FYI.

This story is over 5 years old.

The VICE Guide to Right Now

Upaya Sia-Sia Memblokir Akun Instagram Komik Gay Muslim, Kloningannya Langsung Muncul

Topik bahasan Alpantuni memang provokatif. Masalahnya teknologi memudahkan siapapun memproduksi konten. Pendekatan blokir berbasis moral jelas tak akan bergigi.
Akun instagramkontroversial alpantuni berisi komik gay muslim akhirnya diblokir di Indonesia
Screenshot konten akun alpantuni di instagram yang sudah diblokir.

Tak butuh waktu lama bagi akun Instagram Alpantuni mengguncang dunia maya. Akun ini berusaha menerabas batas-batas yang selama ini mengungkung pembahasan topik Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, dan Queer (LGBTQ) di Tanah Air. Dalam waktu singkat, upaya itu gagal total.

Awal Januari lalu muncul akun @alpantuni di Instagram, memuat karya komik yang mengangkat kehidupan seorang gay beragama Islam. Jumlah followers-nya sempat mencapai hampir 6.000 akun. Salah satu komik berjudul 'Tobat Mas, Adzan', menggambarkan sepasang gay yang tengah bercumbu namun harus menyudahi pacaran ketika azan berkumandang.

Iklan

"Sebentar… Hormati adzan,” kata salah satu karakternya.

Di profil Alpantuni, tertulis bio macam ini: "Komik Muslim Gay untuk orang yang bisa berfikir." Setiap postingan-nya memakai tagar #gaymalaysia #gayindonesia #gaymuslim #gaycomics #komikmalaysia. Kemunculan komik ini membuat berang netizen dari dua negara mayoritas muslim itu. Hujatan dan cacian membanjiri kolom komentar akun Alpantuni. Pemerintah Indonesia ikut merespons dalam waktu singkat.

Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara awal pekan ini mengaku sudah mengirim surat peringatan kepada Instagram terkait konten Alpantuni. Kominfo mendesak Instagram menutup akun tersebut. Jika manajemen medsos berbagi foto milk Facebook itu tak menggubris surat Kominfo, pemerintah mengancam bakal menutup Instagram.

"Sekarang mau ngapain kalau IG-nya bandel? Kita sudah transparan, mau ditutup?" tantang Rudiantara seperti dikutip awak media.

Budaya merilis komik strip lewat Internet di Indonesia makin marak beberapa tahun belakangan. Contohnya karya Tahilalats, Si Juki, Komik Jakarta, dan masih banyak lagi. Rata-rata akun tersebut mengunggah komik dengan gaya khas, mengangkat fenomena sehari-hari dengan humor yang kadang sarkastik. Semakin maraknya tren komik ini ternyata tidak otomatis membuat ragam karya yang bisa diterima publik meningkat. Ketika bahasan komik tersebut menerabas tabu dan menyinggung agama, kontroversi segera mencuat.

Kominfo kemudian menjabarkan dasar hukum tambahan, memakai Undang-Undang Informas dan Transaksi Elektronik (UU ITE) untuk menjerat akun Alpantuni. Komik seputar gay muslim itu disangkamelanggar Pasar 27 ayat 1 UU ITE yang melarang pornografi. Kominfo tidak merinci apa saja definisi konten porno. Aspek yang kemungkinan dianggap melanggar adalah adegan dua lelaki berciuman (yang problematis mengingat webtoon di genre romance juga memuat ciuman, walaupun beda jenis) serta lelaki bertelanjang dada.

Iklan

Alpantuni tiba-tiba raib dari Instagram pada Rabu (13/2). VICE Indonesia sempat mencoba mengontak admin lewat DM dan email, tidak ada jawaban. Belum jelas apakah admin tersebut seorang WNI atau warga dari negeri jiran. Pemerintah mengklaim hilangnya akun Alpantuni merupakan respons Instagram menyusul desakan pemerintah dan masyarakat. Selang sehari, juru biara Instagram menyangkal telah menghapus akun tersebut.

"Instagram tidak menghapus akun ini," kata jubir Instagram Asia Pasifik Ching Yee Wong dikutip media. "Ada beberapa sebab kenapa sebuah akun tidak bisa diakses, seperti contohnya, pemilik akun menghapus lamannya, mendeaktivasi atau mengganti username-nya."

Upaya pemblokiran dan penutupan paksa akun media sosial macam ini ternyata tak efektif, bagai mencabut rumput liar. Begitu akun Alpantuni hilang dari peredaran, tak sampai 24 jam muncul dua akun mirip, @alpantuni_ dan @alpantunii. Keduanya baru memiliki tak lebih dari 10 postingan.

VICE berulang kali membedah kesia-siaan kebijakan blokir ala pemerintah. Baik yang menyangkut pornografi, komik hentai, serta hilangnya berbagai video YouTube tahun lalu. Lebih tragisnya lagi, distribusi konten kontroversial bisa mengandalkan banyak platform, tak cuma Instagram. Jika patokannya adalah moral, maka konten yang harus 'diblokir' tak ada habisnya di jagat internet.


Tonton dokumenter VICE saat mendatangi kontes kencantikan narapidana trangender di Kolombia:

Iklan

Kalangan legislatif rupanya mendukung upaya memerangi konten negatif di Internet memakai pendekatan moral. Saat berbicara di hadapan media, Anggota Komisi I DPR dari fraksi PPP Syaifullah Tamliha mengutuk keras akun Alpantuni. "Tidak ada tempat bagi LGBT di Indonesia, sebab negara kita memang bukan negara agama, tapi negara yang memiliki agama. Semua kitab yang dibaca, Al Quran bagi muslim, Injil bagi Nasrani, dan Taurat bagi Yahudi, dan lain-lain melarang perkawinan sejenis."

Menjelang pemilu 2019, fobia terhadap LGBTQ semakin meningkat baik dari masyarakat maupun pemerintah. Beberapa daerah berencana atau malah telah mengesahkan perda yang secara eksplisit menolak keberadaan komunitas LGBTQ. Contohnya perda di Kota Depok, Payakumbuh, dan Kotawaringin Timur. Berbagai bentuk sweeping yang dilakukan organisasi masyarakat dan pemerintah dengan sengaja menyasar komunitas LGBTQ juga terjadi di sejumlah daerah.

Beberapa tahun belakangan, menyusul bangkitnya populisme dan konservatisme agama, komunitas LGBTQ menjadi target empuk diskriminasi dan persekusi. Hasil penelitian Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) menunjukkan kelompok transgender, terutama transperempuan, menjadi yang paling banyak mengalami stigma, diskriminasi, dan kekerasan berbasis orientasi seksual ataupun ekspresi gender. Penelitian atas pemberitaan di media daring sepanjang 2017 menemukan sedikitnya 973 korban persekusi semacam itu. Setelah dibedah lebih lanjut 715 orang, atau 73.86 persen di antaranya, adalah kelompok transgender.

Peneliti dari Human Rights Watch Andreas Harsono mengatakan akun Alpantuni menggambarkan problematika yang dihadapi komunitas gay di negara macam Indonesia dan Malaysia. Di kedua negara itu, komunitas LGBTQ tak jarang harus menyembunyikan identitas seksual mereka, semata demi menghindari persekusi dan diskriminasi.

"Akun tersebut menggambarkan masalah-masalah yang dihadapi oleh individu gay di Indonesia," kata Andreas kepada VICE. "Bukan rahasia lagi bahwa banyak individu dari komunitas LGBTQ yang ditangkap, digerebek, dan dipenjara."

Pada akhirnya komunitas LGBTQ hanya bisa mengandalkan diri mereka sendiri dan orang-orang yang peduli. Pemerintah secara sadar menempatkan mereka sebagai warga negara kelas dua yang tak memiliki kedudukan di mata hukum, bahkan hak berekspresi. Termasuk, untuk sekedar mengekspresikan kegelisahan mereka lewat medium komik.