Tim Mawar adalah sebutan untuk kelompok dalam Grup IV Sandi Yudha di tubuh Komando Pasukan Khusus (Kopassus) saat dipimpin Mayjen Prabowo Subianto. Kelompok ini adalah menculik 23 aktivis demokrasi sepanjang 1997-1998. Penculikan oleh Tim Mawar bukan tuduhan kejahatan HAM terbesar yang diarahkan kepada Prabowo, namun kasus ini adalah koreng paling berbau sepanjang karier militernya.
Bagaimana sejarah Tim Mawar bakal selalu membayang-bayangi Prabowo, seperti yang tergambar dalam peristiwa terbaru. Rabu (23/9) pekan lalu, Presiden Jokowi mengabulkan permintaan Prabowo menetapkan dua nama tentara eks Tim Mawar masuk daftar enam pejabat baru Kementerian Pertahanan.
Videos by VICE
Aktivis dan keluarga korban penculikan 98 mempertanyakan urgensi Presiden Jokowi membuat keputusan yang mendorong sebagian pendukungnya saat pemilu balik badan. Selain itu, Prabowo Subianto berkukuh “merawat” eks Tim Mawar meskipun ia tahu, sejarah tim ini selalu jadi bahan baku serangan publik yang mencoreng rekam jejaknya dalam politik era demokrasi.
Kedua eks anggota Tim Mawar yang baru saja masuk Kemenhan tersebut adalah Brigjen Yulius Selvanus, menjabat Kepala Badan Instalasi Strategis Pertahanan Kemenhan. Satu lagi, Brigjen Dadang Hendrayudha, menjabat Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kemenhan.
Mereka berdua menjadi bagian formasi enam orang pejabat baru Kemenhan yang menggantikan enam pejabat lama. Kontroversi dari komposisi pejabat baru ini, selain karena aspek Tim Mawar-nya, ada pula unsur “tidak progresif” lain. Keenamnya semua laki-laki dan orang militer. Sedangkan pada enam orang lama yang diganti, terdapat dua orang sipil dan satu perempuan.
Keputusan Jokowi memasukkan eks Tim Mawar ke Kemenhan diprotes berbagai organisasi HAM. Senin (28/9) kemarin, Amnesty International bersama KontraS, dan Ikatan keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) menyurati Presiden agar membatalkan pelantikan kedua nama yang terlibat operasi tim Mawar.
“Keluarga korban sudah mendukung Jokowi karena tidak ingin orang yang terduga kuat sebagai pelaku penculikan menjadi presiden,” ujar Sekjen IKOHI Zaenal Muttaqin, Minggu (27/9), dikutip Detik. “Yang dilakukan [Jokowi] itu lebih [dari] sekadar mengabaikan pelanggar HAM yang harus diadili secara fair. Mereka [para pelanggar HAM] tidak boleh menentukan masa depan arah bangsa, kita enggak boleh diatur oleh pelanggar HAM,” tambahnya.
Tindakan Jokowi kali ini memperpanjang daftar kebijakannya yang cenderung tidak memprioritaskan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat. Sejak memulai periode kedua jabatannya, caranya menunjuk Prabowo Subianto sebagai menteri pertahanan turut disorot. Padahal Prabowo oleh aktivis ditengarai sosok paling bertanggung jawab atas kasus Tim Mawar serta sejumlah pelanggaran HAM di Timor Timur dan Papua.
Bukan cuma Prabowo, tokoh militer yang sedang atau pernah digandeng Jokowi meski dinilai bermasalah. Masih ada mantan kepala BIN Sutiyoso, Menteri Agama Fachrul Razi, eks menko polhukam Wiranto, dan eks menhan Ryamizard Ryacudu. Ironisnya, meski sekarang sama-sama jadi rekan sekabinet, Maret 2019 Fachrul Razi (yang belum jadi menteri agama) pernah mengiyakan Prabowo adalah pelanggar HAM berat.
Jika diperlukan spekulasi untuk menjawab mengapa Jokowi memperbolehkan penculik aktivis masuk ke kementeriannya kali ini, satu-satunya jawaban, agaknya Presiden mementingkan kalkulasi politik agar kekuasannya stabil. Jokowi tidak lagi peduli dengan pemilih yang dulu pernah menganggap sosoknya sebagai politikus berlatar sipil sebagai opsi lesser evil, dibanding membiarkan wajah era Orde Baru ke pucuk kekuasaan.
Hubungan Erat Prabowo dan Para Mantan Anak Buah
Lalu, mengapa Prabowo sengaja mengundang serangan dengan merekrut eks Tim Mawar ke Kemenhan?
Sejauh ini jawaban yang tersedia adalah jiwa korsa. Semangat kesetiakawanan antara sesama prajurit. Terutama kepada anak buah maupun yang sudah mantan, sejak lama para pengamat telah menyatakan Prabowo Subianto adalah sosok royal, suka memberi bonus, dan sangat perhatian kepada anak buah.
Kita bisa melihat itu dari rekam jejak para eks Tim Mawar maupun pejabat militer yang turut tersandung kasus penculikan tim ini.
Mayor Jenderal Prabowo Subianto menjabat komandan jenderal (danjen) Kopassus dari Desember 1995-Maret 1998. Dalam masa itu, terdapat lima grup dalam pasukan ini, salah satunya Grup 4 Sandi Yudha.
Pada 1997, grup ini dipimpin oleh Kolonel Chairawan Kadarsyah Nusyirwan. Dalam masa kepemimpinannya ini, dalam Grup IV Sandi Yudha muncul sebuah kelompok bernama Tim Mawar. Tim Mawar terdiri dari 11 orang yang terdiri dari:
- Mayor Bambang Kristiono, komandan Tim Mawar
- Kapten Fauzambi Syahrul Multhazar (kadang disebut Fausani Syahrial Multhazar), wakil komandan Tim Mawar
- Kapten Nugroho Sulistyo Budi
- Kapten Yulius Selvanus
- Kapten Untung Budiarto
- Kapten Dadang Hendrayudha
- Kapten Joko Budi Utomo
- Kapten Fauka Noor farid
- Serka Sunaryo
- Serka Sigit Sugianto
- Sertu Sukadi
Kesebelas orang di atas adalah pelaku penculikan 23 orang aktivis sepanjang 1997-1998. Dari 23 yang diculik, sebanyak 1 orang meninggal dunia, 9 orang dilepaskan, dan 13 orang masih hilang hingga detik ini.
Kesebelas anggota Tim Mawar tersebut kemudian disidang Mahkamah Militer Tinggi II Jakarta pada Desember 1998 hingga April 1999. Semuanya dinyatakan bersalah telah merampas kemerdekaan orang lain. Tapi vonis itu hanya untuk kasus penculikan sembilan aktivis yang telah dilepaskan.
Hukuman dibagi dalam empat tingkatan. Pertama, Mayor Bambang divonis penjara 22 bulan dan dipecat. Kedua, Kapten Fauzani Syahrial Multhazar, Kapten Nugroho Sulistyo Budi, Kapten Yulius Selvanus, dan Kapten Untung Budi Harto divonis 20 bulan penjara dan dipecat. Ketiga, Kapten Dadang Hendra Yuda, Kapten Djaka Budi Utama, dan Kapten Fauka Noor Farid divonis 16 bulan penjara tanpa pemecatan. Keempat, Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto, dan Sertu Sukadi dihukum 1 tahun penjara tanpa pemecatan.
Para terdakwa tidak menerima vonis ini. Mereka mengajukan banding ke Mahkamah Militer Agung pada tahun 2000. Hasilnya, hukuman berubah. Dari yang semula ada lima orang yang dipecat, tersisa hanya satu orang, yakni Mayor Bambang Kristiono.
Selain sebelas orang tadi, tiga atasan mereka juga dituntut bertanggung jawab. Mereka adalah Danjen Kopassus hingga Maret 1998 Prabowo Subianto, Danjen Kopassus Maret-Mei 1998 Muchdi Pr., dan Komandan Grup 4 Sandi Yudha Chairawan Kadarsyah. Namun, Prabowo dan Chairawan hanya disidang oleh Dewan Kehormatan Perwira (DKP). Sedangkan Muchdi, konon ia dipecat dari TNI oleh DKP, namun kabar tersebut dibantahnya.
Hasil dari sidang DKP: pensiun Prabowo dipercepat delapan tahun, sementara Chairawan dicopot dari jabatannya. Aktivis HAM menilai pengadilan publik ini hanya menumbalkan bawahan, sementara dalangnya sendiri tak pernah ditangkap.
Di kemudian hari, enam orang eks Tim Mawar plus Chairawan terus berada di sekitar Prabowo. Begitu Bambang dipecat, ia segera diberi jabatan direktur utama di PT Tribuana Trans, perusahaan feri milik Prabowo. Ia kemudian masuk Gerindra dan kini menjabat anggota DPR RI. Lalu Dadang, Yulius, dan Nugroho (yang tidak jadi dipecat dari TNI dan terus mendapat promosi hingga jadi jenderal), kini semuanya punya posisi di Kemenhan.
Nama lain, yakni Fauka Noor Farid, memutuskan pensiun dini dengan pangkat letnan kolonel pada 2011. Kepada Tempo ia mengatakan sengaja mundur agar fokus bantu-bantu Prabowo. Ia kini kader Gerindra dan sempat menjadi juru kampanye nasional. Namanya menyembul tahun lalu saat disebut-sebut terlibat kerusuhan 22 Mei 2019—yang mana kabar itu segera ia sanggah.
Terakhir, Chairawan Kadarsyah, sebelum dilantik sebagai asisten khusus menhan pada Desember tahun lalu, ia membantu kampanye Prabowo-Hatta Rajasa pada 2014.
Di luar nama itu, masih tersisa lima orang, yakni Untung Budiarto, Joko Budiutomo, Sunaryo, Sigit Sugianto, dan Sukadi. Khusus mereka, namanya tak lagi terdengar. Dengan demikian, total ada lima orang eks Tim Mawar yang masih membersamai Prabowo.
“Kini hampir semua anak buahnya [di Kopassus dan saat operasi di Timor Timur] membantu Prabowo,” ujar Glenny Kairupan selaku anggota DPP Gerindra kepada Tempo, Juni 2014.
“Pos-pos militer yang pernah disinggahi Prabowo itu bisa kita amati sebagai cerminan bagaimana Prabowo menyiapkan jaringan atau lingkaran di antara yuniornya, yang masih terawat sampai hari ini dan, lebih penting lagi, masih berjalan efektif,” tulis pengamat militer Aris Santoso di Tirto.
Bukan cuma eks anak buah terus dirawat oleh Prabowo. Sang jenderal merangkul para korban penculikan Tim Mawar. Dari sembilan aktivis yang diculik dan dilepaskan, enam masuk ke politik. Empat di antaranya masuk Gerindra. Mereka adalah Desmond Mahesa, Almarhum Haryanto Taslam, Pius Lustrilanang, dan Aan Rusdianto.
Jalan “berdamai” ini tak diambil oleh sebagian korban penculikan militer OrBa lainnya, seperti Mugiyanto.
“Sejak saya diculik dan dilepaskan tahun 1998, salah satu hal yang saya lakukan adalah sebisa mungkin menutup peluang untuk dihubungi atau berkomunikasi. Apalagi bekerja sama dengan mereka,” katanya kepada Tirto.