Polisi Tembak Polisi Kembali Terjadi di Lampung, Kesehatan Mental Aparat Disorot

Anggota polsek Way Pengubuan Lampung Tembak Mati Sesama Polisi Akibat Cekcok di WhatsApp

Pada Minggu (4/9) malam, Ahmad Karnaen ditemukan istrinya bersimbah darah di halaman rumahnya di Kelurahan Bandar Jaya Barat, Lampung Tengah, setelah terdengar bunyi letusan. Anggota Polsek Way Pengubuan berpangkat Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda) itu mengalami luka tembak dan tergeletak. Sang istri segera meminta pertolongan dan membawa Ahmad ke Rumah Sakit Harapan Bunda Bandar Jaya. Pada akhirnya, nyawa Ahmad gagal tertolong.

Penyelidikan mengungkap bahwa Ahmad ternyata ditembak teman kerjanya sendiri, sesama polisi bernama Rudi Suryanto. Rudi adalah pejabat sementara Kepala Unit Provos di Polsek Way Pengubuan. Kepala Provos Polres Lampung Tengah Sriwaluyo mengatakan, Rudi telah mengakui perbuatannya. Tidak lama setelah kejadian, Rudi dijemput Satreskrim Polres Lampung Tengah dan Propam Polres Lampung Tengah tanpa perlawanan di rumahnya.

Videos by VICE

Apa yang bikin pria ini membunuh sesama polisi? Rupanya sudah ada riwayat perselisihan antara pelaku dengan korban. “Pelaku Rudi merasa sakit hati karena korban menyampaikan hal yang pribadi di grup WhatsApp. Hingga tadi malam, pelaku melintas di depan rumah korban. Pelaku dan korban sempat bertemu di teras, hingga akhirnya terjadinya penembakan itu,” kata Kabid Humas Polda Lampung Kombes Zahwani Pandra Arsyad kepada Kompas.

“Kami lakukan pendalaman di lingkungan kerja dan keluarga korban, didapati korban punya hubungan yang tidak baik dengan pelaku,” tambah Zahwani.

Ini kali kesekian ada temuan aparat polisi tak mampu menjaga emosi sehingga main tembak. Rekap korbannya meliputi sesama polisi dan warga sipil. Baru Juli kemarin di Sulawesi Utara misalnya, seorang anggota Polsek Bunaken menembak warga sipil berinisial RL (38) bahkan di depan mata anak dan istri korban. 

Cerita versi polisi mengatakan: RL yang pertama menyerang si polisi menggunakan pecahan keramik sehingga polisi tersebut menembak untuk melindungi diri. Tapi Direktur LBH Manado Frank Tyson punya sisi lain cerita, bahwa korban menyerang karena sudah dianiaya lebih dulu oleh polisi. Jadi mula-mula ada warga melapor pada polisi soal RL mabuk dan membuat keributan, namun polisi yang dimintai bantuan malah melakukan menganiaya RL saat hendak menangkap. Frank menyebut, korban tak terima dianiaya dan akhirnya melawan.

Tentu saja daftar kasus pistol polisi menyalak tidak pada tempatnya bukan cuma itu. Sepanjang 2022 saja, pencarian singkat akan membuat kita menemukan kasus penyalahgunaan senjata api di Papua, Sulawesi Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan, dan yang paling menyeramkan: di Jakarta.

Koordinator Pusat Kajian Militer dan Kepolisian Andy Suryadi menegaskan masalah laten penyalahgunaan senjata api semestinya diselesaikan secara internal oleh kepolisian. Kasus penembakan oleh aparat mengindikasikan rangkaian tes yang dilakukan internal kepolisian sebelum memberikan senjata api kepada anggota, belum maksimal.

“Problemnya hampir sama, yakni kurangnya pengawasan dan penindakan yang tidak tegas, atau tegas tapi kurang disosialisasikan. Seharusnya penindakan semisal dilakukan dengan tegas, harus disampaikan ke anggota lain agar menimbulkan efek jera,” kata Andy dilansir Tribunnews. “Perlu dicek berulang kali kondisi psikologi anggota apakah ada masalah soal itu [kesehatan mental].”

Pengamat Kepolisian dari Institut for Security and Strategic Studies (ISeSS) Bambang Rukminto mengatakan pimpinan Polri harusnya dituntut bertanggung jawab atas setiap penembakan yang terjadi. “Kapolri harusnya memperhatikan kesehatan mental dan jasmani para anggotanya. Kalau tidak melakukan itu, artinya pimpinannya abai dan juga wajib dikenai sanksi,” kata Bambang kepada Republika.

Kompolnas pernah melakukan survei penyalahgunaan senjata api di 34 Polda pada 2021. Hasilnya, ditemukan 784 kasus dalam rentang 2010-2021. Kesalahan terbanyak adalah kehilangan senjata api sebanyak 18,49 persen.