Entertainment

Aku Sebal Kenapa Harus Ngefans Banget Sama ‘Game of Thrones’

Catatan: Kayaknya ada spoiler1 di tulisan ini. Bukan spoiler buku lho ya—plis deh, aku enggak setega itu—tapi spoiler serial teve. Seperti yang dibilang di Game of Thrones : “Thou hast been warnedeth, Ser Gregor!”

Ini hobiku belakangan: Nyanyi-nyanyi sendiri di permulaan episode Game of Thrones, lengkap sama efek bunyi-bunyiannya da-darrr DAHDAH DARR DARRR-nya. Sebisa mungkin suaraku harus menyamai vibrato di TV. Aku mencoba menyamakan suaraku dengan nada-nada opera saat kamera mengitari wilayah-wilayah di peta: dari Winterfell lewat Bravos. Lalu aku memperbesar volume suara, sementara layar menunjukkan mahkota disinari cahaya mentari Westeros. Aku menyanyikan setiap nada hingga akhir secara tepat sembari menghitung dengan jari, ding ding ding-a-ling ding ding-aling.

Aku juga hobi ngelakuin ini: Terengah-engah selama tiga, atau bahkan empat kali, selama episode terakhir season 6 untuk menghormati semua karakter yang mati. Waktu Tommen loncat dari jendela, aku terdiam kaku di sofa. Pas sadar dia benar-benar mati, baru deh aku ingat bernapas. Aku merinding sewaktu mereka mengangkat pedang mereka dan menobatkan Jon Snow sebagai King in the North. Ya gustiiiii akhirnya ya. Si ganteng.

Kebiasaanku yang lain: Aku bahkan enggak ada malu-malunya mengakui tab di browserku saat ini isinya pencarian buat: “Kok bisa Varys pergi dari Dorne ke Meereen secepat itu?” Soalnya, gimana bisa deh? Dia lagi di Dorne, jalan-jalan di antara pohon palem dan pembatas kayu, membuat rencana-rencana, terus aku sempat mikir: yeeeeeeeeeees Varys! My boy! Tapi kok 20 menit setelah itu dia udah nangkring di atas kapal bareng naga-naga berbuat onar di citadel.

Aku mikir: buseeeeeeeeeet, tapi juga gimana dia bisa terbang ke sana naik naga atau apalah, waktu tempuhnya enggak masuk akal samas, ini kenapa aku deg-degan sih? Ada tujuh orang yang bisa aja jadi zombi pas balik-balik, dan mengulang-ulang bahwa naga mungkin ada… tapi juga, ini apa-apaan deh? Kenapa cowok botak tanpa titit ini bisa balik ke kapal dalam waktu seinstan itu?

Jawabannya: semua kronologi peristiwa sering berantakan di GoT, dan bisa jadi mereka ke Dorne menjemputnya, seperti setiap ayah nungguin di parkiran tempat les pas kalian kecil dulu. Dan kalau kamu mau baca penjelasan topik ini lebih lanjut, silakan ke tautan berikut: “How did Varys travel between Dorne and Meereen so quickly?

Kadang-kadang aku ngelakun ini: aku demen nonton adegan Oberyn Martell mati berulang kali karena alasan-alasan yang sebenarnya tidak kupahami. Mungkin, karena rasanya mirip seperti mantengin Rotten.com zaman dulu, atau mainin permen karet. Kita tahu hobi kayak gini enggak bagus. Masalahnya, kamu juga enggak bisa berhenti. Rasanya kayak kecanduan.

Videos by VICE

Hobiku di kala senggang: Aku udah baca berbagai teori fans soal plot GoT di blog-blog.

Aku lalu mikir: Aku percaya banget bahwa Game of Thrones sebenarnya cerita buat manusia kutu buku. Karena aku ngefans banget, berarti aku juga kutu buku blangsak.

Aneh, ya, sebenarnya, karena kedua perasaan ini berbenturan. Di satu sisi, GoT dibuat untuk para nerd. Ibaratnya, orang yang suka serial ini masuk kategori nerd blangsak: status itu udah aku sebutkan, kan, di paragraf sebelumnya. Tapi di sisi lain: GoT adalah serial HBO yang cuma muncul sekali setiap generasi. Ini adalah The Sopranos-nya generasi millenials, The Wire-nya generasi kita, ini adalah serial teve yang dibabat habis sama orang-orang sepuluh tahun mendatang dan mereka bakal nanya sama kita—yang udah tua saat itu—”Kok bisa-bisanya nunggu tiap minggu setiap episode? Kalian ngapain selama sepuluh bulan di antara musim baru?” Kita akan menggerakkan kursi roda kita dan mnejawab: ada banyak banget alasan buat suka serial GoT goblog. Dan asupan budaya pop juga cukup rendah. GoT sangat berarti bagi banyak orang, namun di waktu bersamaan harus kita akui sebagai serial teve terbaik sekaligus terbusuk di planet ini.

Pertama-tama, ayo kita obrolin sisi terbaik serial TV satu ini: karakter-karakter di ceritanya meraih sukses karena berkali-kali menghunuskan pedang, atay menusuk orang-orang dengan pedang itu, atay mati dengan cara baik di mana darah keluar dari mulut mereka. Inti cerita serial teve ini adalah keluarga baik-baik (si Stark) dikalahkan keluarga jahat (Lannister). Konflik dua keluarga tadi menyebar, lalu menjadi jalinan cerita yang lebih gelap, lebih lengket, dan secara moral lebih sulit dipegang. Jaime jadi orang yang mendapat simpati penonton ketika dia akhirnya nambah teman. Arya menjadi pembunuh berdarah dingin dan dikuasai dendam kesumat, setelah menghabiskan dua musim mencuci mayat dan dirisak sebagai cewek bermulut aneh. Sansa mengalami periode gothik dan menjadi orang yang dingin dan tegar, setelah semua anjingnya mati.

Pada dasarnya, yang aku rasa membuat cerita GoT bikin penontonnya kompulsif adalah pengandaian atas momen-momen tertentu: apa yang akan terjadi kalau aku hidup di masa itu ya? Apakah aku bisa meraih tahta atau membusuk di selokan?

Ini imajinasiku: seandainya hidup di Westeros, aku paling cuma jadi pelawak yang dipenggal setelah mengatakan lelucon jahat soal babi kesayangan warga kota. Sebagian besar dari kita—artinya penonton serial ini—pasti jadi rakyat jelata. Udah bagus jadi pemain sampingan yang mati karena kurang persiapan di medan perang atas perintah Lord atau Lady yang lebih berkuasa. GoT setidaknya mengizinkan kita untuk berpikir bahwa—dengan kelihaian cukup, dan kemampuan berkhianat, serta pilihan bersekutu dengan orang-orang yang tepat dan berdiri ajeg saat badai dan berkata hal-hal aneh seperti, “MY LADY OF THE VALE, YOU MUST BE PREPARED FOR THE MARCH OF THE DOTHRAKI”2—bisa saja kita berhasil bertahan hidup. Semua faktor tadi, dengan bantuan arah angin, bisa membuat kita memenangkan permainannya. Permainan tahta.

Nah, berikut faktor paling busuk dari GoT: serial tv ini disebut Game of Thrones dan game-nya ini adalah perebutan tahta antara Raja-raja dan Ratu-ratu di wilayah yang disebut Westeros. Duh, basi deh! Klise abis ceritanya. Bahkan kalaupun kamu fans berat GoT, coba deh pikirin: Basi banget enggak sih premis utama ceritanya? Nih, ada kutipan dari serial tevenya soal permainan yang paling penting: “Ketika kamu memainkan game of thrones, kamu menang……………… atau mati.” Nih ada Cersei ngomong gitu di video di bawah ini:

Tambahan: orang-orang di utara sebenernya hepi-hepi aja, tapi abis itu mereka inget karena mereka dari utara sebaiknya mereka enggak hepi-hepi banget. Jadi mereka suka galau sendiri, memandang langit atau kejauhan di mana zombie-zombie hidup, dan bilang “winter is coming”; ada secercah emosional, di mana ternyata karakter kegemaran semua orang adalah cowok berbadan raksasa yang hanya bisa mengutarakan satu kata, dan kematiannya diikuti oleh rangkaian peristiwa ganjil kayak makhluk peri-perian bisa keluar dari pohon dan melemparkan bom granat di lorong-lorongnya. Tak cuma itu. Ini deretan peristiwa absurd lainnya, yang terhitung aneh, bahkan untuk ukuran cerita fantasi.

Jerome dari Robson & Jerome ada di situ; Charles Dance mati pas duduk, seperti Elvis; sebagian besar aksen serial ini antara Irlandia atau Geordie; seorang penyihir membuat Jon Snow hidup kembali dari kematian, tapi dia udah uzur dan sering mandi; pernikahan-pernikahan memiliki tingkat kematian lebih tinggi daripada di Hollyoaks; persentase cowok-cowok utama di serial ini tititnya udahd potong; konsep anjing amat penting, entah kenapa; tidak ada yang membunuh Robin Arryn sejauh ini; salah satu karakternya disebut “Hot Pie”; ada sekelompok remaja pembunuh disebut “The Sand Snakes,” yang terdengar lebih seperti era B*Witched versi KW daripada cewek-cewek mengasah pisau-pisau mereka, dan bilang “you need the bad pussy“; ada cowok Prancis yang ngomong hanya dengan panggilan orang ketiga dan bisa mengenakan wajah siapapun seperti masker berkat ilmu gaib dari tuhan yang asu; semua orang seneng banget saling menusuk tapi bisa juga menaruh hormat pada sistem monarki yang ngaco ini; untuk alasan tertentu persentase tinggi pohon-pohon di serial ini bisa menangis darah; Petyr Baelish licin banget menipu sana-sini di Westeros tapi belum ada—tak sekalipun—yang mencoba menusuknya; terkadang sesuatu yang baik akan terjadi di serial ini dan bakal seru banget tapi adaaaa aja netizen yang bilang “EH ITU KAN GA ADA DI BUKU.” Ngerti kan? Ngerti lah. GoT adalah serial teve terbaik saat ini, tapi juga yang terburuk di dunia.

Ada sesuatu yang selalu tidak masuk akal tentang obsesi kita serius banget mikirin cerita fantasi dalam lanskap GoT . Kurasa ketidaknyamanan yang kurasakan dari mencintai sekaligus membenci Game of Thrones dipicu fakta kita semua terpaksa jadi kutu buku.

Tindakan menjadi “nerd”—dalam pengertian modern dan bukan pengertian sekolah menengah atas—pada dasarnya adalah “menyukai sesuatu secara tulus.” Semasa SMA, yang perlu kamu lakukan agar masuk klasifikasi kutu buku adalah unggul sepuluh atau 15 poin dalam tes IQ dibandingkan populasi teman seangkatan. Kamu perlu melihat Star Wars lebih sering daripada yang kamu lakukan biasanya. Itu aja. Sekarang, di dalam batas-batas dunia nyata, nerdery telah berevolusi. Jadi nerd adalah hal yang bernuansa sekarang. Tidak bisa lagi dikerangkeng stereotipe. Mulai dari “cowok-cowok dengan kuda poni yang tidak dicuci dan punya ‘kartu Magic: The Gathering’ daripada saudaramu” sampai “siapa saja yang pernah menonton lebih dari tiga episode Doctor Who pantas disebut nerd.

Masalahnya dengan Game of Thrones adalah, hal yang terasa sangat penting sekaligus sangat tidak penting: pertempuran kekuatan antar satu sama lain pada kecepatan geologis, adalah analogi untuk politik modern yang dimainkan dengan api dan darah, terkesan kayak serial yang intelektual. Padahal kalau boleh jujur, ya enggak. Karakter-karakter GoT terbiasa memegang gelas anggur dengan tangan tercakar dan saling menusuk di tenggorokan. Ada pertanyaan di kepala kita semua: apakah serial teve ini plotnya akan jadi bodoh pada dua hingga tiga musim mendatang? Seperti semua acara teve yang bagus, ada kekhawatiran yang mengerikan. Usaha perebutan tahta ini pasti sia-sia belaka. Sampai saat itu, aku akan mengulang musim satu sampai enam mencari kisah latar belakang karakter. Aku bakal membeli dan memasang kata “Hodor” di pintu itu (hehe).

Aku benar-benar berpikir untuk membaca novelnya. Aku bakal dikit-dikit ngelihat peta dan mengarungi teori-teori penggemar. Aku bakal ada di Reddit debat soal jalan ceritanya. Serial ini membuatku jadi ngaco sampai-sampai aku mainan Reddit, forum online tolol yang dulunya enggak pernah aku buka. Aku siap berdebat, atau malah melawan teori populer R + L = J.

Aku akan membenci diriku sendiri. Aku akan ikutan cosplay di Comicon sebagai Jon Snow yang paling tambun dalam sejarah manusia. Aku akan bangun pagi untuk menonton episode terbaru dalam format HD, yang dibajak dari AS, sehingga tidak ada orang yang bisa membocorkan jalan ceritanya padaku di internet. Aku akan berkeliaran ke Irlandia, ikut tur wisata GoT. Aku pasti berulang kali ikutan kuis FB “Karakter GoT Manakah Anda?” sampai aku jadi Tyrion. Aku perlahan mundur dari kehidupan nyata yang mengerikan, lalu memilih menenggelamkan diri dalam horor kehidupan fantasi Westeros. Aku akan menyanyikan lagu tema Game of Thrones, sendirian di ruang yang gelap, ding ding-a-ling ding-a-ling.

Follow Joel Golby di Twitter.


1. Salah satu alasan utama mengapa GoT adalah hal terburuk (tapi juga terbaik) dalam hidupku adalah bagaimana keseharianku terasa jungkir balik cuma karena spoiler di Twitter atau apalah, dan aku enggak akan melakukan yang sama pada kalian.

2. Iya deh, aku tahu enggak mungkin Dothraki bisa deket-deket Vale, karena mereka mengokupasi Laut Dothraki di Essos, benua yang berbeda seutuhnya dari Eyrie. Masalahnya, kenapa pula Dothraki menyerang Vale? Enggak masuk akal. Ini cuma lelucon buat yang tau tau aja lah.