Abu Bakar Ba’asyir resmi menghirup udara bebas pada Jumat (8/1), setelah menjalani hukuman penjara selama hampir 11 tahun. Menurut keterangan resmi yang diberikan oleh Kepala Bagian Humas Ditjen Pemasyarakatan Rika Aprianti kepada wartawan, Ba’asyir bebas pada pukul 05.30 WIB.
Terpidana kasus terorisme yang kini berusia 82 tahun itu dijemput pihak keluarga dan tim pengacaranya. Rika menyebut rombongan yang langsung menuju Sukohardjo, Jawa Tengah, tersebut turut dikawal oleh Densus 88 dan BNPT.
Videos by VICE
Waktu pembebasan Ba’asyir berbeda dengan jawaban yang diberikan Rika kepada para wartawan sehari sebelumnya. Saat itu, dia mengatakan Ba’asyir akan bebas pada jam kerja lapas yaitu antara pukul 08.00 sampai 16.00 WIB.
Spekulasi yang beredar, keterangan berbeda ini upaya lapas untuk menghindari adanya kerumunan orang yang ingin menyambutnya. Perjalanan dari penjara ke Sukohardjo melalui darat diperkirakan memakan waktu kurang lebih delapan jam.
Dibebaskannya Ba’asyir menuai pro dan kontra. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan HAM Mahfud MD menilai dia memiliki hak untuk bebas. “Itu hak ABB [Abu Bakar Ba’asyir] secara hukum untuk bebas murni sebab dia telah selesai menjalani hukumannya secara penuh,” ujarnya, kemudian menambahkan tak ada perlakuan istimewa yang diberikan kepada Ba’asyir.
Sementara, korban Bom Bali menanggapi pembebasan Ba’asyir dengan cukup khawatir. “Sebagai masyarakat saya sedikit was-was dengan keluarnya beliau karena apa yang dia lakukan sebelumnya,” ujar Theolina Marpaung selaku Sekretaris Paguyuban Korban Bom Bali.
“Rasa was-was itu juga tidak bisa saya pendam terus. Saya bawa juga dalam doa semoga beliau menjadi lebih baik lagi.”
Sama seperti mantan terpidana kasus terorisme lainnya, BNPT menegaskan Ba’asyir masih harus menjalani program deradikalisasi dan akan terus diawasi. Pihak Lapas mengatakan Ba’asyir selama ini berkelakuan baik sehingga mendapatkan berbagai remisi yang membuatnya hanya menjalani masa tahanan selama 11 tahun atau kurang dari vonis yang diberikan pengadilan yaitu 15 tahun.
Pada 2019, ia sempat mungkin dibebaskan, tetapi batal setelah menolak menandatangani dokumen setia kepada Indonesia dan Pancasila. Mengingat rekam jejak tersebut, Direktur Penegakan Hukum BNPT, Brigjen Polisi Eddy Hartono, bakal memastikan program deradikalisasi secara intensif terus dijalankan pada Ba’asyir.
“Kami sudah berkomunikasi dengan keluarga dan juga kepada Abu Bakar Ba’asyir, dan bersama-sama dengan stakeholder terkait, seperti lembaga pemasyarakatan, kemudian pihak Polri, dan Kementerian Agama,” kata Eddy lewat keterangan tertulis. “Kami berharap Abu Bakar Ba’asyir setelah bebas ini dapat memberikan dakwah yang damai, yang menyejukkan.”
Ba’asyir adalah pemimpin sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, di Jawa Tengah. Sang ulama dijatuhi hukuman karena dinyatakan terbukti terlibat memberikan pelatihan kepada kelompok teroris di Aceh dan mengumpulkan pendanaan untuk aktivitas teror.
Nama Ba’asyir juga disebut sebagai salah satu aktor intelektual di balik Bom Bali 2002 dan pengeboman hotel JW Marriot pada 2009. Hakim menyatakan sang ulama karismatik itu rutin mengajak masyarakat untuk tidak menghormati negara.
Saat diwawancarai VICE, bekas anggota Jamaah Islamiyah Nasir Abbas dengan tegas menyebut Ba’asyir sebagai ulama yang berpengaruh, serta memiliki posisi sebagai pimpinan di organisasi teror Asia Tenggara tersebut. Ba’asyir menjalin kontak dengan para mujahidin Afghanistan dan Pakistan sejak dekade 80-an.
Jaringan Jamaah Islamiyah tergolong cukup solid dan efisien. Jumlah anggotanya naik secara signifikan lewat rekrutmen di Pesantren Al Mukmin Ngruki, Solo, serta pondok Lukmanul Hakiem di Johor Baru, Malaysia. Dari dua pesantren itu, generasi baru mujahidin dididik, dengan materi penuh propaganda radikalisme.