FYI.

This story is over 5 years old.

The VICE Guide to Film

Empat Film Paling Lebay 2018 Ini Sebenarnya Membahas Isu Sosial Pelik

Deretan film-film ini bisa bikin kamu sedih, geram, sekaligus penuh harapan.
Film-film SJW yang lebay tapi menarik sepanjang 2018
Ilustrasi oleh Dian Permatasari 

Ada banyak film enteng yang dirilis sepanjang tahun ini. Sebagian di antaranya sangat enteng sampai kita enggak perlu mengerahkan seluruh isi otak untuk memahami jalan ceritanya. Saya harus akui kebanyakan film gampangan ini mutunya tinggi.

Tanpa bermaksud jadi snob film nih, saya juga pengin nonton film yang serius, film yang membuka mata kita terhadap fenomena sosial di sekitar kita dengan sudut pandang yang kritis atau film yang bikin kamu mikir berhari-hari tentang masa lalu, masa kini atau masa depan umat manusia.

Iklan

Tanda-Tanda Kamu Adalah 'Cinebro'

Untungnya, 2018 menyuguhakan film-film macam ini. Dan, dari sekian film yang saya tonton, berikut empat film over-the-top favorit saya. Sekadar mengingatkan, film-film ini mengajukan kritik sosial yang pedas tapi mungkin juga bikin kamu sesenggukan saat menontonnya.

Selamat menonton!

Assassination Nation

Film satu ini kadar over-the-top memang kelewatan sampai disertai peringatan bagi calon penontonnya. Mengacu pada pendapat seorang kritikus film, Assassination Nation adalah “sebuah pelajaran merebut kembali agency perempuan dalam dunia yang terus berusaha merampasnya dari para perempuan muda.” —Sebuah kesimpulan jitu untuk film tentang gang perempuan bersenjata yang berusaha bertahan di tengah sebuah insiden peretasan data besar-besaran.

Assassination Nation sebenarnya cuma sebuah teen comedy, tapi bisa menyelip komentar kritis tentang kondisi politik terkini, transfobia, maskulinitas yang merugikan hingga feminisme interseksional dengan penuh warna sekaligus agresif. Di atas kertas, resep ini bisa saja menghasilkan film yang amburadul. Cuma, percaya deh, formula di atas tadi mampu diterapkan dengan sempurna di Assassination Nation. Tonton sendiri biar kalian percaya.

Sorry To Bother You

Boots Riley, lead vocal kolektif rap politis The Coup yang banting setir jadu sutradara, menyuguhkan semesta alternatif yang—meski konyol—dengan jeli menggambarkan situasi dunia yang kita diami saat ini. Cassius Green, seorang telemarketer kulit hitam yang karirnya moncer lantaran pandai bercakap-cakap dengan suara orang kulit putih, akhirnya berjuang bersama-sama teman-teman yang berserikat dan anti-kapitalis.

Iklan

Green membelot setelah tahu tempatnya bekerja memasarkan “pekerja super.” Dengan takaran realisme magis yang pas, Sorry To Bother You enggak menyembunyikan komentar tajamnya tentang kapitalisme lanjut, ketimpangan kelas dan perjuangan ras. Kalian akan dibikin terperangah lantaran apa yang dikisahkan dalam film ini nyaris susah dibedakan dengan iklim politik, sosial dan budaya di sekitar kita belakangan ini.

Revenge

Yang ini bukan film bagi penonton yang stok nyalinya terbatas. Revenge membedah tema-tema berat macam ekploitasi, kekerasan seksual dan obyektifikasi lewat sudut pandang kamera yang berlumuran darah. Jen harus berjuang mempertahankan hidupnya setelah teman kekasihnya merecoki liburan romantis mereka dan mulai memburunya seperti dalam game FPS.

Loh kenapa? Karena teman Richard—pacar Jen—enggak seharusnya tahu keberadaan Jen dan karena Jen menolak dijadikan obyek seksual mereka. Jika premis ini menurut kalian belum menjadikan film ini over-the-top, biar saya kasih tahu: adegan gorenya berlimpah!

BlacKkKlansman

Dalam adaptasi kisah nyata yang dibikin berlebihan ini, Spike Lee membawa kita ke masa lalu—enggak terlalu jauh banget sih—saat kebencian jadi raja dan mewanti-wanti bahwa kita harusnya naik pitam jika masa kelam itu terulang lagi. Ron Stallworth, polisi berkulit hitam pertama di Colorado Springs, bersama rekannya seorang yahudi, menjalankan rencana nekat menginfiltrasi Ku Klux Klan.

Semua ini bisa terjadi berkat “kemampuan Stallwork ngobrol seperti orang kulit putih.” Lee enggak setengah-setengah melancarkan kritik—atau cibiran—tentang rasisme karena memang dari awal Lee seperti enggak berniat melakukannya dengan sopan.

BlacKkKlansman adalah komedi tajam tapi tetap memancing tawa yang dirilis dalam lanskap politik yang tepat (terutama di Amerika Serikat). Film ini seharusnya meneguhkan keyakinan kita bahwa rasisme dan sekterianisme harusnya dibasmi bukan dibiarkan tumbuh subur.