FYI.

This story is over 5 years old.

Menembus Batas

Perjuangan Mahasiswa Mengkreasi Sepeda Listrik Bagi Difabel

Kenno Robby Pradana ingin tuna daksa tak lagi kesusahan memakai kursi roda manual. Maka dia mengajak sesama mahasiswa Politeknik Negeri Surabaya menciptakan TRIKE.
Foto dari arsip pribadi.

Kursi roda terbukti membantu jutaan difabel di dunia ini agar lebih mudah bepergian. Namun, bagi Kenno Robby Pradana rancangan kursi roda rata-rata masih sangat sulit dioperasikan penyadang disabilitas, terutama mereka yang tuna daksa. Ketika tangan harus mengayuh, otomatis para tuna daksa hanya bisa fokus pada laju kursi roda.

Kenno lantas punya impian sederhana, mungkinkah bisa tersedia kursi roda otomatis digerakkan listrik yang mudah digunakan difabel?

Iklan

Bersama empat rekan lainnya dari Program Studi Teknik Elekto Industri, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS), Kenno mendapat jawabannya: TRIKE. Nama ini

merupakan kependekan dari Three Wheels Electric Bike, yakni jenis sepeda listrik yang dispesifikasikan khusus untuk para penyandang tuna daksa. “Proyek ini dimulai pada 2016,” kata Kenno, mahasiswa angkatan 2013 di kampus tersebut.

Alat ini berprinsip sederhana, yakni menggerakan kursi roda dengan bantuan listrik, sehingga mereka tidak perlu kesusahan untuk mengayuh kursi roda dengan menggunakan tangan. Dua rekan yang sejak awal diajaknya merancang TRIKE adalah Ahmad Ayman dan Imam Yulianto, rekan seangkatannya. Mereka memulai upaya mewujudkan kursi roda tersebut dengan mengirim proposal ke Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang diselenggarakan di kampus mereka.

Dalam persiapan mengikuti PKM Kenno diminta kampus menambahkan dua orang lagi rekan dari angkatan yang berbeda, yakni Achmad Hidayat (2015) dan Muhammad Miftahuddin (2016). Terbentuklah tim yang beranggotakan lima orang tersebut. Desember 2016, kelima mahasiswa ini mulai mengerahkan ide, waktu dan tenaga untuk mengerjakan proyek TRIKE. "Jadi TRIKE ini bentuknya seperti mesin setir yang bisa dibongkar pasang ke kursi roda lain," imbuh Hidayat.

Robby dan kawan-kawan pencipta TRIKE. Foto dari arsip pribadi.

Proses pengerjaan memakan waktu sekitar lima bulan, dimulai persiapan dan pematangan konsep, dari desain alat, pencarian material dan bahan pembutan, uji coba dan simulasi konsep kelistrikan, perancangan sistem elektrik dan mekanik serta finalisasi proyek dan simulasi akhir.

Iklan

Dalam menjalani setiap tahapan pengerjaan TRIKE, penyesuaian material dan bahan dalam pengerjaan mekanik alat paling memusingkan bagi tim Kenno dkk. Sebab, perlu berulang kali ujicoba dengan beragam alat yang berbeda untuk memastikan kesesuaian alat dan rancangan dengan kursi roda yang ada. Tentunya, tanpa mengesampingkan estetika dan kemudahan – kemudahan lainnya. “Material yang digunakan tidak boleh terlalu berat dan harus sesuai dengan kursi roda yang dipakai. Untuk menjamin hal itu, kami lakukan uji coba berkali – kali,” kenang Kenno.

Dengan kata lain, alat ini bukanlah mengganti kursi roda, namun sebuah mesin yang bisa dipancangkan ke berbagai kursi roda, dimana penggunanya hanya perlu memasang TRIKE ke bagian depan kursi roda, lalu menyalakan mesin dan menjalankan kursi roda dengan menggunakan setir yang tersedia. Prinsipnya sama seperti menyetir sepeda, hanya saja tidak perlu dikayuh.

Menggunakan listrik sebagai sumber daya, TRIKE diperlengkapi dengan aki kecil sebagai sumber listrik, sementara pengisiannya menggunakan dua macam cara, yakni charging manual dan menggunakan panel surya. “Waktu pengisian baterai aki berkisar tiga jam hingga penuh, sementara jarak tempuh untuk satu kali pengisian baterai adalah 24 km,” ungkap Kenno. Berdasarkan pengujian tim, TRIKE cukup aman bagi para pengguna dikarenakan batas kecepatan maksimum yang alat ini adalah 12 meter per jam, dengan kontrol yang sepenuhnya berada di tangan pengguna. TRIKE juga bisa digerakan maju mundur, bersifat portable sehingga bisa dilakukan bongkar pasang sesuai dengan jenis kursi roda yang digunakan oleh penyandang disabilitas.

Iklan

Tonton video dokumenter VICE Indonesia mengenai Laura, perenang paralimpik yang berhasil mewujudkan cita-citanya menjadi juara olimpiade:


TRIKE hasil karya Kenno dan kawan–kawan memperoleh sambutan hangat di lingkungan kampus. Dalam ajang Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) Expo, TRIKE berhasil meraih juara satu sebagai karya terbaik. Dengan penghargaan yang diterima, serrta melihat bahwa TRIKE memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan lebih baik lagi, pihak PENS sendiri telah memfasilitasi upaya pengurusan hak paten TRIKE. Saat ini, proses pengurusan hak paten sementara ditangani oleh pihak universitas.

Saat ini pula, Kenno dan teman – temannya sedang mempersiapkan pengajuan pendanaan pada Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (kemenristekdikti) agar kedepannya TRIKE bisa diproduksi secara massal, mengingat akan manfaatnya yang cukup besar bagi penyandang disabilitas.

Saat ini, rancangan awal TRIKE memang baru bisa digunakan oleh orang - orang tuna daksa, tidak bisa untuk penderita disabilitas jenis lain. Kenno pun mengungkapkan bahwa saat ini, ia dan timnya sedang mengembangkan TRIKE dengan sistem yang lain, yakni menggunakan teknologi suara untuk steering.

“Ke depannya dengan teknologi suara, kita berharap agar kaum disabilitas yang lain juga bisa menggunakan TRIKE,” tutup Kenno.