sains dan teknologi

Dua Tablet Kuno Ungkap Bahasa yang Sudah Ribuan Tahun Punah

Teks yang tertera pada dua tablet kuno ditulis dalam bahasa yang kerap diragukan keberadaannya.
Lempeng tanah liat berisikan teks dalam bahasa kuno
Tangkapan layar: George, Krebernik, 2023

Para peneliti telah berhasil menafsirkan tulisan dalam bahasa yang punah ribuan tahun silam. Teks itu tertera pada dua lempeng tanah liat kuno yang berasal dari Irak, sehingga mereka mempelajari tabletnya dengan menggunakan Batu Rosetta sebagai perbandingan.

Setelah ditemukan puluhan tahun lalu, tablet yang diperkirakan berusia 4.000 tahun itu menjadi Koleksi Cuneiform Jonathan dan Jeanette Rosen, dan koleksi pribadi di London. Keduanya menggelitik hati peneliti Manfred Krebernik dan Andrew R. George, yang mempelajarinya sejak 2016 lalu. Temuan mereka dipublikasikan dalam jurnal berbahasa Prancis Revue d’assyriologie et d’archéologie orientale awal tahun ini.

Iklan

Teksnya ditulis dalam format lanskap, yang agak mirip seperti Tablet Babilonia Tengah dari masa Dinasti Kassite yang berkuasa di bagian selatan Mesopotamia. Sepintas lalu, tablet itu punya fitur lain yang menyerupai tablet-tablet lain yang telah ditemukan sebelumnya.

“Teks pada masing-masing tablet ditulis secara vertikal dalam dua kolom, yang mengikuti gaya penulisan daftar dan kosakata khas akademisi Babilonia,” demikian bunyi studinya. “Teks yang tertera pada kolom sebelah kanan menggunakan dialek Babilonia Kuno dari bahasa Akkadia.”

Yang paling menarik adalah tulisan pada kolom sebelah kiri, karena menggunakan bahasa kuno yang kerap diragukan keberadaannya. Tiadanya contoh nyata mempersulit ilmuwan membuktikan bahasa itu benar-benar ada.

“Teks di kolom sebelah kirilah yang menunjukkan sesuatu yang luar biasa,” para peneliti melanjutkan. “Teksnya mengandung indikasi penggunaan bahasa Semit Barat Laut.”

Menurut mereka, teks di kolom kanan merupakan terjemahan dari tulisan di sampingnya. Karena itulah peneliti dapat memecahkan bahasa apa yang digunakan dalam tulisan tersebut.

“Jika melihat daftar akademik yang terdiri dari dua kolom, yang gayanya mulai digunakan pada awal milenium kedua, maka kolom kanan fungsinya untuk menjelaskan tulisan di kolom kiri, baris demi baris,” lanjutnya.

Hasil analisis memunculkan dugaan tulisan di kolom kiri menggunakan bahasa Amorit, sedangkan sebelah kanan berbahasa Akkadia. Bahasa Amorit diyakini sudah ada jauh sebelum munculnya bahasa Ibrani, tapi sayangnya tidak banyak yang orang-orang ketahui tentang bahasa itu. Sejauh ini, hanya segelintir kata benda yang dipastikan berasal dari bahasa kuno tersebut.

Iklan

“Banyak ahli meragukan bahasa Amorit karena informasinya sangat sedikit,” para peneliti memberi tahu Live Science. “Akan tetapi, kedua tablet ini membuktikan bahasanya koheren dan dapat ditebak, padahal bahasa ini sangat berbeda dari Akkadia.”

Salah satu lempeng tanah liat itu berisikan nama-nama dewa, sehingga kita bisa mendapatkan gambaran sekilas tentang aliran kepercayaan bangsa Amorit.

“Jika teks di kolom kiri benar-benar ditulis dalam bahasa Amorit, maka muncul pertanyaan mungkin tidaknya nama-nama dewa di tablet No. 1 mencerminkan sosok panteon bangsa Amorit,” demikian bunyi studinya. “Penjelasan di kolom kanan menyejajarkan nama-nama dewa itu dengan dewa-dewi terkenal dari Babilonia.”

Selanjutnya, ada satu kesamaan yang terlihat pada kedua tablet. “Kemiripan konten pada kedua tablet mungkin menandakan tulisannya berasal dari skriptorium yang sama,” kata para peneliti dalam studinya. “Tulisan tangan yang mirip menunjukkan kemungkinan juru tulisnya satu orang.”

Namun, perlu dicatat bahwa peneliti mempelajari tabletnya hanya dari foto, mengingat dua lempeng ini dikoleksi secara pribadi. Walau begitu, temuan Krebernik dan George dapat memiliki arti yang signifikan.

“Kami sama-sama meyakini pentingnya menerbitkan temuan dari tablet berhuruf paku ini setelah mempelajari secara intensif objek dan prasastinya,” tulis para peneliti. “Kami memang tidak mempelajari kedua tabletnya secara langsung, tapi isi konten itu tampaknya sangat penting. Dengan demikian, kami merasa berkewajiban mempublikasikan penelitian ini, walau belum membaca isi tabletnya secara langsung.”