Penelitian yang diterbitkan belum lama ini menyebut lukisan gua buatan penduduk asli California berabad-abad lalu merupakan bukti definitif pertama penggunaan zat halusinogen oleh pembuat situs seni cadas.
Suku asli dan masyarakat adat California rutin mendatangi Gua Pinwheel—begitu namanya sekarang—sejak tahun 1300-an hingga 1700-an, tetapi gua ini baru berhasil ditemukan kembali sekitar 20 tahun lalu di Wind Wolves Preserve yang terletak di Pegunungan San Emigdio, Amerika Serikat.
Videos by VICE
Selain lukisan dinding yang mencolok, ditemukan pula lusinan “quid” di situs itu. Quid adalah buntelan berserat yang telah dikunyah dan dimasukkan ke dalam celah langit-langit gua. David W. Robinson, arkeolog University of Central Lancashire yang sudah puluhan tahun mendalami Gua Pinwheel, membeberkan seni cadas dan quid tersebut memiliki keterkaitan dengan efek memabukkan dari Datura atau sejenis bunga terompet.
“Kami tidak tahu apa yang dirasakan mereka saat mengonsumsi Datura di dalam gua, tapi saya bisa menggambarkan beberapa efek khasnya,” peneliti utama itu menjelaskan melalui email. “Orang yang mengonsumsi tanaman ini kerap tidak ingat pernah menelannya, dan realitas dapat sepenuhnya berubah sehingga mereka percaya sedang berada di tempat lain. Pengguna Datura biasanya ditemani seseorang untuk memastikan mereka tidak menabrak sesuatu karena pemandangan yang dilihat [saat halu] berubah.”
Robinson menduga penduduk asli California yang menelan senyawa bunga di dalam gua mungkin berhalusinasi melihat makhluk gaib, binatang buas, atau bahkan peristiwa di masa depan.
Datura sangat beracun, sehingga Robinson memperingatkan untuk tidak coba-coba mengonsumsi bunga ini.
“Datura, atau jimson weed, termasuk keluarga nightshade,” ujarnya. “Sangat beracun, sehingga kami tidak menyarankan untuk mengonsumsi tanaman berbahaya ini.”
Tim Robinson mendeteksi sisa-sisa Datura dalam quid, membuktikan “penggunaan halusinogen di situs seni cadas sekaligus mempertanyakan asumsi sebelumnya tentang trance dan seni cadas,” bunyi penelitian yang diterbitkan akhir November lalu dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.
Para peneliti menebak penggunaan halusinogen dan pembuatan seni cadas adalah kegiatan bersama di situs ini. Di sisi lain, serangkaian teori yang disebut model altered states of consciousness (ASC) menerangkan sejumlah hasil karya seni cadas menggambarkan visual yang dilihat dukun selama berhalusinasi. Dukun-dukun ini dikatakan mengasingkan diri selama ritual.
Penelitian Robinson justru menunjukkan tanda-tanda aktivitas komunal yang terjadi selama beberapa generasi. Lukisan pinwheel merah itu, menurut peneliti, merupakan representasi langsung dari bunga Datura. Dengan demikian, lukisannya sama sekali tidak menggambarkan visualisasi yang dirasakan selama efek halusinogen bekerja.
“Kesimpulan utamanya adalah bukti di Gua Pinwheel menunjukkan halusinogen dikonsumsi bersama-sama, dan lukisan mengomunikasikan ekologi tanaman di balik halusinasi, bukan gambar yang dilihat selama berhalusinasi,” tutur Robinson.
“Jadi, lukisan itu mengkodifikasi efek yang dirasakan kelompok,” lanjutnya. “Alih-alih menjadi tempat menyendiri bagi dukun, situs seni cadas merupakan tempat inklusif bagi seluruh komunitas.”
Penjelasan ini didukung oleh banyaknya quid yang tersimpan di dalam gua. Peneliti menemukan atropin dan skopolamin, senyawa halusinogen utama dalam bunga Datura, dengan menggunakan mikroskop elektron. Analisis lebih lanjut dengan mikroskop 3D mengungkapkan quid diproses hingga menjadi satu “dosis” yang dapat diisap atau dikunyah untuk melepaskan zat memabukkan.
Bukti tak terduga ini mengaitkan konsumsi halusinogen dengan seni cadas, yang tidak diragukan lagi akan memicu perdebatan mengenai penciptaan dan tujuan lukisan seperti yang ada di Gua Pinwheel. Penduduk asli California kembali ke gua selama berabad-abad, bahkan setelah wilayah dan masyarakatnya mengalami rezim kolonial berturut-turut. Hal ini menyiratkan gua adalah situs penting dari hubungan budaya — yang masih dipenuhi misteri.
“Saya tertarik melihat bagaimana ikonografi seni cadas dikomunikasikan ke penduduk lokal, bagaimana komunikasinya berubah seiring waktu, dan apa peran tanaman seperti Datura dalam sejarah penduduk asli,” tutup Robinson.