Surat Keputusan Bersama Tiga Kementerian, atau biasa dijuluki ‘SKB 3 Menteri’, mengenai larangan mewajibkan atribut keagamaan tertentu pada pelajar sekolah negeri, menuai perlawanan balik. Sejumlah lembaga dan ormas menolaknya. Bahkan Wali Kota Pariaman, Sumatera Barat, awal pekan ini menyatakan tak bersedia memberlakukan SKB tersebut di wilayahnya.
Wali Kota Pariaman, Genius Umar, merasa punya alasan masuk akal kenapa ia harus menolak SKB tersebut. Ia menilai, pewajiban seragam keagamaan di wilayah Pariaman selama ini tak pernah menuai masalah.
Videos by VICE
“Tapi fakta di lapangan, semua peserta didik sudah dengan kesadaran sendiri memakai seragam yang identik dengan Islam karena memang mayoritas penduduk di Pariaman adalah pemeluk Islam,” kata Genius kemarin (16/2) dikutip Detik. Ia juga mempertanyakan potensi masalah jika SKB diterapkan ke sekolah agama, sekalipun SKB itu sebetulnya sudah tegas ditujukan untuk sekolah negeri yang dibiayai pajak.
“Kalau kebijakan ini kita terapkan, bagaimana sekolah-sekolah agama yang ada, seperti SDIT atau yang lainnya? [Kita] tidak akan menerapkan aturan tersebut di Kota Pariaman,” tambahnya. Ia berencana menyurati Mendikbud untuk memprotes SKB tersebut.
Sikap Genius didukung oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Pariaman Syofyan Jamal. “Apa yang dikatakan oleh Pak Genius Umar itu sudah benar,” ujarnya, dikutip Kumparan, “Tetaplah melaksanakan ajaran agama sesuai dengan keyakinan masing-masing, dan bagi umat muslim jangan pula dibuka jilbab yang telah biasa dipakai hanya karena adanya aturan dari SKB 3 Menteri.”
Pada 3 Februari lalu, Mendikbud Nadiem Makarim mengumumkan surat keputusan bersama (SKB) yang diteken dengan dua menteri lain, Mendagri Tito Karnavian dan Menag Yaqut Cholil Qoumas. Isinya melarang sekolah dan pemerintah daerah mewajibkan maupun melarang pemakaian seragam kekhususan keagamaan pada guru, murid, dan wali murid di sekolah negeri.
SKB ini lahir sebagai respons terhadap kasus pelajar beragama Kristen di SMKN 2 Padang, Sumatera Barat, yang secara halus dipaksa berjilbab oleh sekolah. Pada 21 Januari 2021, orang tua siswa tersebut mengadu ke media sosial, memicu protes besar dari warganet atas yang diskriminatif, padahal sekolah negeri dibiayai pajak masyarakat dari berbagai agama.
Menilik pernyataan Genius dan Syofyan, tampaknya kita harus bertanya-tanya: mereka beneran udah baca isi SKB-nya belum sih? Habis, kalau SDIT dipertanyakan bakal gimana, ya enggak gimana-gimana karena SKB cuma ngatur sekolah negeri sementara SDIT itu swasta.
Selain itu, sekolah negeri di Aceh juga dikecualikan dari aturan ini. Terus, kalau rajin baca berita, gampang kok menemukan informasi sejak Kamis pekan lalu (11/2), Dirjen PAUD Dikdasmen Kemendikbud Jumeri sudah menegaskan sekolah agama di bawah Kementerian Agama juga enggak dikenakan aturan SKB ini.
“SKB tidak mengatur sekolah-sekolah di bawah kewenangan Kementerian Agama, seperti madrasah, atau sekolah agama Hindu. tapi untuk mengatur sekolah di bawah naungan pemda dan kewenangan Kemendikbud,” demikian keterangan Jumeri, seperti dikutip Tempo.
Mau progresif kayak gimana pun, Genius tetap abdi negara. Sikap keras kepalanya segera berbuah teguran dari Kemendagri. Hari ini Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik mengatakan kepada wartawan, ia telah menegur Genius secara lisan via telepon.
“Tugasnya kepala daerah adalah mentaati seluruh peraturan perundang-undangan. SKB 3 Menteri adalah peraturan perundang-undangan,” kata Akmal dalam konferensi pers di Kemendagri, seperti dilansir Tribunnews. Sedangkan Kemendikbud sudah buka suara mengingatkan sanksi berjenjang bagi pejabat yang menolak melaksanakan SKB ini.
Protes pihak yang kontra SKB 3 Menteri terlanjur bergulir jauh. Sebelum Genius memberi pernyataan, MUI Sumatera Barat sudah duluan ngumpulin ormas, tokoh, dinas pendidikan, dan mantan wali kota buat menyatukan suara mereka menolak SKB seragam. Hadir di sana Plt. Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat Solsafad dan eks wali kota Padang Fauzi Bahar. Nama yang disebut terakhir ini, semasa memimpin Padang, pernah bikin perda pewajiban pakaian muslim untuk anak sekolah.
“Itu bukan penyelesaian tapi bagaikan menembak pipit dengan meriam. Tuan-tuan sebenarnya bukannya menjaga sendi-sendi keberagaman, tapi malah membuat kupak-kupak [rusak] tatanan keharmonisan dan kedamaian sesama anak bangsa,” sebut Ketua MUI Sumbar Gusrizal Gazahar saat itu, dikutip Minangkabau News. Ia juga menekankan, laki-laki Minang wajib bertanggung jawab menjaga kehormatan bundo kanduang, istilah yang merujuk pada perempuan Minang.
Sejak awal Gusrizal termasuk pihak yang mengecilkan kasus intoleransi di SMKN 2 Padang. Sebelum SKB keluar, ia sudah menyatakan kasus ini cuma tabir untuk maksud lain. “Saya melihat ada tokoh-tokoh di Jakarta yang begitu gampang menuduh ini anti-kebinekaan, intoleran. Pertanyaannya, apakah mereka sudah mendengarkan kronologisnya?” ujar Gusrizal pada 25 Januari, dilansir Antara. “Coba buktikan orang yang menuduh ini [kasus SMKN 2 Padang] pemaksaan. Jadi saya melihat ini bukan hanya perkara SMK saja, ini ada masalah lain yang ditujukan ke Sumatera Barat.”
Rasa enggan kepada SKB ini juga ditunjukkan Dewan Pimpinan Pusat MUI. Dalam rilis pers pada 13 Februari yang ditandatangani Ketua Umum MUI Miftakhul Akhyar, organisasi ini berpendapat SKB harus direvisi agar sekolah tetap boleh “pengaturan positif” berupa anjuran seragam keagamaan kepada siswa.
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumbar dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah sejauh ini nampak berbeda sikap bisa beda sikap. PP Muhammadiyah menyatakan tak ada masalah dengan SKB 3 menteri tentang seragam ini. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama bahkan mendukung substansi aturan tersebut.
Melihat gelombang kontra yang datang, termasuk salah tangkap Walkot Pariaman yang gelisah SDIT bakal gimana nasibnya, tampaknya Kemendikbud dan Kemenag punya PR besar.
Kedua lembaga tersebut tentu perlu menyosialisasikan dengan lebih jelas perkara apa yang diatur SKB, sebelum tenggat 30 hari untuk mencabut semua aturan pewajiban dan pelarangan seragam kekhususan habis. Federasi Serikat Guru Indonesia sampai bilang, ada ortu yang khawatir anaknya di madrasah bakal dibebasin pakai jilbab atau enggak. Juga ada laporan ortu yang mikir jilbab jadi dilarang di sekolah.
Duh, pakaian perempuan urusannya sampai seribet ini ya.