Otoritas intelijen Belanda merilis pernyataan resmi pada Kamis 16 Juni 2022, bahwa mereka telah membongkar penyamaran mata-mata Rusia yang melamar pekerjaan menjadi karyawan magang di Mahkamah Pidana Internasional (ICC), Kota Den Haag.
Sergey Vladimirovich Cherkasov dituduh menggunakan identitas palsu, yang mana ia mengaku sebagai warga negara Brasil bernama Viktor Muller Ferreira, supaya bisa memperoleh akses masuk ke ICC. Berdasarkan keterangan pers, dia telah mempersiapkan dengan baik identitas baru yang mampu “menutupi semua hubungannya dengan Rusia dan GRU [badan intelijen militer Rusia]”.
Videos by VICE
Badan Intelijen dan Keamanan Umum Belanda (AIVD) mencegat lelaki 33 tahun itu setibanya di bandara, dan mengirimnya balik ke Brasil. AIVD mencurigai Cherkasov telah “menerima pelatihan panjang dan ekstensif” agar tidak terdeteksi selama menjalani misi.
Mata-mata itu dikabarkan menulis esai yang menceritakan kisah hidupnya dari kecil hingga dewasa sebagai persyaratan untuk diterima menjadi karyawan magang di ICC. Karangan Cherkasov tentang kehidupannya sulit dijelaskan oleh kata-kata. Sangat detail dan nyeleneh — siapa saja yang membaca pasti akan garuk kepala saking bingungnya.
Dalam esai yang diterbitkan oleh AIVD, Cherkasov bercerita tentang silsilah keluarganya yang berbelit-belit. Dia menjelaskan dengan panjang lebar bahwa ayahnya ditinggal orang tua kandung sejak masih bayi. Kakek Cherkasov menikah lagi setelah istrinya meninggal usai melahirkan putra mereka, tapi pasangan barunya ogah menganggapnya sebagai anak sendiri. Akhirnya, ayah Cherkasov dibesarkan oleh seorang tutor.
Dia lalu menceritakan tentang ibunya yang seorang musisi. Sebelum meninggal karena sakit pneumonia, sang ibu membesarkan buah hatinya sendirian gara-gara ditinggal pergi oleh ayah Cherkasov.
Dia mengaku sengsara sejak kecil. Dia hidup pas-pasan dan sering dijahili anak tetangga. Menurut kisahnya, bocah laki-laki itu suka mengetuk pintu sambil berpura-pura menjadi tokoh dongeng “Bayangan Abu-Abu” yang akan melahapnya.
“Saking takutnya, saya sampai bersembunyi di dalam kardus kecil yang ada di balkon. Saya hanya bisa berdoa sampai bibi saya pulang,” demikian bunyi esainya.
Setelah itu, dia beralih ke masa-masa sekolah dan pengalaman kerja pertamanya. Dia mengaku pernah bekerja di bengkel milik bapak-bapak “gembrot yang temperamental dan kasar”.
Cherkasov juga menyinggung momen-momen PDKT dengan gebetan, serta tentang guru geografi cantik yang ditaksirnya dulu. Dia bahkan bercerita kalau teman-temannya pernah berhubungan seks dengan sang guru, atau pernah menontonnya “menari striptis”.
Dia tak lupa membahas kematian bibinya dan masalah keuangan yang tiada henti. Cherkasov sempat putus sekolah, tapi untungnya masih diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan hingga lulus. Pertemuannya dengan ayah kandung tidak berjalan mulus, tapi untungnya mereka tetap “menjaga hubungan melalui internet”.
Semua ini tentu hanya karangan, bukanlah cerita sungguhan. Namun, entah bagaimana ceritanya lembaga sekelas ICC mau mempertimbangkan esai semacam itu. Kedok Cherkasov terungkap saat dia sedang melakukan perjalanan ke Belanda untuk memulai masa magangnya. Andai saja dia berhasil keluar masuk ICC sebagai karyawan magang, Cherkasov dapat “mengumpulkan informasi intelijen dan mencari (atau merekrut) sumber untuk membantunya mengakses sistem digital ICC,” demikian bunyi keterangan AIVD. “Atau bahkan, dia bisa saja memengaruhi proses pidana ICC.”
Saat ini, Mahkamah Pidana Internasional masih menyelidiki dugaan kejahatan perang yang dilakukan pasukan Rusia di Ukraina.