Kekerasan Seksual

Lecehkan Mahasiswa, Dosen UNRI Coba Mencium Pakai Dalih Korban Seperti Anak Sendiri

Saat melapor, korban ditertawakan kepala jurusan HI. Respons intimidatif kajur mendorong korban merilis video ke medsos. Kasus di Riau ini menunjukkan panduan Kemdikbudristek belum ditaati kampus.
Dugaan pelecehan seksual dosen HI UNRI Riau Viral di media sosial
Foto hanya ilustrasi, diambil dari momen unjuk rasa di Jakarta menuntut pemerintah mengesahkan RUU PKS pada 2016. Foto oleh Donal Husni/NurPhoto via Getty Images

Daftar korban pelecehan seksual di perguruan tinggi Indonesia bertambah. Seorang mahasiswi jurusan Hubungan Internasional (HI) Universitas Riau (Unri) mengambil langkah berani, dengan membahas terbuka pelecehan seksual yang menimpanya. Ia menyebut pelaku adalah dosen pembimbing proposal skripsinya, berinisial SH. Peristiwa traumatis tersebut terjadi pada 27 Oktober 2021.

Iklan

Kronologi peristiwa itu diceritakan korban lewat video yang diunggah media sosial Korps Mahasiswa HI (Komahi) Unri pada 4 November. Kenapa mengadu ke media sosial ada alasannya, kami jelaskan nanti. Hanya dalam sehari, postingan itu ditonton lebih dari sejuta kali di Instagram dan hampir 700 ribu kali di Twitter.

Unri segera jadi sorotan. Pertanyaan publik: apakah aturan penanganan kekerasan seksual di kampus yang baru saja diterbitkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim akan benar-benar dilaksanakan kampus?

Kami coba merangkum kronologi dari video itu, dengan peringatan bahwa cerita ini bisa memicu ketidaknyamanan dan trauma.

Korban menceritakan, pada 27 Oktober jam setengah satu siang, ia menemui SH untuk melakukan bimbingan proposal skripsi di ruangan dekan FISIP Unri. Hanya ada ia dan pelaku di sana. Di awal bimbingan, pelaku membuat korban tidak nyaman dengan menanyakan beberapa pertanyaan personal, bahkan mengucap “I love you” kepada korban.

“Setelah bimbingan proposal selesai, saya hendak berpamitan dengan Bapak SH. Ketika saya hendak salim, beliau langsung menggenggam kedua bahu saya, mendekatkan badannya ke diri saya, lalu beliau menggenggam kepala saya dengan kedua tangannya,” kata korban dalam video.

Iklan

“Setelah itu ia mencium pipi sebelah kiri saya dan mencium kening saya. Saya sangat ketakutan dan langsung menundukkan kepala saya. Namun, Bapak SH segera mendongakkan kepala saya dan berkata ‘Mana bibir, mana bibir?’ yang membuat saya terhina. Badan saya lemas, saya ketakutan.”

Korban lantas mendorong SH dan buru-buru meninggalkan ruangan.

Aksi biadab SH sudah korban laporkan ke seorang dosen lain. Korban meminta dosen tersebut menemaninya menemui Ketua Jurusan HI Unri, Tri Joko Waluyo, dengan tujuan melaporkan kasus sekaligus meminta pergantian pembimbing proposal. Namun, di hari pertemuan dengan si ketua jurusan, dosen yang diminta mendampingi malah meminta bertemu dulu dengan korban di kedai kopi.

“Di sana [kedai kopi], ia melakukan penekanan-penekanan kepada saya untuk tidak memberi tahu ketua jurusan tentang kasus ini. Ia mengancam saya dengan kata-kata seperti, ‘Jangan karena kasus ini, Bapak SH nanti bercerai dengan istrinya.’ Dia juga menegaskan saya hanya disuruh bersabar saja tanpa perlu mempermasalahkan kasus pelecehan seksual yang sangat besar yang telah menimpa saya ini,” cerita korban dalam video.

Rasa marah korban jadi memuncak, mendapati dosen yang ia percayai malah menyuruhnya diam. Dalam pertemuan dengan Ketua Jurusan, ia juga mengaku disalahkan atas pelecehan seksual yang menimpanya. Selain ditekan untuk tidak membicarakan kasusnya, si dosen dan ketua jurusan menyatakan bahwa SH melakukan pelecehan itu karena kekhilafan, bukan kebiasaan.

Iklan

“Mereka berdua [dosen dan Ketua Jurusan] tertawa di depan saya yang telah mengalami pelecehan seksual yang mereka sendiri tidak rasakan bagaimana sakitnya, pedihnya, merasa harga diri diinjak-injak oleh perlakuan tersebut,” ujar korban. “Saya merasa tidak ada perlindungan dan kepedulian dari pihak jurusan dan ada beberapa pihak yang mencoba melindungi Bapak SH.”

Dari sana, korban terkena intimidasi lanjutan setelah SH mencoba menghubunginya berkali-kali menggunakan nomor baru. Karena korban tak merespons, SH berupaya menghubungi keluarga korban melalui seorang perantara. Kepada keluarga korban, perantara ini mengatakan bahwa ciuman SH layaknya ciuman orang tua kepada mahasiswa yang sudah dianggap seperti anak sendiri. “Keluarga saya membantah dan memarahi si perantara, mengatakan bahwa kalau memang [dianggap] anak, kenapa harus [ada kata-kata] ‘minta bibir’.”

Kasus ini jadi kenyataan ironis karena baru akhir Oktober lalu Nadiem Makarim menerbitkan Peraturan Mendikbudristek 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Beleid ini diharapkan dapat menjadi prosedur penanganan kasus kekerasan seksual di berbagai kampus, agar sistem bisa melindungi korban sembari mengadili pelaku.

Iklan

Pasal 10 Peraturan Menteri ini, contohnya, menyebut perguruan tinggi wajib melakukan penanganan seksual melalui pendampingan, perlindungan, pengenaan sanksi administratif, dan pemulihan korban. Sementara, pelaku akan diberhentikan sementara atau dipecat.

“Peraturan tersebut mengatur hal-hal yang sebelumnya tidak diatur secara spesifik sehingga menyebabkan kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi selama ini tidak tertangani sebagaimana mestinya,” kata Plt. Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemdikbudristek Anang kepada Tirto

Mendengar cerita korban pelecehan seksual di Unri ini, tak ada bagian-bagian dari Permendikbud yang dilakukan Ketua Jurusan HI Unri dalam memperlakukan korban dan pelaku sesuai aturan. Seharusnya, ini jadi saat paling tepat dari pemerintah dan Unri untuk mempertontonkan penggunaan beleid baru demi membuktikan keseriusan negara menghapus kasus kekerasan seksual di kampus yang terus terjadi.

Kasus kekerasan seksual di kampus terus terjadi, yang terlapor hanyalah puncak dari gunung es. Pada 2019, VICE bersama Tirto dan The Jakarta Post menginisiasi kolaborasi #NamaBaikKampus dengan menyebar formulir testimoni pada Februari-Maret 2019. Kami menemukan laporan 174 kasus kekerasan seksual yang berhubungan dengan institusi perguruan tinggi tersebar di 29 kota dan 79 perguruan tinggi. Pelaku kekerasan seksual mulai dari dosen, mahasiswa, staf, pastor, warga di lokasi KKN, hingga dokter di klinik kampus.

“Saya mengharapkan untuk semua wanita di luar sana. Siapa pun kalian yang mengalami pelecehan seksual di lingkungan kampus. Saya berharap kamu kuat, saya berharap kamu speak up, memberi tahu apa perlakuan keji yang mereka lakukan kepada diri kamu. Saya harap kalian berani,” tutup korban pelecehan seksual di Unri dalam videonya.