FYI.

This story is over 5 years old.

Kekerasan Seksual

Situsweb Ini Melacak Tuduhan Pelecehan Seksual Sosok di Balik Sebuah Film

Karena industri film dipenuhi predator seksual, hampir mustahil mengingat setiap tuduhan. Situsweb Rotten Apples telah mengubah hal itu.
Dicuplik dari Rotten Apples

Artikel ini pertama kali tayang di Broadly Maraknya kasus pelecehan dan kekerasan seksual di dunia perfilman membuat semua orang bertanya-tanya apakah mereka bisa dan harus memisahkan sang seniman dari karya seni mereka. Sebuah situsweb hadir untuk memudahkan orang-orang yang memutuskan untuk tidak memisahkan keduanya (dan orang-orang yang penasaran dengan film-film yang terlibat kasus): Rotten Apples. Situsweb ini merupakan database online di mana orang-orang bisa mencari judul film tertentu dan memeriksa apakah film tersebut terlibat kasus pelecehan atau kekerasan seksual. Ide membuat situsweb tersebut muncul setelah kasus Harvey Weinstein, saat empat kolega di agensi iklan Zambezi, Los Angeles, pergi minum-minum. “Kami menyadari ada efek bola salju yang terjadi, dan sekarang sulit melacak semua nama yang kena kasus,” ujar Tal Wagman, salah satu kreator situsweb itu, pada Broadly. “Kami pikir bakal bagus kalau ada alat sederhana yang bisa membantu orang-orang mengakses informasi tersebut.” Situsweb itu, yang baru live selama seminggu, bekerja layaknya mesin pencari. Pengguna dapat mengetik sebuah judul film, pencet enter, dan mengetahui apakah hanya terdapat “fresh apples” di balik film tersebut, ataukah ada “rotten apples” yang terlibat. “Rotten apples” mengklasifikasi anggota kasting, penulis naskah, produser eksekutif, atau sutradara atau kreator yang pernah menghadapi tuntutan pelecehan atau kekerasan seksual, namun hanya jika laporan tersebut datang dari sumber yang dianggap “pihak ketiga yang terpercaya.” Film-film dengan “rotten apples” alias apel busuk menunjukkan daftar semua pelaku dengan tautan pada kasus mereka. Pengguna juga diberikan pilihan untuk mendaftarkan nama-nama yang menurut mereka berada pada kategori yang keliru. Sejak Rotten Apples diluncurkan, Justice Erolin, yang berperan mengkoding situsweb tersebut, berkata bahwa reaksi pengguna dan orang-orang membuatnya “kewalahan” dalam hal data dan sentimen. Setelah seminggu, situsweb tersebut telah digunakan untuk 3 juta pencarian.

Iklan

Baca juga artikel VICE lain yang membahas tentang kekerasan seksual

Meski komentar Facebook dan media cenderung positif, Bekah Nutt, yang mengerjakan UX situsweb tersebut, berkata bahwa bagian yang paling menakjubkan dari peluncuran mereka adalah menyaksikan perdebatan soal apa yang perlu dilakukan dengan infromasi yang tersedia. Rotten Apples bersikeras bahwa mereka tidak mencoba memberi tahu apa yang harus orang-orang lakukan dengan informasi tersebut atau mendorong mereka untuk menentang sebuah produksi tertentu. “Tujuan situsweb ini adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat soal betapa menjalar dan mendarah dagingnya pelecehan dan kekerasan seksual dalam industri film dan televisi, dan supaya konsumsi media yang etis lebih mudah dicapai,” bunyi situs tersebut. “Kami, sama sekali, tidak bermaksud mengutuk atau memboikot proyek tertentu.”

Tak ada keraguan bahwa meski Hollywood tak kekurangan laki-laki brengsek, perlu diingat bahwa banyak pula seniman dan aktor yang merupakan korban, yang telah melimpahkan tenaga dan hati mereka dalam film-film tersebut. Nuansa seperti ini tampak jelas dalam tulisan Salma Hayek baru-baru ini di New York Times, di mana dia mengingat kembali pengalamannya dilecehkan Harvey Weinstein dalam proses pembuatan Frida, film yang dia anggap sebagai ambisi terbesarnya. “Ada banyak orang, termasuk korban, yang bertanggung jawab untuk mengeluarkan karya bagus, dan kami enggak mau hal ini merusak karir orang-orang yang tidak bersalah,” ujar Wagman. Saat saya berusaha mencoba situsweb tersebut, film pertama yang terpikir adalah Fantastic Beasts and Where to Find Them, karena saya baru saja membaca kabar soal kontroversi seputar pilihan JK Rowling untuk memertahankan Johnny Depp untuk serial kedua. Ternyata, situsweb tersebut menunjukkan bahwa film tersebut bersih, alias “fresh apples.” Saat saya menanyakan hal ini pada kreatornya, saya mengetahui bahwa Rotten Apples fokus hanya pada pelanggaran seksual dan tidak mencakup kekerasan dalam rumah tangga yang tidak bersifat seksual. “Saya rasa, bukannya kami dengan sengaja mengabaikannya,” ujar Erolin. “Kami percaya itu juga merupakan pelanggaran yang tidak bisa diterima, tapi memang bukan tujuan dari situsweb ini.” Wagner bilang bahwa tujuan situsweb ini—di samping menyorot betapa menjalarnya pelecehan dan kekerasan seksual di tempat kerja—adalah untuk bergabung dengan momentum di mana orang-orang membicarakan soal pelecehan dan kekerasan seksual di Amerika. “Sebagian dari yang kami ingin lakukan adalah mencoba bercermin pada masyarakat,” ujarnya. “Untuk alasan apapun, seburuk apapun KDRT—dan itu buruk banget—orang-orang yang jelas pelaku KDRT dapat terus melanjutkan kerja.”
Karena jawaban terakhirnya itu tampak seperti alasan lebih lanjut mengapa mereka sebaiknya mencakup pelaku KDRT dalam situsweb, saya bertanya apakah di masa depan Rotten Apples akan menambahkan hal itu. “Saya rasa apapun bisa didiskusikan sebagaimana hal apapun pada situsweb kami,” ujar Nutt. “Kami selalu tertarik untuk mendengar masukan orang dan mengetahui apa yang dipikirkan masyarakat. Situsweb ini masih berevolusi.” Untuk sementara waktu, grup ini fokus pada pengalaman pengguna dan, sesederhana, menjalankan situsweb tersebut. “Saya sebenarnya sudah terkejut soal berapa banyak orang yang tertarik pada situsweb ini,” ujar Nutt. “Orang-orang enggak mau hal ini menjadi normal. Mereka enggak mau ini hanya menjadi topik yang dianggap lalu dalam siklus berita.”