Pengeras suara siang itu dua kali mewartakan pesan yang sama. Siapapun di pinggiran arena diperingatkan agar tak merekam peristiwa yang sedang mereka saksikan. Saat itu, seekor anjing menggigit moncong babi hutan yang jadi lawannya kuat-kuat. Kedua binatang itu menyabung nyawa.
“Hati-hati jangan upload rekaman video atau foto ke Facebook atau YouTube, disebar di grup WhatsApp saja lebih aman. Kalau disebar di Facebook atau YoutTbe nantinya bakal mancing aktivis hewan,” demikian imbauan panitia melalui pengeras suara. Bersahutan dengan imbauan tersebut, ratusan penonton bertepuk tangan melihat kekerasan di hadapan mereka.
Videos by VICE
Alih-alih koloseum, anjing dan babi hutan harus berperan jadi gladiator di arena berukuran sekitar 20×10 meter yang dikelilingi menggunakan pagar bambu dan ram kawat setinggi 3 meter. Tradisi ini, biasa dijuluki adu bagong atau ‘dugong’, berlangsung di kampung Cicaringgang, Desa Wargaluyu, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung. Adu bagong biasanya digelar saban akhir pekan.
Sebelum bertarung anjing antre menunggu giliran di pintu masuk. Sedangkan babi hutan sudah dilepaskan dan bebas berkeliaran di arena. Satu per satu anjing itu dimasukkan dan langsung menyergap babi hutan. VICE merekam acara ini Februari lalu secara diam-diam, sebab panitia menolak ada sorotan media.
Adu Bagong dulunya berkembang sebagai ajang melatih anjing pemburu agar tak gentar menghadapi babi hutan. Pertarungan baru berakhir ketika salah satu dari hewan terluka parah.
Tradisi mengajak anjing berburu babi hutan (Sus verrucosus) yang merusak tanaman para petani di kawasan perbukitan Jawa Barat sudah berkembang sejak berabad lampau. Para petani baru menjadikannya sebagai hiburan rutin mulai awal dekade 1970-an, dengan menggelar pertarungan di arena.
Anjing yang diadu umumnya ras anjing kampung. Seiring perkembangan zaman, ras macam Pitbull, Rottwiler, German Sheperd, terrier, dan Dogo Argentino jadi favorit sebagai gladiator di arena. Semakin lama anjing bertahan menghadapi babi hutan, semakin naik pula harga jualnya.
Yadi, 28 tahun, membawa empat ekor anjing Pitbull miliknya. Dia sengaja membawa peliharaannya untuk bertarung. Mereka sejak dibesarkan sebagai anjing aduan. Saban pekan, salah satu anjing Yadi pasti bertarung di arena. “Tujuannya melatih insting,” tutur Yadi.
Sebelum ikut berlomba, Yadi mendaftarkan hewan peliharannya kep panitia. Biaya satu kali tampil sebesar Rp50 ribu per anjing. “Ini bukan judi, karena uang pendaftaran itu untuk bayar babi hutan. Di sini babi diburu dan yang diburu itu biasanya dijual,” kata Yadi.
Babi hutan yang terluka parah,akan disembelih dan dijual dagingnya. Namun jika babi hutan hanya luka ringan, dia dibiarkan sembuh tanpa perawatan, lalu dipaksa bertarung kembali di pertarungan selanjutnya. Anjing, di sisi lain, masih lebih beruntung dibanding babi. Beberapa orang di pinggiran arena sigap memberi perawatan, bahkan operasi jahit sederhana buat yang terluka.
“Anjing yang terluka langsung kita obati di tempat, kalau babi hutan yang terluka akan bertarung lagi setelah sembuh dan apabila mati dagingnnya dibagikan ke yang mau saja ” kata Gocep, penggemar anjing buruan yang ikut terjun dalam tradisi tarung ini.
Nadya Andriani, aktivis Profauna, menilai tradisi adu bagong ini harus diakhiri karena melanggar hak binatang.
“Walaupun babi hutan adalah hewan liar, cara manusia memperlakukannya tidak sesuai dengan kesejahteraan satwa, salah satunya bebas dari rasa takut dan kesakitan. Ini bukan tradisi yang baik. Ini bukan hiburan,” ujarnya.
Lantaran tradisi buruk ini kadung berjalan puluhan tahun, menghentikannya bukanlah perkara mudah.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat sendiri, melalui surat edaran tertanggal 30 Oktober 2017, sudah melarang duel antara babi hutan dan anjing. Beleid itu hanya ampuh di atas kertas. Adu bagong masih rutin dipertontonkan di berbagai kabupaten Jawa Barat. Selain Kabupaten Bandung, penduduk Majalengka, Garut, Sumedang, hingga Pangandaran punya berbagai arena adu bagong yang ramai saban akhir pekan.
Sampai muncul kesadaran dari masyarakat, maka para gladiator kaki empat itu akan terus bertarung atas nama ‘adu ketangkasan’.
Simak foto-foto lain Bukbisj Candra Ismeth Bey saat mendatangi arena adu bagong di bawah:
Bukbisj Chandra Ismeth Bey adalah fotografer yang bermukim di Bandung. Simak karya-karya fotografinya yang lain di tautan berikut.