Travel

Influencer Buka-Bukaan Soal Realita di Balik Foto Travelling dan Pemandangan Indah

"Kami sering bepergian, tapi jarang liburan," kata salah satu influencer terlalu fokus menghasilkan konten yang sempurna, sehingga tak menikmati perjalanannya.
Koh Ewe
oleh Koh Ewe
SG
Begini Rasanya Jalan-Jalan Demi Konten
Kolase: VICE / Foto: (Kiri) milik Martina dan Leslie Johnson, (Kanan) milik Beixin Lee dan Robin Lam

Menjadi travel influencer sekilas tampak menjanjikan. Kalian bisa jalan-jalan sepanjang waktu dan menghasilkan uang dari situ.

Namun, bagi mereka yang melancong demi konten, profesi ini tak selalu seindah kelihatannya. Tidak jarang mereka harus berangkat dini hari untuk mendapatkan foto atau video dengan kualitas terbaik.

“Kami sering bepergian, tapi jarang liburan,” ungkap Martina Johnson saat berbicara kepada VICE. Martina dan suaminya, Leslie, mendokumentasikan setiap petualangan mereka di Instagram dan blog That Couple Who Travels.

Iklan

Dari mengunjungi Menara Eiffel hingga menunggang unta di Gurun Sahara, jadwal mereka sangat padat, sehingga keduanya kerap tidak punya waktu untuk sepenuhnya menikmati perjalanan mereka.

“Target kalian yaitu mendatangi segala tempat,” tutur Leslie. “Jadi selama di sana, kalian ingin memastikan bisa mengabadikan semuanya.”

Banyak yang iri dengan travel influencer karena mereka menjalani hidup yang diimpikan semua orang. Namun, mereka tak pernah tahu di balik senyum merekah dan foto pemandangan yang cantik, ada suka duka yang harus dihadapi.

Seperti kebanyakan profesi di sektor pemasaran, influencer dituntut menciptakan konten sesuai keinginan klien. Lalu ada kewajiban mengemas kontennya semenarik mungkin agar menghasilkan traffic yang tinggi di media sosial. Oleh karena itu, sebagian besar waktu mereka dihabiskan untuk menangkap momen dengan sempurna.

“Apa yang kalian lihat di media sosial hanyalah sebagian kecil dari pekerjaan kami,” ujar Beixin Lee dan Robin Lam, fotografer dan videografer yang berbasis di Singapura, melalui email. Terkenal jago menghasilkan foto pemandangan yang menakjubkan, mereka sering diminta membuat konten perjalanan oleh badan pariwisata, hotel dan maskapai penerbangan.

Selama merencanakan perjalanan, mereka perlu menentukan kapan waktu terbaik mengambil foto, tergantung lokasinya. Mereka pernah mendaki gunung pukul dua pagi supaya bisa memotret pemandangan Roys Peak di Selandia Baru saat masih sepi pengunjung dengan pencahayaan yang bagus.

Iklan

“Ada kalanya kalian merasa tidak menikmati momen karena terlalu fokus mengambil foto [atau] video sebagus mungkin. Kalian tak sempat menyingkirkan perlengkapan untuk menikmati pemandangannya,” kata mereka.

Situasinya menjadi sangat sulit selama pandemi. Banyak influencer kesusahan melanjutkan pekerjaan mereka, beberapa bahkan kehilangan sumber penghasilannya.

Beixin dan Robin benar-benar merasakan yang namanya sepi proyek. “Bohong jika kami mengatakan tidak kesusahan,” mereka menuturkan. “Semua proyek yang menyangkut perjalanan dibatalkan, sehingga kami harus menerima jenis pekerjaan lain supaya bisa tetap makan.”

Setelah memutar otak, keduanya memutuskan untuk menjelajahi setiap sudut Singapura yang masih bernuansa alami. Pekerjaan ini tidaklah mudah dilakukan di negara yang dikelilingi hutan beton. Akan tetapi, mereka tidak pernah putus asa. Beixin dan Robin mengakalinya dengan cara berjemur di hutan, staycation dan berjalan kaki menikmati suasana di sekitar mereka. “Kami butuh waktu untuk menyesuaikan diri, bersabar dan menikmati laju kehidupan yang lebih lambat selama pandemi,” terangnya.

Iklan

Di luar tantangan finansial yang disebabkan oleh pandemi, hasil penelitian menunjukkan pembuatan konten dapat berdampak buruk bagi kesehatan mental. Kiki Rich mengelola blog The Blonde Abroad yang membagikan tips jalan-jalan sendirian untuk para perempuan. Dia paham betul bagaimana rasanya harus menyesuaikan kepribadian demi pekerjaan.

“Saya bertujuan menginspirasi orang, memberikan wawasan dan panduan, dan mempermudah perjalanan mereka. Jadi bentuknya lebih ke sumber pendidikan,” kata perempuan yang sudah 10 tahun menuliskan perjalanannya di blog. “Tapi tekanan media sosial dan apa yang disukai orang telah memaksa kalian untuk menjadi penghibur.”

Kiki mendapati gaya hidup ini sangat menguras tenaga dan pikiran. Di awal kariernya, dia tak punya waktu untuk diri sendiri karena harus bepergian setiap saat.

“Hidup dari menarik koper tidak seglamor yang orang pikirkan,” ungkapnya.

Meskipun demikian, sisi melelahkan dari dunia ini tak pernah mengendurkan semangatnya membuat konten perjalanan. Pekerjaan ini memungkinkan dirinya untuk mengeksplorasi kreativitas semaksimal mungkin.

“Saya pikir orang-orang semakin bersemangat untuk bepergian, jadi saya kemungkinan akan melakukan perjalanan lagi sepenuh hati,” katanya. “Ini takkan berubah meski mengalami pasang surut sekali pun.”

Follow Koh Ewe di Instagram.