Beberapa tahun belakangan, kita sering mendengar kabar bila kecerdasan buatan (AI) akan segera mengambil alih banyak sektor lapangan pekerjaan manusia. Bahkan, di beberapa perusahaan manufaktur, posisi yang dulunya dikerjakan buruh telah digantikan mesin. Robot dengan kemampuan machine learning cerdas didengung-dengungkan sebagai musuh utama umat manusia. Dampak otomatisasi kini sedang dinantikan harap-harap cemas oleh para pengambil kebijakan. Bahkan untuk negara maju seperti Amerika Serikat, andai makin banyak robot menggantikan pekerjaan manusia maka ancamannya adalah krisis ekonomi serta kehancuran peradaban cepat atau lambat.
Semua prediksi pesimis di atas ternyata tidak sepenuhnya benar. Atau, lebih tepatnya, manusia sebetulnya bisa memilih sektor pekerjaan mana saja yang sebaiknya kelak digantikan oleh robot dengan kecerdasan buatan. Sektor-sektor inilah yang belum lama ini dipetakan lewat sebuah paper di Jurnal Science. Peneliti utama yang menulisnya adalah Erik Brynjolfsson dan Tom Mitchell dari Sekolah Pascasarjana Manajemen Institut Teknologi Massachusetts (MIT). Mereka menjelaskan bidang apa saja yang idealnya digantikan oleh robot, serta mana lagi profesi yang tampaknya akan bertahan walaupun kemajuan teknologi sudah berhasil dicapai.
Videos by VICE
“Machine Learning adalah tujuan utama setiap terobosan teknologi. Contoh di masa lalu adalah mesin uap dan teknologi kelistrikan. Berkat semua temuan tadi, peradaban manusia bisa memperoleh banyak inovasi. Namun harus diakui belum ada kesepakatan di bidang apa saja sebaiknya manusia meningkatkan akseslerasi pemanfaatan teknologi tersebut,” tulis Mitchell dan Brynjolfsson dalam paper tersebut. “Tidak selamanya pekerjaan pasti digantikan oleh machine learning, begitu pula sebaliknya. Isu ini sebetulnya abu-abu, tidak seperti yang digambarkan oleh beberapa pihak.”
Ada delapan karakteristik pekerjaan yang cocok diambil alih oleh machine learning. Tidak perlu dijabarkan utuh di sini. Tapi, redaksi motherboard mencoba menggarisbawahi beberapa yang sangat penting. Pertama, machine learning sebetulnya solusi untuk problem yang sangat spesifik. Jadi, persoalan dalam hidup yang datanya lengkap dan mendalam bisa diprediksi lebih akurat oleh kecerdasan buatan. Contohnya adalah diagnosis penyakit. Gejala dan catatan medis yang ada selama ini sudah cukup lengkap. Maka pemetaan masalah akan efektif dilakukan oleh robot. Ibaratnya, ada anjing dari jenis tertentu kawin dengan anjing jenis lain, yang dari pemetaan machine learning bisa diprediksi keturunannya akan seperti apa. Kalau data yang kita punya cuma salah satu saja, prediksi tidak bisa dilakukan. Jadi, profesi dokter spesialis penyakit dalam mungkin belum sepenuhnya hilang. Namun metode diagnosa di masa mendatang akan sangat mengandalkan analisis komputer yang lebih akurat.
Faktor kedua adalah pasokan data. ML hanya bisa berfungsi dan belajar, bila asupan datanya berlimpah. Untuk mendiagnosis satu penyakit saja, algoritma mesin perlu mendapat data yang konsisten dari ribuan pasien yang sebelumnya sudah terbukti secara benar didiagnosisi penyakit tertentu. Tanpa data konsisten dan berlimpah, sebetulnya mesin belum bisa sepenuhnya menggantikan peran manusia. Apalagi yang sifatnya pekerjaan analisis.
Faktor ketiga, kita harus ingat bila ML sebetulnya adalah sistem berbasis kronologi aksi-reaksi sederhana. Akurasinya menjadi penting. Tingkat error dari prediksi mesin tidak bisa ditoleransi jika lebih dari 10 persen. Makanya, beberapa pekerjaan yang rumit hampir pasti belum bisa digantikan oleh mesin yang rekaman datanya punya beban kekeliruan data tinggi. Contohnya menjadi pilot atau nahkoda kapal. Namun, jika pekerjaan itu sederhana, mesin hampir pasti bisa menggantikannya.
Faktor keempat bersifat kurang kuantitatif. Ini perkara aspek humanis. Yakni masalah kecerdasan emosional dan empati. Machine learning belum bisa menggantikan dua aspek tersebut. Jika ada dokter atau perawat yang sempat khawatir mendengar kabar pekerjaan mereka bisa direbut mesin, percayalah, informasi tersebut berlebihan. “Ada aspek interaksi antar manusia yang tidak bisa tergantikan di level emosional. Apalagi bila sifatnya adalah membangun komunikasi untuk membuat nyaman pasien. Machine learning tidak akan bisa menggantikan peran tersebut, setidaknya di masa sekarang,” demikian catatan Brynjolfsson dan Mitchell.
Dengan demikian, dari paper tersebut, dapat disimpulkan bahwa robot tidak sepenuhnya mengambil alih profesi tertentu. Mesin hanya akan mengambil alih sebagian aspek dari suatu profesi yang sifatnya sederhana, dapat dikalkulasi, serta tingkat akurasinya dijamin tinggi. Ini utamanya kerja-kerja yang memanfaatkan otot atau analisis data. Dengan prediksi semacam itu, kondisi pasar kerja yang ada sekarang tidak akan banyak berubah beberapa tahun mendatang, karena hal semacam ini sudah terjadi. Jadi, simpan kekhawatiran yang berlebihan. Hanya karena algoritma bisa 99 persen akurat mendiagnosis kanker, bukan berarti komputer akan menjadi dokter kita di masa depan. Komputer, seperti statusnya sekarang, hanya akan menjadi alat untuk doktermu yang masih seorang manusia.