Dunia ini sudah di ambang krisis iklim yang belum pernah terjadi sebelumnya. Suhu global diperkirakan meningkat 1,5°C. Jutaan spesies terancam punah. Bencana alam yang disebabkan manusia, seperti kebakaran hutan dan banjir, semakin sering terjadi — memorakporandakan kehidupan masyarakat yang terdampak.Namun, angka-angka mengerikan itu kurang efektif untuk menyadarkan orang bahwa planet kita tidak baik-baik saja. Karena itulah diadakan ajang penghargaan semacam Environmental Photographer of the Year (EPOTY) untuk menyoroti betapa mengerikannya dampak kerusakan alam bagi kehidupan manusia melalui foto.
Iklan
Kini di edisi ke-14, EPOTY berinisiatif menampilkan fotografi lingkungan paling berpengaruh untuk menceritakan perjuangan manusia bertahan hidup di tengah krisis global yang parah. Diselenggarakan oleh badan amal lingkungan dan pengelolaan air CIWEM dan platform streaming WaterBrear, para pemenang dipilih berdasarkan kategori keberlanjutan, aksi iklim, keamanan air dan Resilient Award bagi mereka yang berjuang menyelamatkan Bumi.Ada lebih dari 7.000 foto dari 119 negara yang diperlombakan tahun ini. Fotografer Spanyol Antonio Aragón Renuncio dinobatkan sebagai fotografer terbaik tahun ini berkat fotonya yang berjudul “Rising Tides”. Karya foto itu menampilkan seorang bocah yang tidur di rumah hampir ambruk akibat erosi pantai Afiadenyigba di Ghana barat.Foto anak laki-laki berusaha memadamkan hutan yang dilalap api membawa fotografer India Amaan Ali keluar sebagai pemenang untuk kategori Young Photografer (Fotografer Muda).
Fotografer Bangladesh Ashraful Islam memenangkan kategori Resilient Award berkat foto kawanan domba yang kehabisan makanan akibat kekeringan parah.
Karya lain yang menyabet penghargaan termasuk foto anak lelaki memakai masker oksigen saat badai pasir, rumah yang terendam luapan air sungai di Italia dan kail pancing yang tersangkut di mulut anak singa laut. Foto-foto tersebut dipamerkan dalam COP26 Climate Summit yang diadakan di Glasgow, Skotlandia, hingga 12 November.
Iklan