Terungkapnya pelecehan seksual dengan fetish kain jarik yang dilakukan Gilang Eizan memicu akun milik Laeliya Almuhsin turut menceritakan pengalaman pribadinya dilecehkan. Lewat sebuah tulisan di Facebook, Laeliya mengungkap seorang predator yang getol melakukan pelecehan seksual ke sana kemari bernama Bambang Arianto.
Nama ini tidak asing. Bambang Arianto, atau Bams Utara, dikenal sebagai pemilik akun Twitter @BamsBulaksumur, adalah pegiat media sosial yang lekat dilabeli buzzer pemerintah. Sama seperti Gilang, Bambang menggunakan modus penelitian sebagai dalih aksi.
Videos by VICE
Pengakuan Laeliya menguak bahwa korban Bambang ternyata tak sedikit. Sejak Kamis (30/7) hingga Minggu (2/8), Laeliya menerima 50 aduan dari korban dan target pelecehan Bambang. Besarnya dukungan publik membuat Laeliya dan penyintas lain bernama Illian Deta menemui Bambang pada hari Minggu kemarin.
Awalnya Bambang menyanggah dengan mengaku aksinya murni penelitian. Sampai satu titik, ia tidak bisa mengelak dan mengakui perbuatan bejatnya saat diberi bukti pelaporan 50 korban oleh Laeliya dan Illian.
Bambang kemudian mengaku sudah aktif mencari korban secara acak via media sosial setiap pekan sejak 2014 karena terobsesi dengan fantasi seksual swinger atau bertukar partner hubungan seksual dengan pasangan lain.
Mayoritas, para korban dihubungi Bambang dan dipaksanya mendengarkan cerita terkait fantasi swinger berkedok penelitian. Meski begitu, juga muncul cerita dari saksi bahwa pelecehan seksual oleh Bambang sudah terjadi jauh sebelum 2014.
Dari pertemuan tersebut, Bambang lalu diminta membuat video pengakuan yang kemudian tersebar di media sosial ini.
Kepada korban, Bambang mengaku siap mengaku salah dan meminta maaf di akun Facebook, Twitter, dan Instagram. Namun, enggak lama setelah menulis permintaan maaf, Bambang malah menghapus semua akun media sosialnya. Kronologi lengkap kasus ini bisa dibaca di tulisan Illian pada tautan berikut.
Dalam video tersebut, salah satu institusi yang dimintai maaf oleh Bambang adalah UGM. Pasalnya, Bambang kerap mendaku sebagai dosen UGM atau mahasiswa S-2 UGM agar lebih dipercaya calon korban. Ia juga pernah mengaku sebagai dosen Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta. Rektor UGM Panut Mulyono menyangkal, bahwa pelaku bukan mahasiswa maupun dosen UGM.
Karena marak modus penelitian yang dipakai penipu seksual, VICE bertanya kepada peneliti dan pengajar Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Ario Bimo Utomo: Apa sih yang orang awam perlu ketahui kalau dapat ajakan jadi partisipan penelitian biar enggak terjerumus lembah penipuan?
“Perlu ada surat etik penelitian dari lembaga. Ini untuk nunjukin apakah proposal penelitian kita legitimate dan mematuhi kaidah etika penelitian. Biasanya nanti ada surat kelayakannya. Nanti ada tanda tangan dari ketua Komisi Etik [di surat tersebut],” kata Bimo kepada VICE.
Bimo menjelaskan peneliti wajib memberikan pengetahuan soal hak-hak partisipan penelitian. Pertama, partisipan penelitian berhak tahu apa tujuan penelitian, termasuk keuntungan yang didapat ketika jadi partisipan.
Kedua, partisipan berhak mengetahui risiko penelitian sehingga paham apa yang perlu dipersiapkan. Ketiga, partisipan berhak menanyakan metode yang dipakai.
Keempat, meminta informasi pribadi partisipan dilindungi. Kelima, diberikan keleluasaan waktu yang cukup untuk menentukan ikut tidaknya partisipan dalam penelitian. Keenam, partisipan berhak menolak ketika hal-hal di atas dirasa tidak cocok untuknya.
“Itu bisa jadi filter awal untuk melihat sebuah tawaran penelitian bagus atau enggak. Kalau udah enggak jelas dari awal, apalagi pakai maksa dan enggak ngasih pilihan selain ikut, kita punya hak untuk menolak,” ujar Bimo. “Kita juga bisa tanya siapa ketua penelitinya dan siapa supervisor-nya. Kita [sebagai partisipan] berhak tahu itu.”
Pesan penting dari Bimo kepada calon partisipan penelitian dari kalangan awam: biasakan tanya-tanya hak kita sebagai partisipan penelitian. Sadari bahwa kita bukan objek, tapi subjek yang punya kewenangan penuh atas diri sendiri.