Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia masa bakti 2019-2024 resmi dilantik dalam prosesi yang berlangsung di Ruang Paripurna I, komplek parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa (1/10) pagi ini. Total 575 orang resmi menjabat sebagai legislator, serta 136 orang menjadi senator di Dewan Perwakilan Daerah, yang dipandu mengucapkan sumpah jabatan oleh Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali tepat pada pukul 10.00 WIB.
Di saat bersamaan, ketika para legislator dan senator bersuka cita bersama keluarga di komplek DPR—asyik swafoto dan bercengkrama selepas pelantikan—ratusan mahasiswa bergerak menuju kawasan sekitar gerbang yang masih dijaga ketat aparat. Massa aksi hari ini diinisiasi oleh aliansi Badan Eksekutif Mahasiwa Seluruh Indonesia.
Videos by VICE
Dari pantauan VICE, kendaraan taktis dan pagar berduri masih mengelilingi kawasan depan. Ratusan personel polisi sudah menjaga ruas jalan sekitar Komplek Stadion Gelora Bung Karno. Personel paskhas TNI Angkatan Udara juga ikut diterjunkan mengamankan situasi sekitar Senayan. Pada malam 30 September, massa yang bukan mahasiswa mengacau di sekitaran Palmerah hingga Petamburan, yang direspons polisi dengan penembakan gas air mata.
Dihubungi setelah pelantikan, beberapa anggota DPR yang baru menyadari ada tekanan dari mahasiswa. Mereka pun menebar janji untuk lebih siap menampung aspirasi anak muda dibanding anggota di periode sebelumnya.
Janji itu misalnya disampaikan oleh Rizki Natakusuma, anggota Fraksi Demokrat, dari Dapil I Banten. Dia sepakat pada semangat unjuk rasa mahasiswa, bahwa Rancangan Undang-undang harus mencerminkan aspirasi masyarakat. “Semua pasal-pasal dari RUU yang dianggap kontroversial, akan dilakukan pembahasan lagi,” ujarnya saat dihubungi VICE. Rizki sekaligus meminta berbagai elemen mahasiswa bersedia berdialog secara intensif dengan DPR yang baru.
“Saya usul, harusnya ada ketua-ketua atau perwakilan mahasiswa rundingkan apa yang menjadi permasalahan spesifik, apa yang menjadi usulan mereka, baru kemudian musyawarah dengan DPR,” imbuhnya.
Mantan aktivis mahasiswa 1998, Taufik Basri, yang kini menjabat sebagai anggota DPR sekaligus Ketua DPP Partai Nasional Demokrat (Nasdem) bidang hukum dan HAM, mengapresiasi desakan mahasiswa. Dia bilang, gelombang demonstrasi dan penolakan atas beberapa pembahasan RUU dari DPR periode sebelumnya adalah bahan refleksi bagi anggota dewan yang baru saja dilantik. “Tantangan terbesar DPR adalah mengembalikan kepercayaan publik, kami mendapat tugas berat melanjutkan RUU yang ditunda,” ujarnya pada VICE.
Taufik mengakui sebagian pasal dari Revisi KUHP punya persoalan filosofis dan berpotensi mencederai rasa keadilan. Bahasa dalam sebagian pasal yang disorot mahasiswa serta pegiat hukum terlalu ambigu. “Sehingga implementasinya menjadi rancu. Kami ingin mengkaji ulang KUHP dilandasi asa peradilan restoratif. Semangatnya pemulihan, bukan sekedar hukuman atributif,” tandasnya.
Adapun hari ini, ratusan orang dengan jaket almamater Universitas Negeri Jakarta, sudah bersiap di depan kantor TVRI sejak pukul 11.00 WIB. Menurut Koordinator Lapangan BEM SI Muhammad Abdul Basit, rekan dari 24 BEM lain—mencakup Universitas Brawijaya, Universitas Padjadjaran, Universitas Trilogi, Universitas YARSI, Institut Pertanian Bogor, serta Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta—siap terlibat dalam aksi tersebut. Pembatalan RUU yang dianggap bermasalah, sehingga memicu gelombang demonstrasi selama sepekan terakhir, tetap jadi prioritas peserta aksi. Dalam aksi saat pelantikan ini, BEM SI memakai tagar #TuntaskanReformasi.
“Tuntutan masih yang kemarin, tuntaskan reformasi. Karena kan DPR yang baru harus bertanggung jawab juga atas kegaduhan dari DPR yang lama” kata Basit saat dihubungi Detik.com.
Mahasiswa menuntut, di antaranya, DPR berkomitmen dalam penghormatan perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia, serta menjamin keterlibatan masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan parlemen. Selain itu, BEM SI juga menuntut pemerintah dan DPR serius menuntaskan diskriminasi antar etnis, penghapusan kesenjangan ekonomi, dan perlindungan bagi perempuan.
Basit menilai aksi pada 30 September yang digelar oleh mahasiswa yang bukan dari aliansi BEM SI terlalu cair. Karenanya, hari ini mereka akan memperketat barisan, hanya mengizinkan peserta yang memakai jas almamater bergabung. “Kita buat border. Kita akan menyaring siapa yang masuk dalam barisan kita. Kampus yang tervalidasi saja,” tandasnya.