'Kisah-Kisah Tanah Manusia': Refleksi Visual Kritis Atas Persoalan Lahan Indonesia Kebijakan Satu Peta WRI Arkademy
Foto oleh Atikah Zata Amani. Diunggah dari arsip pameran kolaborasi Arkademy/WRI.
Lingkungan

'Kisah-Kisah Tanah Manusia': Refleksi Visual Kritis Atas Persoalan Lahan Indonesia

Indonesia dikejutkan berbagai persoalan lingkungan akibat tumpang tindih pemanfaatan lahan. Anak muda berbagai kota lewat lokakarya fotografi berusaha menyadarkan kita tentang pentingnya peta.

Ketika siapapun memasuki ruangan pameran, poster kalimat yang menggetarkan hati langsung menyambut mereka: "Manusia tidak akan pernah bisa dilepaskan dari tempat tanahnya berpijak.
Kita melakukan seluruh aktivitas sehari-hari di atasnya, mendapatkan penghidupan darinya, bahkan kelak ketika mati akan kembali padanya." Selepas membacanya, kita disambut beragam foto yang jeli mengungkap kompleksitas persoalan lahan di Indonesia.

Iklan

Foto-foto itu adalah dihadirkan dalam pameran "Kisah-Kisah Tanah Manusia" yang digelar di Galeri Salihara, Jakarta selama 2 hingga 8 Oktober 2019. Hasil karya peserta lokakarya KELANA bersama Arkademy dan World Resources Institute Indonesia ini mengangkat kisah masyarakat nusantara bersama lahannya.

Fotografer ini tidak semuanya profesional, sebagian besar justru hanya anak muda yang mencintai tempat tinggal mereka. Tema yang diangkat sangat beragam, dari eksploitasi kayu hutan adat di Papua Barat hingga keterbatasan ruang pemukiman di Ibu kota.

1571387036822-Muhammad-Zaenuddin

Foto oleh Muhammad Zaenuddin.

Pameran tersebut memperoleh momentum untuk menggugah kesadaran masyarakat. Saat 'Kisah-Kisah Tanah Manusia" digelar, Indonesia sedang dilanda kebakaran hutan dan lahan besar-besaran. Akibatnya tata kelola lahan kembali menjadi sorotan. Kebakaran hutan, kerusakan lingkungan, tumpang tindih kepemilikan dan penggunaan lahan, dan korupsi di sektor lahan bermuara pada tidak adanya satu acuan data dan peta sebagai landasan perencanaan tata ruang dan penggunaan lahan.

Atas alasan itulah, pameran ini senagaja menggandeng Kantor Staf Presiden dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Tujuannya untuk mengingatkan para pemangku kepentingan pada komitmen penerapan kebijakan satu peta sebagai salah satu solusi menangani permasalahan lahan di Indonesia.

Abetnego Tarigan, Ketua Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria (TPPKA), dari Kantor Staf Presiden mengapresiasi inisiatif pameran foto tersebut. Dia menyatakan, saat ini pemerintah berusaha mempercepat identifikasi pemanfaatan lahan yang tumpang tindih di enam pulau besar Indonesia.

Iklan

Permasalahan yang mencolok di antaranya mencakup tumpang tindih antara sektor tata ruang, kehutanan, perizinan, dan pertanahan, ditambah kebutuhan adanya peta indikatif Tanah Objek Reforma Agraria dan Tutupan Kebun Kelapa Sawit.

1571387156237-Untitled-design-72

Foto oleh Mario Nicolas Munthe

"Kebijakan Satu Peta merupakan acuan untuk percepatan penyelesaian konflik agraria dan landasan bagi kebijakan prioritas pemerintah lainnya termasuk reforma agraria dan perhutanan sosial," kata Abetnego.

Karya-karya dari pameran foto ini berasal dari peserta pelatihan Arkademy yang digelar di Jakarta, Pekanbaru, Palembang, dan Manokwari. Peserta diminta melatih kejelian untuk menangkap relasi masyarakat dan lahan yang yang mereka hidupi.

1571387337235-Untitled-design-74

Foto oleh Galih Wicaksono.

Benang merah dari berbagai narasi visual ini adalah konflik kepentingan, yang terus menjadi tantangan pengelolaan lahan di Indonesia. Data yang tersedi menunjukkan konflik tak kunjung mereda. Sejauh ini merujuk arsip Mahkamah Agung, tercatat 14.861 kasus sengketa lahan di Indonesia berlanjut ke tahap kasasi hingga akhir 2018.

Sementara, berdasarkan Catatan Akhir Tahun Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) sepanjang tahun lalu saja terdapat 410 konflik agraria dengan luasan wilayah lebih dari 807 ribu hektar.

Sekitar 87.568 kepala keluarga terdampak atas berbagai konflik tersebut. Pemerintah mengaku ada 154 kasus konflik agraria yang butuh penanganan jangka panjang—dan belum menunjukkan tanda-tanda bisa segera terselesaikan.

1571387393280-Adella-Indah-Nurjanah

Foto oleh Adella Indah Nurjanah

Tentu saja, adanya foto-foto ini tidak otomatis mempercepat penuntasan persoalan lingkungan. Namun, penyemaian kesadaran tersebut sangat diperlukan. Fotografi dirasa salah satu medium yang efektif dalam menggerakkan masyarakat.

Iklan

"Melalui pameran foto ini, para fotografer menangkap isu-isu sosial dan lingkungan di sekitar mereka, yang diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat umum terhadap pentingnya isu lahan," ungkap Kurniadi Widodo, kurator tim Arkademy. "Seringkali, kita masyarakat awam menganggap masalah peraturan apalagi persoalan data-data sebagai tugas pemerintah. Padahal kita semua memiliki peran di sini."

Simak foto-foto dari para peserta pameran tersebut dengan scroll ke bawah hingga akhir artikel ini.

1571389229380-Amalya-Purnama

Foto oleh Amalya Purnama.

1571389308602-Untitled-design-73

Foto oleh Yustinus Yumthe.

1571388839021-Julian

Foto oleh Julian Sitompul.

1571387226701-Lidia-Kristi

Foto oleh Lidia Kristi.

1571387536469-Parliza-Hendrawan

Foto oleh Parliza Hendrawan.

1571389039683-Budi-Iswanto

Foto oleh Budi Iswanto.

1571387630668-Reza-Fiqih

Foto oleh Reza Fiqih

1571389279234-Meisye-Alfian

Foto oleh Meisye Alfian.


Lokakarya KELANA adalah kolaborasi World Resources Institute bersama Arkademy, didukung VICE Indonesia, digelar di Pekanbaru, Palembang, Manokwari dan Jakarta. Pesertanya adalah siapapun yang tertarik menjelajahi tema lingkungan secara visual, termasuk perwakilan masyarakat adat dan/atau siapapun yang secara aktif bergerak di isu lahan dan keadilan ekologis.