Dampak pandemi buruk banget ke bisnis pariwisata sampai-sampai para dukun di Banyuwangi memutuskan berserikat, berkumpul, dan merencanakan event layaknya unit kegiatan mahasiswa. Rabu kemarin (3/2) mereka berkumpul di Desa Sumberarum, Banyuwangi untuk mendeklarasikan wadah baru bernama Persatuan Dukun Nusantara (Perdunu). Gara-gara tuntutan dunia modern, profesi yang lekat dengan kesendirian dan pengasingan diri ini rela mengubah gaya hidup individualistis menjadi lebih komunal.
Perdunu dibentuk agar masyarakat tidak terjerumus aksi dukun abal-abal yang kerap menipu. Layaknya organisasi, Perdunu punya program kerja demi mendukung tujuannya. Pada saat terpilih, ketua Perdunu terpilih Gus Abdul Fatah Hasan menyebut beberapa di antaranya. Pertama, doa bersama dan pengobatan gratis yang akan digelar akhir Februari ini. Bagi yang punya berbagai macam penyakit, para dukun siap menerawang penyebabnya tanpa biaya.
Videos by VICE
Kedua, dan yang paling menggelegar, mereka tengah merencanakan Festival Santet pada Agustus mendatang. Pada acara ini, dukun memutuskan go public dan memperkenalkan dunianya pada masyarakat. “Banyak macam yang akan kita gelar di festival itu. Nanti, bagaimana pengenalan orang terkena santet atau sihir. Dan, juga kita kenalkan destinasi mistis di Banyuwangi. Ada tiga kalau tidak salah tadi usulannya: Alas Purwo, Rowo Bayu, dan Antaboga,” kata Abdul kepada Detik.
Goks, bisa bayangin dong nanti di festival akan ada penjelasan macam-macam kiriman santet, ciri-ciri korban santet, sampai pemaparan para dukun mengapa ilmu guna-guna lebih efektif menjerat cinta ketimbang kata-kata motivator asmara macam Raden Rauf.
Banyuwangi emang lagi getol-getolnya mengubah citra dari kota santet seram jadi kota wisata unggul. Beberapa program wisata dihelat, andalannya adalah Banyuwangi Festival yang terdiri atas 123 event serangkai dalam setahun di bidang olahraga, adat, seni-budaya, kuliner, keagamaan, dan fashion. Festival ini disebut jadi ujung tombak peningkatan pendapatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Banyuwangi, dari Rp32,46 triliun pada 2010 menjadi Rp83,60 triliun pada 2019. Pendapatan per kapita masyarakat juga meningkat dari Rp20,80 juta/orang/tahun pada 2010 menjadi Rp51,80 juta/orang/tahun pada 2019. Dengan masuknya program mistis, siapa tahu angka tersebut terus naik.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi Widji Lestariono pernah menyatakan pihaknya sedang mencoba memberantas imej klenik dan mistis kota mereka. Dulu, sebut Widji, banyak orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dipasung masyarakat karena dianggap korban santet. Kini, dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pelan-pelan warga diberikan pemahaman bahwa ODGJ bisa diobati.
Dinkes Banyuwangi menyebut sampai 2016 tercatat masih ada 113 kasus pemasungan ODGJ. Namun, pada November 2017 kasus pemasungan sudah tak ada lagi, pasien ODGJ sudah bisa dilepas kembali ke masyarakat setelah diobati puskesmas setempat.
“Untuk memberantas klenik atau mistis ini ialah dengan teknologi. Sosialisasi ke warga pun juga diterima dengan baik. Saya pribadi mengikuti setiap kasus pelepasan [ODGJ kembali ke masyarakat]. Mekanisme atau proses pelepasan ini kami ikut tiap-tiap kasus dengan saksama. Saya pribadi belum pernah mendengar isu bahwa santet bisa menjadikan orang gila,” ujar Widji.
Belum ada keterangan lebih lanjut apakah Festival Santet ini akan diadakan secara virtual atau tatap muka. Berkaca pada kebijakan pemkab tahun lalu dan tahun ini, Banyuwangi Festival cuma bisa disaksikan online. Sambil menunggu perkembangan terbaru, kami rada penasaran apakah akan muncul perserikatan dukun tandingan yang marah besar karena menganggap Perdunu telah menggadaikan idealisme kedukunannya demi keuntungan ekonomi? Kita nantikan kabar selanjutnya.