro, dikutip Okezone.

Tahun lalu, pembunuhan sadis bermotif ritual juga pernah terjadi di Pekanbaru, Riau, menewaskan bocah 3 tahun. Pelaku Hermanto membunuh anaknya kandungnya Fadil yang masih berusia 3 tahun karena merasa mendapat bisikan bahwa si anak dirasuki roh jahat. Untuk menghilangkan pengaruh roh jahat itu, ia menyakini harus membunuh anaknya.

Iklan

Fadil lalu dibunuh dengan cara yang sangat menyengsarakan. Mula-mula ia disekap oleh ayahnya sendiri, kemudian dibekap dengan tangan sampai lemas. Mulut Fadil lalu dijejali sobekan Al-Qur’an yang kemudian, dalam posisi masih di mulut korban, dibakar. Tak cukup sampai di situ, Hermanto juga menjerat leher anaknya dengan kawat hanger. Semua aksi itu dilakukan di depan mata ibu korban yang tidak berbuat apa-apa.

Sementara pada 2018, satu keluarga bekerja sama membunuh ibu kandung sendiri dengan alasan ritual penyembuhan. Ketujuh pelaku, yang adalah anak-anak korban, memasukkan ikan teri dan menggelonggong korban dengan air yang mengalir langsung dari selang selama 30 menit. Korban akhirnya tewas, menurut hasil otopsi dengan kondisi paru-paru penuh air.

Ritual pengobatan non-medis yang kerap disebut pukul rata sebagai rukyah adalah praktik jamak di Indonesia. Praktik rukyah bahkan sudah menyerupai treatment sapu jagat, diharapkan mengobati “perilaku menyimpang” sampai mengatasi penyakit fisik. Saking dahsyatnya kepercayaan kepada rukyah, cara ini dipakai mulai dari menyembuhkan anak punk sampai menyembuhkan Covid-19—cara terakhir ini direkomendasikan seorang guru besar perguruan tinggi.

Meski kenyataannya praktik rukyah sangat beragam dan pernah makan korban nyawa, media rupanya enggak segan-segan juga mempromosikan praktik tersebut. Jangankan percaya, kami sih udah keburu ketawa melihat ilustrasi artikel yang ini.