FYI.

This story is over 5 years old.

Asumsi Keliru

Maaf Nih, Menurut Penelitian Cinta Pandangan Pertama Itu Omong Kosong Doang

Yang benar adalah nafsu birahi pada pandangan pertama. Waduh...
Ilustrasi oleh Veronica Grech/Getty Images

Artikel ini pertama kali tayang di Tonic.

Cinta pada pandangan pertama adalah tema yang kelewat sering diangkat dalam sejarah fiksi, dari yang klasik (Romeo and Juliet) hingga yang kekinian (Twilight). Di luar cerita-cerita fiksi ini, tak sedikit perempuan dan laki-laki yang mengklaim pernah jatuh cinta pandangan yang pertama di dunianya. David Beckham, Matt Damon, Jessica Alba, Gisele Bundchen, George Clooney, dan Prince Harry hanyalah segelintir pesohor yang mengatakan pernah mengalami fenomena ini.

Iklan

Uniknya, kendati konsep jatuh cinta pada pandangan pertama sangat populer, fenomena belum mendapatkan cukup perhatian dari kalagan ilmuwan. Ini jelas bikin kita bertanya-tanya apakah cinta pada pandangan pertama itu benar-benar bisa kejadian? Terus, beneran enggak sih kita bisa langsung cinta orang sebegitu cepatnya? Beberapa penelitian terbaru diterbitkan di jurnal Personal Relationships menguji konsep cinta pada pandangan pertama dan sampai pada sebuah kesimpulan yang bikin kita tercengan: Pengalaman “cinta pada pandangan pertama” tak sama sekali mewakili konsep cinta yang sesungguhnya.

Sekelompok ilmuwan di Belanda melakukan tiga kali uj coba terhadap konsep pada pandangan pertama. Ketiga uji coba itu mencakup survei online, penelitian laboratorium dan serangkaian kencan kilat.

Dalam survei online, 282 responden dewasa (kebanyakan mahasiswa Jerman dan Belanda) diharuskan menjawab pertanyaan soal hubungan percintaan yang tengah mereka jalani saat ini. Mereka juga ditunjukkan foto enam orang yang tak mereka kenal. Kemudian, mereka diminta membayangkan bertemu dengan orang-orang itu. Setelah itu, mereka melaporkan tingkat cinta dan ketertarikan yang mereka rasakan pada tiap orang itu. Dalam percobaan lab, 50 siswa di Belanda melalui prosedur yang serupa.

Bedanya, jumlah foto yang dilihat masing-masing responden lebih besar. Terakkhir, para peneliti menghadiri tiga acara kencan kilat di Jerman dan Belanda di mana mereka mensurvei 65 peserta tentang rasa cinta dan ketertarikan mereka terhadap lawan-lawan kencan yang mereka temui.

Iklan

Dari semua responden penelitain online dan laboratorium yang saat ini tengah menjalani hubungan percintaan, 33 persen mengatakan bahwa mereka mencintai pasangannya sejak pandangan pertama. Sementara itu, hanya sedikit yang mengaku terpesona pada pandangan pertama pada lawan kencan kilat atau orang yang mereka lihat dalam foto. Malah, hanya delapan persen responden yang mengalami satu atau dua kali cinta pada pandangan pertama selama penelitian berlangsung. Di sisi lain, tak satupun yang jatuh cinta pada pandangan pertama dalam acara kencan kilat mengatakan bahwa pasangannya mengalami hal serupa. Dengan kata lain, jatuh cinta pada pandangan pertama itu selalu dialami satu pihak saja alias tidak mutual.

Responden yang secara fisik tertaik pada orang lain biasanya bakal mengaku merasakan cinta pada pandabgan pertama. Malah, untuk setiap kenaikan satu skala ketertarikan, kemungkinan responden merasakan cinta pada pandangan pertama akan meningkat sampai sembilan kali lipat—luar biasa

Kendati cinta pada pandangan pertama lekat dengan ketertarikan seseorang pada orang lain, fenomena ini tak ada hubungannya dengan cinta itu sendiri. Satuan yang digunakan untuk mengukur cinta biasanya didasarkan Triangular Theory, merinci tiga komponen: keintiman, nafsu, dan komitmen.

Selama penelitian, para periset mengukur apa yang dikenal sebagai eros: jenis cinta yang ditandai nafsu menggebu-gebu dan umumnya diungkap dengan kalimat macam “kayaknya aku dan pasanganku memang ditakdirkan saling melengkapi.”

Iklan

Rata-rata, mereka yang mengaku mengalami cinta pada pandangan pertama umumnya mencatatkan skor menengah di semua ukuran cinta. Artinya, alih-alih memiliki rasa cinta yang kuat, mereka pada dasarnya masa bodo amat. Sebaliknya, begitu responden diminta menjawab beragam pertanyaan tentang pasangan mereka, hasilnya sebaliknya: mereka benar-benar menunjukkan rasa cinta yang kuat.

Pendeknya, apa yang ditemui para ilmuwan ini adalah bukti bahwa cinta pada pandangan pertama tak sama sekali dengan cinata sejati, atau mengutip kata-kata para peneliti, cinta pada pandangan pertama “tak menyerupai cinta yang penuh gairah ataupun cinta pada umumnya.” malah, kalau boleh jujur, cinta pada pandangan pertama lebih dekat dengan nafsu birahi yang bergelora daripada cinta itu sendiri.

Hasil temuan lain yang patut digarisbawahi adalah orang yang tengah menjalani hubungan asmara dan mengatakan bahwa cinta mereka tumbuh dari pandangan pertama ternyata memiliki level cinta paling tinggi pada pasangannya. Namun, para peneliti beranggapan bahwa orang-orang seeprti cenderung “memproyeksikan perasaannya saat ini ke masa lalu” dan “rasa cinta yang kini mereka miliki bisa menyebabkan bias.” gampangnya, orang yang mengaku jatuh cinta pada pandangan pertama doyan sekali meromantisir hubungan mereka.

Harus diakui, penelitian ini tak bersifat konklusif. Ada batasan di sana-sini, seperti kebanyakan responden penelitian ini adalah mahasiswa Eropa dan mayoritas data dikumpulkan lewat survei online. Pun, interaksi imajiner dengan orang yang dalam foto tak sama dengan interaksi ketika responden bertemu orangnya langsung (seperti mereka yang ikut dalam acara kencan kilat). Syahdan, perlu penelitian lebih lanjut yang benar-benar menyigi hubungan percintaan di dunia nyata.

Tetap saja, kesimpulan penelitian ini pasti memicu kemarahan mereka yang merasa jatuh cinta pada pandangan pertama. Pasalnya, konsep super romantis teresbut kemungkinan besar cuma salah kaprah yang terlanjur diwariskan turun temurun. Intinya, kalaupun ada yang tumbuh sejak pandangan pertama, maka itu bukan cinta, melainkan nasfu.


Justin Lehmiller menjabat sebagai kepala jurusan psikologi sosial di Ball State University. Di waktu senggangnya, dia menjadi penulis blog Sex and Psychology. Dia bisa diajak tukar pikiran lewat akun Twitternya @JustinLehmiller.