ekstremisme

Desainer Indonesia Viral Pakai Seragam PP di Paris, Memicu Kontroversi dan Kecaman

Perancang busana Arnold Putra disorot usai mengenakan seragam mirip ormas Pemuda Pancasila di acara Paris Fashion Week. Ormas yang reputasinya kelam itu memuji tindakan Arnold.
Arnold Putra Pakai Seragam Pemuda Pancasila di Paris Fashion Week 2022 Picu Debat Pelanggaran HAM
Desainer sekaligus influencer fashion Arnold Putra mengenakan seragam mirip anggota Pemuda Pancasila. Kolase oleh VICE / sumber: @arnoldputra

Paris Fashion Week sering menampilkan rancangan busana yang unik, absurd, bahkan kontroversial karena dianggap tidak mempertimbangkan aspek etis. Tidak heran bila peragaan ternama itu di awal 2022 kembali menuai sorotan negatif, setelah desainer sekaligus influencer fashion asal Indonesia mengenakan seragam organisasi masyarakat Pemuda Pancasila (PP).

Iklan

Ormas sayap kanan ekstrem tersebut dikenal karena keterlibatan aktif dalam genosida mereka yang dianggap simpatisan komunis di Indonesia sepanjang 1965-1966. PP juga kerap dipandang sinis masyarakat masa kini, karena kiprahnya lebih mirip barisan preman yang dilindungi negara.

Dengan sederet reputasi miring tersebut, desainer Arnold Putra tetap percaya diri mengenakan jaket dan celana kargo yang motif dan warnanya sangat mirip seragam khas PP. Sang desainer menghadiri acara Paris Fashion Week, dan lewat rekaman medsos terpantau nongkrong bareng pesohor serta tokoh-tokoh fashion global, seperti Kanye West, Rick Owen, serta Michèle Lamy. 

Arnold Putra bukan sekali ini saja merilis rancangan busana yang sengaja dibuat untuk memancing kontroversi. Dia sebelumnya pernah memamerkan tas jinjing yang terbuat dari tulang belakang manusia, konon dari tulang anak yang menderita osteoporosis. Untuk acara Paris Fashion Week 2022, Arnold memodifikasi rompi Balenciaga dibikin bermotif loreng merah hitam ditambah aksen kamuflase taktikal serta sarung tangan hitam, seperti yang kerap digunakan anggota PP.

Iklan

Soe Tjen Marching, peneliti asal Indonesia yang kini di London, mendalami kiprah PP dalam tragedi 1965. Menurut Soe Tjen, PP menjadi satu dari sekian ormas dan gerakan reaksioner pasca-kudeta 30 September yang menghabisi warga sipil diduga anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Sepanjang musim pembunuhan massal lebih dari setahun itu, diperkirakan antara 500 ribu hingga 1,2 juta penduduk Indonesia tewas hanya karena dituding sebagai anggota PKI.

“PP adalah ormas yang mengerikan dan brutal,” ujar Soe Tjen saat dihubungi VICE World News. “Anggota dan pimpinannya dulu terlibat dalam berbagai dugaan pelanggaran HAM serius, termasuk pemerkosaan dan mutilasi pada kurun 1965-1966, dan tidak pernah menjalani peradilan sampai sekarang.”

Kiprah PP dalam operasi “pembersihan” simpatisan PKI itu membuat ormas tersebut menjadi kesayangan militer yang menguasai Rezim Orde Baru. Status sebagai anjing peliharaan OrBa, ditambah kedekatan dengan mantan Presiden Suharto, membuat pengaruh PP masih terasa meski kini Indonesia jadi lebih demokratis. Ormas itu diklaim memiliki tiga juta anggota di seluruh provinsi Tanah Air.

Pemerintah pusat sendiri, diwakili Menkopolhukam Mahfud MD, mengaku masih berniat memelihara Pemuda Pancasila. Meski sering membuat ulah, PP dianggap masih bisa dikendalikan polisi. “Belum masuk ke situ [pembubaran Pemuda Pancasila] ke agenda saya,” ujar Mahfud pada 16 Desember 2021. “Masalah [PP] sudah cukup ditangani di tingkat polres, polsek, kerusuhan-kerusuhan itu. Motif politisnya mungkin belum bercampur dengan kriminal.”

Iklan
Members of the far-right Pancasila Youth group at a 2013 protest against the Australian government. Photo: ADEK BERRY/AFP via Getty Images

Anggota Pemuda Pancasila pada 2013 menggelar protes di depan Kantor Kedubes Australia di Jakarta. Foto oleh: ADEK BERRY/AFP via Getty Images

Busana PP ini hanya menambah panjang deretan kontroversi Arnold. Pada 2016, saat dia ramai dikritik karena membuat tas dari tulang manusia, Arnold berdalih bahwa produk itu dibuat melalui sumber yang etis, dengan cara membeli tulang tersebut dari perusahaan berlisensi. Arnold sekaligus menganggap proses kreatifnya tidak bermasalah, karena dia tidak berniat menjualnya.

Sang desainer juga pernah tersandung masalah dianggap mengolok-olok tradisi warga pedalaman Amazon, dari suku Kano serta Yagua, karena meminta abu kerabat suku yang meninggal dengan dibarter tas desainer ternama.

Tindakan-tindakan nyentrik Arnold dikritik perancang busana lain asal Indonesia. Pendiri dan ketua Indonesia Fashion Chamber (IFC), Ali Charisma, tercatat pernah mengkritik tas dari tulang manusia buatan Arnold. “Saya kurang setuju juga kalau itu benar, itu kemanusiaannya nggak ada, itu keji," kata Ali, seperti dikutip Suara.com.

Iklan

Adapun seragam mirip PP yang dia kenakan di Paris Fashion Week mulai disorot netizen sejak Arnold mengunggahnya ke IG pada 22 Januari 2022. Dia mengenakan seragam loreng tersebut saat bertemu para pesohor yang datang ke Paris. Banyak pengguna Instagram yang menganggap Arnold mengabaikan sejarah kelam PP, dan menuntutnya untuk minta maaf.

Pemuda Pancasila, yang sejak tahun lalu makin sering disorot negatif publik atas rentetan kasus dengan politikus PDIP serta tindakan premanisme hingga pemerasan usaha, menyambut baik tindakan Arnold mengenakan seragam mereka di acara Paris Fashion Week.

PP dengan sigap memanfaatkan tindakan nyentrik Arnold untuk membangun imej positif, di tengah pemberitaan yang kerap menyudutkan ormas tersebut.

“Dengan dia memakai seragam Pemuda Pancasila, Arnold telah membawa ideologi Pancasila mendunia.”

Iklan

“Dengan dia memakai seragam Pemuda Pancasila, Arnold telah membawa ideologi Pancasila mendunia,” ujar Ketua SAPMA PP Aulia Arief melalui keterangan tertulis. Ormas itu sampai mengundang Arnold untuk berkunjung ke kantor pusat mereka, di Jakarta, sepulang dari Paris.

“Saya mewakili Pemuda Pancasila memberikan apresiasi karena seragam kita masuk di best street style (nomor 130) dari 271 kepada Arnold Putra,” imbuh Arief.

Meski sudah sering dikritik atau disorot negatif, tidak jelas sebenarnya bagaimana Arnold membangun karirnya di dunia fashion. Di kalangan pegiat fashion, yang lebih banyak beredar hanya rumor bahwa keluarganya termasuk konglomerat tajir.

Tindakan nyentrik Arnold, meski diakui membawa sorotan global pada kancah fashion lokal, ditanggapi sinis oleh desainer lain di Indonesia, yang menganggapnya terlalu fokus mencari sensasi.

“Tentu tidak setiap hari ada desainer asal Indonesia bisa ngobrol bareng raksasa fashion seperti Rick Owens dan Michèle Lamy. Sayangnya, momen tersebut harus diwarnai dengan simbolisme dari berbagai citra yang buruk soal Indonesia,” kata salah satu desainer asal Bali, saat dimintai komentar VICE World News.

Soe Tjen Marching menilai, genosida 1965 dan kiprah premanisme PP memang hanya menjadi isu penting di Indonesia. Banyak orang di dunia Barat yang belum memahami seriusnya pelanggaran HAM dari ormas tersebut. Dia menduga, itu sebabnya para perancang yang berkumpul di Paris Fashion Week tahun ini tidak ramai mengecam tindakan Arnold.

Iklan

“Padahal kita ingat, Pangeran Harry pernah dikecam karena mengenakan seragam Nazi. Sementara kali ini, tidak ada satupun sosok yang datang atau terlibat Paris Fashion Week berkomentar soal [seragam PP] yang dikenakan Arnold,” ujar Soe Tjen.  

Hal lain yang menurut Soe Tjen harus disuarakan atas kontroversi ini, adalah mengajak publik untuk semakin kritis pada sejarah Indonesia pada dekade 1960-an. Kemunculan OrBa dan pembantaian komunis adalah topik yang masih tabu bagi banyak orang di Indonesia. Reformasi gagal mengadili para petinggi militer, sehingga lingkaran dalam penguasa masih dikangkangi oleh sisa-sisa Orde Baru.

Arnold, jika tindakannya memakai seragam PP murni apolitis, menurut Soe Tjen menggambarkan betapa informasi mengenai pelanggaran HAM melibatkan ormas tidak terwariskan dengan baik pada generasi muda Indonesia.

“Tindakan [Arnold] ignorant, tapi sekaligus menggambarkan situasi politik Indonesia selama ini, yang membuat mayoritas publik tidak pernah menyadari apa sebetulnya yang terjadi pada 1965,” tandasnya.

Follow Heather Chen di Twitter