Polemik dugaan penghinaan simbol Islam dalam game Fortnite yang digemakan Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir, menjalar ke Indonesia. Game ini tengah dituding menyebarkan kebencian karena memuat adegan penghancuran bangunan kotak menyerupai Ka’bah.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno baru saja merespons menyatakan game Fortnite harus dilarang, agar tidak dimainkan anak-anak Indonesia. Alasannya, karena bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan dan berpotensi menista agama. Kenapa Pak Sandi perlu berkomentar? Ya, karena beliau dan semangat anti-penistaan agama emang cukup akrab.
Videos by VICE
“Lima kali sehari minimal kita menghadap Ka’bah, dari mana pun kita di dunia, untuk menunaikan salat wajib atau salat sunah. Dan di game ini saya diberi tahu bahwa ada ikon yang dinilai mirip Ka’bah yang harus dihancurkan untuk mendapatkan senjata baru dan naik ke level selanjutnya,” kata Sandiaga, dilansir Detik.
“Ini yang menurut saya sangat bertentangan dengan nilai-nilai luhur, terutama dari segi keagamaan, termasuk kerukunan beragama. Ini suatu hal yang sangat sensitif,” tambahnya. Lewat media sosialnya, ia mengatakan telah meminta jajarannya melarang game ini. Wait, bukannya ini ranah Kominfo?
Universitas Al-Azhar pada akhir Juni 2021 mengeluarkan pernyataan resmi memprotes adegan bermasalah tersebut di game Fortnite. Mereka menilai adegan penghancuran bangunan mirip Ka’bah tersebut bisa memengaruhi kepercayaan anak muda sekaligus meremehkan kesucian bangunan sakral umat Islam.
“Kami mengingatkan untuk tidak memainkan game elektronik yang mendominasi pikiran anak muda, mengganggu mereka dari tugas dasar menimba ilmu atau bekerja, dan mengunci mereka di dunia virtual yang jauh dari realitas, sembari ditanamkan kebencian yang merugikan diri sendiri dan orang lain,” tulis pihak Al-Azhar, dikutip Middle East Monitor.
Fortnite sendiri segera membuat klarifikasi bahwa adegan penghancuran bangunan mirip Ka’bah ini termasuk dalam mode creative yang dibuat individu, bukan oleh tim developer. Buat memahami apa mode creative ini, kami bertanya kepada Ardi, pemain Fortnite berusia 20 tahun asal Yogyakarta.
“Fortnite itu ada tiga kategori. Basic-nya adalah battle royale, yaitu kita bertahan hidup di antara 100 orang. Lalu, kedua, ada save the world yang memainkan petualangan sesuai narasi cerita, dan ketiga, mode creative. Nah, di creative itu semua orang bisa bikin game sesuka hati mereka. Untuk masuk ke suatu game di mode creative, biasanya ada permintaan agar kita masukin kode tertentu. Mode ‘penghancuran Ka’bah’ ini sudah pasti adalah mode creative, bisa dibuat siapa pun. Jadi, menurutku yang ngehe ini emang si creator-nya,” kata Ardi kepada VICE.
“Harusnya dari pihak Fortnite ada kurasi gitu untuk filtering mode yang bisa dibuat. After all, semua game ada potensi melecehkannya, ada baik dan buruknya. Cuma, semoga jajaran kementerian emang bener-bener riset, jadi enggak serta-merta ngeblok karena ada orang yang mungkin hidup dari situ, atau mungkin cuma punya teman dari game itu,” tambah Ardi.
Sementara Hisar, pemain Fortnite berusia 25 tahun di Jakarta, mengaku respons pemerintah berlebihan. “Main blokir itu terlalu ekstrem ya, soalnya Fortnite sendiri banyak penggemarnya di sini. Masalah itu Ka’bah atau bukan, ada banyak peluang objek-objek di game menyerupai sesuatu, tapi bukan berarti merepresentasikan objek spesifik. Alangkah baiknya cross-check dulu ke developer,” ujar Hisar kepada VICE.
Polemik game populer di Indonesia yang mengarah pada pelarangan pernah terjadi di Aceh. Pada Juni 2019, PUBG diharamkan oleh Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh pada Juni 2019.
Alasannya kurang lebih sama kayak protes ke Fortnite ini. Sebab, ada bangunan menyerupai Ka’bah dalam game sehingga dianggap menghina simbol sakral. Game ini juga dianggap ulama Aceh penuh unsur kekerasan dan peperangan.
“Jadi, sangat layak di Aceh sebagai negeri syariat ini, pelaku yang melakukan tindakan haram yang dilarang di dalam agama Islam, sangat layak diseret diberi sanksi untuk dihukum cambuk sesuai aturan yang berlaku di Aceh,” ujar Ketua MPU Kabupaten Aceh Barat Teungku Abdurrani Adian dilansir Kumparan. “Meski belum ada penerapan sanksi, namun bagi seorang muslim, apabila masih terus memainkan game tersebut, tentu mereka akan berdosa.”