Kecerdasan buatan

Kecerdasan Buatan Membuat Video Pengintaian Semakin Mudah Dan Mengerikan

Kecerdasan buatan dapat mengidentifikasi orang berdasarkan pakaian dan perilaku mereka, mendeteksi emosi, dan menemukan orang yang bersikap “tidak umum".
GettyImages-1147205613
Foto: Qilai Shen / Bloomberg via Getty Image

Dulu, kamera pengintai tergolong pasif. Biasanya dia merekam, dan tidak ada yang menonton videonya kecuali ada keperluan. Mungkin videonya hanya ditonton satpam yang kebosanan melihat layar dan mencari sesuatu lebih menarik. Bagaimanapun juga, videonya hanya disimpan beberapa hari karena biaya penyimpanan data cukup tinggi.

Tapi sekarang sudah tidak begitu lagi. Perkembangan analitik video–didorong oleh teknik-teknik kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI)–mengizinkan komputer mengamati dan menginterpretasi video pengintaian dengan kecerdasan seorang manusia. Teknologi pengidentifikasian mempermudah proses identifikasi subjek dalam video. Apalagi, sekarang kamera lebih murah, mudah diperoleh, dan kualitasnya lebih tinggi; sebuah kamera yang dipasang ke drone dapat mengintai seluruh kota. Komputer dapat menonton semua video tanpa elemen kesalahan manusia. Mereka tidak bisa terdistraksi, kelelahan, harus dilatih atau bahkan harus dibayar. Hasilnya? Makin ketatnya pengawasan yang beberapa tahun lalu masih mustahil.

Iklan

Sebuah laporan oleh ACLU yang terbit Kamis kemarin berjudul " the Dawn of Robot Surveillance" mengatakan pengintaian video berbekal AI “tidak hanya merekam kita, tetapi juga menilai kita berdasarkan perilaku, emosi, warna kulit, pakaian, dan suara kita.” Teknologi ‘analitik video’ otomatis ini berpotensi mengubah definisi kita akan pengawasan.

Oke, mari kita bahas teknologi ini perlahan-lahan. Pertama: analitik video. Komputer kini sudah lebih canggih dalam memahami sebuah video. Bagi komputer macam ini, mudah untuk mendeteksi apakah seseorang memasuki daerah terlarang. Sistem modern dapat membunyikan alarm ketika seseorang berjalan ke arah yang salah–misalnya, memasuki pintu khusus keluar. Mereka bisa menghitung jumlah orang dan kendaraan. Mereka bisa mendeteksi ketika ada bagasi tertinggal, dan ketika bagasi tersebut diambil seseorang. Mereka juga dapat mendeteksi jika ada seseorang yang berkeliaran di kawasan tertentu, berbaring, atau berlari. Kamera-kamera ini bahkan dapat mendeteksi tindakan-tindakan spesifik. Toko Amazon tanpa kasir mengandalkan analitik video untuk memastikan apakah seseorang mengambil sebuah produk, tetapi tidak mengembalikannya.

1560440518288-Screen-Shot-2019-06-13-at-113428-AM

Lebih dari sekedar mengidentifikasi perbuatan kita, analitik video mengizinkan komputer memahami apa yang terjadi dalam sebuah video: Mereka bisa mengidentifikasi seseorang berdasarkan pakaian atau perilaku, mengidentifikasi emosi seseorang berdasarkan gerakan tubuh, dan menemukan orang yang berperilaku “tidak lazim” berdasarkan orang-orang sekitar. Kamera di toko Amazon dapat menganalisa intensi pelanggan. Sistem-sistem lain dapat menggambarkan apa yang terjadi dalam suatu adegan video.

Iklan

Komputer juga dapat mengidentifikasi orang. AI semakin cerdas mengidentifikasi orang-orang dalam video. Teknologi pengenalan wajah terus mengalami kemajuan, yang dipermudah stok foto yang di-tag di Facebook dan situs-situs media sosial lainnya, serta foto-foto yang diambil pemerintah dalam proses pembuatan KTP dan SIM. Sudah ada teknologi yang mampu secara otomatis mengidentifikasi setiap wajah yang “dilihat” kamera dalam real time. Bahkan tanpa pengidentifikasian video, kita masih bisa diidentifikasi oleh informasi unik yang dipancarkan sinyal ponsel pintar, laptop, dan perangkat Bluetooth kita. Polisi sudah lama mampu melacak ponsel kita, dan kini praktik tersebut dapat dipadukan dengan analitik video.

Ketika sebuah sistem pengawasan mengidentifikasi seseorang, datanya dapat dipadukan dengan data lain, entah dikumpulkan sendiri atau dibeli: dari catatan ponsel, riwayat GPS, data pembelian produk, dan seterusnya. Perusahaan media sosial seperti Facebook sudah menghabiskan bertahun-tahun mempelajari kepribadian dan keyakinan kita berdasarkan konten yang kita posting, komentari, dan “like.” Ini yang disebut “ inferensi data,” yang ketika dipadukan dengan video, mengizinkan para pengintai lebih memahami perilaku dan motivasi kita.

Resolusi kamera juga semakin canggih. Saking bagusnya kamera gigapiksel, mereka dapat menangkap wajah dan plat nomor dalam foto yang diambil dari jarak berkilometer jauhnya. “Pengintaian daerah luas” dapat dipasang di pesawat dan drone, dan dapat beroperasi tanpa henti. Kamera juga dapat disembunyikan di tiang listrik dan objek sehari-hari lainnya. Di luar angkasa, kamera satelit juga mengalami kemajuan drastis.

Iklan

Biaya penyimpanan data kini lebih murah, dan penyimpanan online (cloud storage) mempermudah proses pengintaian. Data video kini dapat disimpan selama bertahun-tahun, dan membuat komputer dapat melakukan pengecekan data yang sudah lampau.

Di negara-negara demokratis, pengintaian diiklankan sebagai sarana pencegahan kejahatan atau anti-terorisme. Di Tiongkok, pengintaian dilakukan secara terbuka demi pengendalian sosial dan menindas kegiatan politik. Pengintaian di Tiongkok jarang diperdebatkan di ruang publik oleh penegak hukum dan korporasi.

1560440530629-Screen-Shot-2019-06-13-at-113446-AM

Ini kabar buruk, karena pengintaian secara menyeluruh akan secara drastis mengubah hubungan kita dengan masyarakat. Kita sebagai manusia belum pernah hidup di dunia macam ini, bahkan kita-kita yang pernah hidup di bawah rezim totaliter. Efeknya akan terasa di berbagai aspek kehidupan. Jika ada kesalahan pada sistem pengintaian, pelecehan akan terjadi. Diskriminasi akan menjadi otomatis. Orang yang jatuh di luar norma akan terpinggirkan. Lebih penting lagi, ketidakmampuan untuk hidup secara anonim, akan berdampak pada cara kita berkomunikasi dan berperilaku, yang akan menghalangi kemampuan masyarakat untuk bereksperimentasi dan berubah. Sebuah laporan ACLU membahas dampak-dampak ini secara lebih dalam. Biarpun mungkin saja dampak positif dari teknologi macam ini dianggap melampaui resikonya, tetap kita sebagai masyarakat harus membuat keputusan bersama yang cerdas mengenai isu ini.

Sejumlah kota sudah mulai sadar perihal masalah ini. Bulan lalu, San Francisco, AS, menjadi kota pertama yang melarang penggunaan teknologi pengenalan wajah oleh polisi dan badan pemerintah lainnya. Larangan serupa juga sedang dipertimbangkan di kota Somerville dan Oakland. Kota-kota ini merupakan pengecualian, dan penerapan peraturan tersebut terbatas pada daerah-daerah liberal di negara AS.

Kita cenderung meyakini bahwa perkembangan teknologi itu tidak terhindarkan, dan kita tidak mampu menghentikannya atau mengendalikannya. Tetapi itu keliru. Kita sering termakan gagasan ini karena kita tidak melihatnya, memahaminya, dan tidak diizinkan berpendapat dalam proses penerapannya. Masalahnya, teknologi kamera, resolusi, pembelajaran mesin, dan kecerdasan buatan terlalu rumit dan terspesialisasi untuk dipahami orang awam.

Undang-undang seperti yang diterapkan di San Francisco takkan mengekang perkembangan teknologi-teknologi pengintaian, tetapi memang bukan itu tujuannya. Fungsinya sebagai jeda, agar hukum dan undang-undang kita bisa mengejar kemajuan teknologi. Sebagai peraturan umum, pemerintah AS cenderung mengabaikan teknologi yang masih dalam proses perkembangan supaya tidak menghalangi inovasi. Tetapi seiring teknologi semakin cepat berkembang, begitu juga dengan efek-efeknya yang tak terduga pada hidup kita. Seperti bagaimana kita kaget bagaimana teknologi pengintaian mengancam demokrasi, efek pengintaian video berbekal AI kemungkinan tidak akan jauh berbeda. Mungkin jeda dalam penerapan teknologi akan mengizinkan kita untuk bersama-sama membahas masyarakat macam apa yang kita inginkan, lalu menerapkan peraturan untuk merealisasikan masyarakat tersebut.

Artikel ini tayang pertama kali di VICE US.