The VICE Guide to Right Now

Rusa di Thailand Mati dengan 7 Kg Sampah dalam Perutnya

Perutnya penuh kantong sampah, bungkus mi instan, dan pakaian dalam.
Kiri gambar bangkai rusa, kanan gambar sampah yang ada di dalam perut rusa sudah mati
(Kiri) Bangkai rusa. (Kanan) Tumpukan sampah yang dikeluarkan dari perut rusa. Foto: AFP Photo/Office of Protected Area Region 13.

Kita tak bisa memungkiri permasalahan sampah di dunia sudah sangat serius, dan telah memengaruhi banyak kehidupan di Bumi. Bukti nyatanya bisa dilihat dalam beberapa tahun terakhir. Tak sedikit hewan-hewan tidak bersalah mati dengan perut penuh sampah plastik. Contoh terbarunya adalah tujuh kilo sampah yang ditemukan dalam perut bangkai rusa liar di Thailand.

BBC melaporkan penyebab kematiannya masih diselidiki, tetapi rusa tersebut diduga mati karena saluran pencernaan tersumbat sampah.

Iklan

“Rusa tersebut tampaknya sudah lama memakan sampah plastik sebelum mati,” Kriangsak Thanompun selaku direktur Taman Nasional, Margasatwa dan Departemen Konservasi Tanaman memberi tahu BBC.

1575017020022-000_1ML088

AFP PHOTO / OFFICE OF PROTECTED AREA REGION 13

Perut bangkai rusa jantan 10 tahun itu penuh sarung tangan karet, handuk kecil, kantong sampah, bungkus mi instan dan pakaian dalam. Bangkainya ditemukan oleh petugas patroli Taman Nasional Khun Sathan di distrik Na Noi utara yang berjarak 630 kilometer dari Bangkok.

Menurut Greenpeace, Thailand adalah salah satu negara konsumen kantong plastik terbesar di dunia. Sekitar 75 miliar kantong plastik dibuang setiap tahunnya.

Setiap orang Thailand diperkirakan membuang 3.000 sampah plastik sekali pakai per tahun. Studi yang diterbitkan Pusat Intelijen Ekonomi Siam Commercial Bank menunjukkan Negeri Gajah Putih menempati urutan keenam sebagai negara yang paling sering membuang sampah ke laut.

1575017056050-Handout-Office-of-Protected-Area-Region-13-AFP-1

AFP PHOTO / OFFICE OF PROTECTED AREA REGION 13

Tiga bulan sebelumnya, seekor bayi dugong bernama Mariam mati akibat sampah plastik di perutnya.

Pemerintah Thailand berupaya menyelesaikan masalah sampah plastik ini. Sejumlah pengecer dan toserba besar di sana telah berjanji menghentikan penyediaan kantong plastik secara keseluruhan pada 2020. Dalam dua tahun ke depan, pejabat negara juga berencana melarang empat jenis wadah plastik sekali pakai — seperti kantong plastik tipis, wadah styrofoam, cangkir plastik dan sedotan plastik.

Kebijakan ini seharusnya dilakukan sejak dulu. Pada Rabu, sekelompok peneliti menerbitkan artikel tanggapan dalam jurnal Nature. Mereka memperingatkan lebih dari setengah sistem lingkungan di Bumi mengalami kerusakan yang tak dapat diperbaiki. Para peneliti mengatakan sekali titik krisisnya terlampaui (seperti hilangnya hutan hujan Amazon), maka hancurlah semuanya. Hal ini akan menyebabkan kerusakan ekosistem dan menciptakan “efek rumah kaca” hingga daerah di beberapa bagian dunia tak layak dihuni.

Iklan
1575017090070-000_1ML08E

AFP PHOTO / OFFICE OF PROTECTED AREA REGION 13

Kalian mungkin berpikir gelas plastik dari es kopi susu yang kalian beli setiap harinya tidak berperan dalam masalah ini. Maaf-maaf saja, nih, penelitian berkata sebaliknya. Studi terbitan Pusat Hukum Lingkungan Internasional menjelaskan seluruh siklus wadah plastik sekali pakai—mulai dari produksi, penggunaan hingga pembuangannya—berkontribusi pada emisi gas rumah kaca.

Zat kimia beracun yang dilepas selama proses produksi dan pembuangan sembarangan dapat meningkatkan emisi karbon dioksida tahunan hingga 2,75 miliar ton pada 2050.

Jadi, mau tunggu apalagi? Tak cukupkah binatang dikorbankan oleh ulah manusia? Atau baru akan sadar nanti setelah Bumi benar-benar sudah rusak?

Follow Aditya di Instagram.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE ASIA.