Seratusan meter sebelum kaki siapapun melewati bibir gang itu, sayup-sayup suara orang mengaji sudah terdengar. Seorang laki-laki berseragam semi militer putih sibuk mengarahkan pengendara sepeda motor untuk mencari lokasi parkir sejak matahari baru naik sepenggalah.
“Ini ya?” tanya seorang perempuan berjilbab, yang mengendarai motor sendirian. “Iye, Petamburan [gang] tiga. Masuk aja,” jawab laki-laki itu dengan aksen Betawi. Di sepanjang gang yang cukup sempit di Jakarta Pusat itu simpatisan Front Pembela Islam (FPI) menanti kedatangan sosok sang imam besar.
Videos by VICE
Ribuan orang berdatangan ke Petamburan. Ribuan simpatisan lainnya bahkan sampai menjemput sang habib di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, melumpuhkan jadwal penerbangan sejak sbuh hingga lewat tengah hari.
Kembali menginjakkan kaki di Tanah Air pada momen peringatan hari pahlawan adalah manuver simbolis terkuat yang pernah dibikin Muhammad Rizieq Shihab. Sang ulama pulang dengan gegap gempita yang tak punya preseden sebelumnya.
Tokoh ulama sayap kanan itu akhirnya kembali ke Indonesia dari pengasingan mandiri selama tiga tahun di Kerajaan Arab Saudi. Ia meninggalkan Tanah Air setelah tersandung dugaan kasus pornografi. Lantaran kekurangan bukti, polisi akhirnya mengeluarkan surat penghentian perkara. Bagi para pendukung Rizieq, kasus itu hanya akal-akalan penguasa untuk memfitnah sang imam besar.
“[Chat mesum itu] bikinan orang. Kejahatan orang,” ujar Taufik, warga Condet, Jakarta Timur. “Di negeri ini, ya mohon maaf sih, kalau ada orang yang benar gini [seperti Habib Rizieq] dimusuhi,” tambahnya.
Popularitas Rizieq jelas melampaui Jakarta, tempat dia pertama kali membesarkan FPI. Lukman adalah penggemar berat sang habib yang datang jauh-jauh dari Sumenep, Madura, setelah mendengar kabar Rizieq bakal tiba di Tanah Air pada 10 November 2020.
Seperti pengikut Rizieq lainnya, Lukman meyakini kasus yang membuat sang imam besar mengasingkan diri adalah hasil rekayasa. “Itu kan politik saja yang ingin menjatuhkan nama besar seorang habib. Maka dibuatlah kasus-kasus itu,” ujarnya.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam posisi maju mundur merespons gegap gempita kepulangan Rizieq Shihab. Di satu sisi, juru bicara kepolisian maupun Menkopolhukam Mahfud MD mempersilakan Rizieq pulang. Alasannya, tak pernah ada kebijakan resmi dari pemerintah Indonesia untuk mengasingkan pemimpin FPI itu ke Tanah Suci.
Di sisi lain, pemerintah masih mengirim “serangan” simbolis kepada Rizieq. Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Arab Saudi, Agus Maftuh Abegebriel, mengatakan alasan ulama 55 tahun itu pulang karena terbukti melanggar izin tinggal Saudi, sehingga harus dideportasi.
Dua hari sebelum Rizieq resmi pulang lewat bandara internasional Jeddah, Mabes Polri menyinggung data di arsip mereka, yang menunjukkan ada delapan laporan pidana berisiko memperkarakan sang habib ke meja hijau untuk kesekian kalinya. Henry Yosodiningrat, pengacara tenar sekaligus politisi anggota PDIP, sampai mendatangi kepolisian, meminta aparat meneruskan penyelidikan kasus-kasus terkait Rizieq. Henry merasa difitnah Rizieq sebagai simpatisan komunis, dan melapor ke polisi pada 2017.
Terhadap berbagai informasi menyudutkan itu, Wakil Sekjen PA 212 Novel Bamukmin kepada VICE menjawab singkat, “Hoax.”
Sementara bagi pendukung di akar rumput, mereka kini tak lagi percaya pernyataan pemerintah maupun aparat terkait sosok idolanya, khususnya bila bertendensi menyudutkan.
“Orang yang paling tahu Habib Rizieq, orang yang selalu mendapatkan info A1, itu Haji Munarman SH,” kata Lukman, merujuk kepada tokoh PA 212 lainnya yang membantah Rizieq dideportasi. “Sudah jelas, sudah dibantah oleh beliau bahwa itu semua hoax. Ikut [Munarman] saja karena kita kan di kampung, jadi tidak tahu.”
Dalam situasi macam ini, Rizieq memikat imajinasi publik, dengan citra public enemy bagi pemerintahan Joko Widodo, PDIP, maupun kepolisian. Realitasnya Rizieq tidak selalu berseberangan dengan orang di pemerintahan. Selasa (10/11) malam, dia bertemu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Keduanya sempat berada dalam kubu yang sama untuk mendongkel Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dari kursi gubernur saat Pilkada DKI 2017.
Karenanya, bagi Wasisto Raharjo Jati, selaku Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Rizieq tak bisa lagi dipandang sekadar ulama karismatik, dengan agenda cenderung intoleran. Dia adalah aktor politik yang gerak-geriknya terpaksa diperhatikan semua pihak.
Wasisto memprediksi kemungkinan Rizieq memanfaatkan popularitasnya untuk tujuan politik. “Ada arahnya ke sana. Terlebih lagi ketika agama masih menjadi semacam ideologi politik di Indonesia. Hal tersebut menghasilkan sebuah indoktrinasi bagi para pengikutnya,” ujarnya kepada VICE.
Rizieq saat ini, menurut Wasisto, merupakan oposisi dalam tanda kutip. Hanya sedikit tokoh nasional yang bisa hampir mengimbangi triumvirat Jokowi, PDIP, dan Kepolisian, sebagai penguasa de-facto Indonesia. Apabila kondisi perpolitikan Tanah Air dalam situasi normal, munculnya tokoh oposisi sayap kanan sekalipun merupakan hal wajar.
Persoalannya, ada harga sangat mahal yang harus dibayar Indonesia dengan mencuatnya status oposisi pada sosok seperti Rizieq Shihab. Terutama ketika narasi pluralis versus relijius masih melekat kuat ketika kalian mendukung salah satu pihak.
“Inilah yang menjadikan demokrasi Indonesia mulai mundur karena elit penguasa makin dominan di ruang publik, sementara aktor yang mengaku oposisi tak kalah sengit membawa isu SARA [Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan-red] karena menyadari itu adalah cara ampuh menggaet massa.”
Berbagai survei sudah menunjukkan, indeks demokrasi di Indonesia turun jauh dibanding masa-masa awal reformasi. Penyebabnya terutama diskriminasi terhadap minoritas serta kekerasan, yang sama-sama dipicu isu agama.
Di bawah terik matahari, ekspresi harap-harap cemas dan penuh antisipasi menghiasi wajah hampir semua orang di Gang Petamburan III. Beberapa kali mereka memeriksa grup WhatsApp demi mendapatkan informasi terbaru soal keberadaan Rizieq. Jarum jam sudah menunjukkan hampir pukul 11.00 siang.
“Ini [rombongan Habib Rizieq] masih ketahan di Monas nih!” celetuk salah satu dari mereka. Rizieq mendarat di Bandara Soekarno-Hatta dua jam sebelumnya. Aksi anggota dan simpatisan FPI memenuhi kawasan bandara sejak tengah malam melumpuhkan akses ke salah satu obyek vital tersebut.
Yang turut menjadi korban adalah warga Surabaya bernama Dian Purnamasari. “Aku ketinggalan flight [penerbangan] tadi pagi dan jalan kaki di tol,” katanya. Dia terpaksa membeli tiket lagi untuk keberangkatan pukul 8.30. “Soalnya mikir kalau balik ke Jakarta pun enggak bisa, jalannya ditutup.”
Tak hanya penumpang, kru bandara juga terpaksa memperpanjang durasi kerja karena rekan mereka masih terjebak macet. “[Seharusnya] jam 7 kita take over [gantian] sama team pagi,” kata seorang teknisi yang menolak disebutkan identitasnya karena alasan privasi.
Ia menunjukkan pesan singkat kepada VICE yang berisi instruksi dari manajemen maskapai agar tetap berada di lokasi sampai kru pagi tiba. “Jam 8 sebagian sudah pada datang, tapi yang lain masih kejebak macet,” lanjutnya. Pada sekitar pukul 09.00, akses keluar khusus bagi pekerja bandara akhirnya dibuka.
Kesialan bagi penumpang dan kru bandara, tapi untuk pendukung Rizieq ini berarti lain. “[Rasanya] senang, dalam artian orang udah pada kangen,” tutur Taufik yang rajin mengikuti hampir semua aksi yang dipimpin Rizieq, termasuk demonstrasi 212 yang sukses memenjarakan Ahok. “Rindunya mungkin melebihi rindu sama pacar kali.”
Dia meminta istri dan anaknya untuk ikut merayakan kedatangan laki-laki yang pernah dipenjara karena terbukti menyebarkan kebencian terhadap pemerintah tersebut. “Saya bilang ‘meski kamu enggak berangkat [ke Petamburan], tapi ke luar [area] rumah aja, niat kamu menyambut kedatangan Imam Besar umat Islam karena Allah,” ucapnya.
Sementara Edy Hasbullah, yang jadi anggota FPI sejak 2010, rela merogoh uang kurang lebih Rp450 ribu untuk membiayai perjalanannya dari Madura ke Jakarta. Ia mengklaim ada 30 bus yang berangkat dari Jawa Timur khusus merayakan kembalinya Rizieq.
“Sebenarnya kalau bagi saya [ongkos ke Jakarta lumayan mahal]. Cuma karena sudah niat ingin berkumpul, terus ingin tahu,” kata Edy, yang datang lengkap dengan rompi bertuliskan Front Pembela Islam di bagian dada kiri dan namanya di sebelah kanan.
Saat banyak pendukung Rizieq mendadak berdiri karena mengira sang pemimpin sudah tiba di lokasi, dia pun sigap mengikuti. Edy mencoba menjulurkan kepalanya agar bisa melihat ke arah yang diperkirakan akan dilewati Rizieq. Tetapi, rupanya sang imam besar belum juga datang.
“Ya, rasa deg-degan itu ada,” ujarnya. Apalagi, itu akan jadi pengalaman pertamanya jika bisa melihat Rizieq secara langsung. “Pas 212 enggak hadir karena ekonomi mepet,” jelasnya sambil terkekeh.
Bagi Nana, ongkos untuk kesempatan bertemu Rizieq pertama kali jauh lebih sedikit sebab dia tinggal di Kebon Nanas, Jakarta Timur. “Sebelumnya cuma nonton video-video ceramahnya aja,” kata dia.
Bukan hanya dia yang jadi fans garis keras Rizieq, tapi juga suami dan anaknya yang masih berusia tujuh tahun. “Ayahnya suka Habib Rizieq, suka nonton, terus dia nanya itu siapa. Akhirnya ikut suka.”
Bahkan Maulida, nama anaknya, mempunyai poster-poster Rizieq di dalam kamarnya. “Suka ditunjukkin ke teman-teman sekolahnya,” ujar Nana. Saking sukanya kepada Rizieq, Maulida sampai meminta untuk ikut ke Petamburan. “Dia bilang ‘pokoknya mau ketemu Habib Rizieq’.”
Fanatisme yang ditunjukkan oleh para pendukung Rizieq itu melahirkan satu pertanyaan besar: apa yang dimiliki Rizieq, tetapi tidak ada pada figur Islam lainnya di Indonesia?
“Ini adalah panggilan hati karena saya pribadi menganggap Habib Rizieq adalah orang yang bisa dibuat panutan,” jawab Edy. “Intinya orangnya tegas, terus tidak sembrono, [berani] mengkritik hukum.” Dia lalu mengaku bahwa sebelumnya dia adalah anggota Nahdlatul Ulama (NU).
“Tetapi saya gabung ini [FPI] karena saya pikir lebih tegas daripada NU, tentang penghinaan-penghinaan terhadap Islam kan yang bergerak dari kita… Terus yang kemarin [merespons dugaan penistaan agama] si Ahok, yang [bertindak] kan FPI,” jelasnya. “FPI menurut saya adalah untuk membela Islam.”
Alasan yang sama diungkapkan oleh Taufik yang hingga hampir pukul 14.00 tidak beranjak dari Petamburan, padahal belum bisa melihat Rizieq secara langsung. “Dia tegas mengajarkan mencegah yang keji, perbuatan yang munkar [dilarang Islam]. Komandonya dia yang paling [tegas],” kata dia.
Semua pendukung yang diwawancarai VICE mengaku siap menyukseskan revolusi akhlak yang digaungkan Rizieq sejak masih di Arab Saudi. Apa itu revolusi akhlak?
“Tidak ada kemaksiatan, tidak adanya pencurian, korupsi, minuman keras, perzinahan—mungkin dari situ. Nanti ke atas ke pemerintah yang baik, jujur,” ujar Lukman.
Agenda revolusi akhlak ini tak berbeda dari yang sudah sering dikhotbahkan Rizieq, semasa mulai merintis karir sebagai mubalig di sekitaran Jabodetabek pada 1992. Malah, pada 1994 sebagai Kepala Madrasah Aliyah Jami’at Khair, Rizieq sudah menunjukkan bakat alaminya menjadi oposisi pemerintah. Dia berulang kali secara terbuka mengkritik kebijakan Orde Baru yang dianggap melenceng dari ajaran Islam. Keterlibatannya dalam deklarasi FPI di Pondok Pesantren Al-Umm, Tangerang, bersama 20 ulama lain pada 17 Agustus 1998, adalah evolusi yang wajar bagi pemuka agama agitatif sepertinya.
Dari FPI itulah, Rizieq meniti karir di politik ke level nasional, dengan awalnya mendekat ke pemerintah. Institut Studi Arus Informasi (ISAI) mencatat, FPI terlibat aktif dalam upaya pembentukan awal Pam Swakarsa, organisasi paramiliter yang diinsiasi Panglima TNI Wiranto, untuk melawan balik gelombang demonstrasi mahasiswa pada 1998. Target awal Rizieq dan FPI mulanya sekadar menutup paksa beragam lokasi hiburan malam.
Sejak rezim Megawati, dilanjutkan Susilo Bambang Yudhoyono, FPI makin tajam memainkan peran sebagai oposan pemerintah, meski disebut banyak peneliti sebetulnya tetap menjalin hubungan erat dan patronase dengan berbagai purnawirawan militer. Di era kepresidenan Jokowi, FPI makin tegas memainkan sentimen agama untuk kepentingan politik elektoral.
Revolusi Ahlak pada akhirnya merupakan slogan baru Rizieq dan FPI menguji kebhinekaan di Indonesia. Menurut simpatisan Rizieq, agenda uama revolusi ini adalah agar syariat Islam dipatuhi oleh semua orang di Indonesia, tidak hanya umat Muslim. “Ada khusus untuk ibadah yang diwajibkan untuk [orang] Islam, tapi kalau akhlak tadi ya untuk seluruh manusia,” lanjutnya. Edy pun menimpali bahwa seluruh warga Indonesia idealnya dilarang mengkonsumsi alkohol, termasuk mencari hiburan di kelab malam.
Saat VICE bertanya soal undang-undang mana yang melarang alkohol di tempat hiburan malam, Edy menjawab, “Saya kurang tahu banyak itu. Setahu saya memang enggak boleh.”
Namun, sampai Rizieq sendiri yang menjelaskan detail revolusi ahlak, semua itu sebatas spekulasi. Sang imam besar kelelahan setiba dari bandara, sehingga membatalkan niat pidato di hadapan para pendukungnya yang menyemut di Markas FPI. Berkaca pada pidato yang disiarkan Front TV pada Kamis (12/11) dini hari, Rizieq berniat memakai revolusi ahlak sebagai cara menaikkan posisi tawar di hadapan pemerintah.
“”Bebaskan ustad Abu Bakar Baasyir yang saat ini sudah sepuh, lalu Bahar bin Smith, Doktor Syahganda Nainggolan, Anton Permana, Jumhur hidyaat. Bebaskan buruh, mahasiswa, pendemo, pelajar yang masih memenuhi ruang tahanan. Tunjukkan niat baik,” kata Rizieq. “Kalau Anda tidak mau ada revolusi berdarah, revolusi sosial, ya perbaiki. Ulama selalu memberikan kesempatan untuk dialog.”
Tak semua umat muslim menyepakati agenda FPI, apapun sebutannya. Menurut Vanny El Rahman, warga Jakarta yang dibesarkan dalam budaya NU, memang ada kemungkinan kembalinya Rizieq meningkatkan aktivitas memaksakan kehendak kelompok ke ranah publik. Namun, Rizieq dan FPI saja tak serta-merta membuat intoleransi di Tanah Air meningkat. Mereka hanya puncak gunung es dari persoalan sosial lebih besar.
“Kalau dampak langsung sih menurutku Rizieq enggak akan meningkatkan intoleransi,” ujarnya. “Tapi kalau kembalinya dia berpotensi menghidupkan kembali tradisi FPI yang gradak-gruduk hotel, kelab, dan lain-lain dengan dalih memberantas maksiat, sangat besar potensinya.”
Dia percaya masih banyak Muslim yang tidak bersimpati kepada Rizieq dan FPI karena pendekatan mereka yang memprioritaskan kekerasan. “Semua orang mungkin tahu kalau Rizieq itu afiliasinya ke FPI. Poin pentingnya adalah orang jadi tidak melihat apa yang dilakukan Rizieq dan FPI sebagai representasi agenda mayoritas umat Islam.”
Fanatisme dan hiruk-pikuk yang ditunjukkan oleh para pendukung Rizieq pun tak otomatis menandakan dia menjadi idola warga Petamburan. Dia tetap manusia biasa. Tetangga sang habib di Petamburan III, yang menolak menyebutkan identitas demi keamanan, mengaku tak merasa ada yang istimewa dengan kepulangan Rizieq.
“Saya mah enggak pernah ikut-ikut begituan. Dulu sebelum ke Arab, saya sering ketemu dia [Rizieq] di masjid. Biasa aja,” tutur salah satu warga. “Ya, enggak apa-apa ada penyambutan atau apa, asal enggak bikin rusuh aja,” kata yang lain.