Jepang

Berdalih Buat Koleksi Anak, Seorang Ibu Diam-Diam Foto Perempuan Telanjang di Onsen

Perempuan di Jepang ini saat ditangkap polisi mengaku dipaksa putranya memfoto perempuan telanjang tanpa izin di pemandian air panas. Sang anak kepikiran untuk menjual fotonya.
Memfoto orang lain tanpa izin di Jepang
Foto: Behrouz MEHRI / AFP

Dilansir kantor berita Jepang NHK, seorang ibu ditangkap awal Januari ini terkait dugaan memfoto perempuan telanjang tanpa izin di onsen. Tindakan itu dilakukan demi sang putra—pria dewasa berusia 37 tahun—yang suka menyendiri.

Kepada polisi, pelaku yang diketahui bernama Satomi Seki (63) awalnya mengaku hanya ingin “menenangkan” anak laki-lakinya, Akinori, yang jarang keluar rumah selama 20 tahun terakhir. Ia diam-diam memasang kamera mini di ruang ganti dan tempat pemandian untuk mengambil foto perempuan tanpa busana.

Iklan

Satomi kegep menyembunyikan dua kamera di dalam keranjang plastik oleh seorang pelayan onsen yang ia kunjungi di Aichi, Jepang tengah, pada 30 Desember lalu. Saksi kala itu langsung mencegat Satomi yang hendak memasuki ruang ganti, dan melaporkannya ke pihak berwajib.

Dari hasil penyelidikan, didapat informasi pelaku bersekongkol dengan putranya, yang diringkus polisi pada 4 Januari. Keduanya kembali ditangkap pada Kamis keesokan harinya. Di Jepang, penangkapan ulang biasanya dilakukan untuk menghindari periode penahanan pra-dakwa maksimal 23 hari.

Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap barang bukti, polisi menyimpulkan Satomi mulai melancarkan aksinya pada Agustus lalu. Bukan cuma foto, kameranya juga merekam banyak video dalam 20 kesempatan.

Satomi mengakui perbuatannya, tapi beralasan dipaksa putranya. Sementara itu, Akinori menepis tuduhan dirinya bersekongkol dengan sang ibu. Hanya saja dia jujur tentang motifnya mengoleksi foto perempuan telanjang secara ilegal.

“Saya tertarik menjual foto-fotonya di internet,” tuturnya, dikutip NHK. Kepolisian Aichi memastikan pelaku belum menjual konten asusila itu.

Pasangan ibu-anak itu akan menghadapi dakwaan mendokumentasikan adegan voyeuristik, atau mengintip orang lain telanjang. Mereka terancam hukuman dua tahun penjara atau membayar denda hingga 1 juta yen (Rp115 juta). Mereka juga ditangkap atas aksi penyusupan, yang ancaman hukumannya kurang dari tiga tahun penjara, atau denda maksimal 100.000 yen (Rp11 juta).

Iklan

Pemerintah Jepang mencatat telah terjadi peningkatan dua kali lipat dalam kasus pelanggaran terkait voyeurisme selama 10 tahun terakhir. Jumlah penangkapannya pada 2021 naik 20 persen menjadi 5.019 kasus dari tahun sebelumnya.

Berbagai upaya telah dilakukan guna memberantas aksi kejahatan ini di Negeri Sakura. Kepolisian prefektur Osaka, misalnya, mengerahkan personel ke area ramai pengunjung untuk memastikan tidak ada tukang cabul yang diam-diam memfoto dalaman perempuan.

Namun, upaya semacam ini dinilai belum cukup untuk mengakhiri masalahnya. Chiharu Yamauchi selaku kepala organisasi nirlaba Voyeurism Crime Prevention Volunteer Wc mengungkapkan, timnya masih sering mendapati orang diam-diam memfoto orang lain tanpa izin dengan kamera tersembunyi.

“Diperlukan solusi konkret untuk mencegah terjadinya kejahatan ini. Sejauh ini, kita hanya menangani masalah yang telah terjadi, yang artinya seseorang telah menjadi korban,” Yamauchi memberi tahu VICE World News.

Yamauchi menekankan pentingnya edukasi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran, serta menyadarkan pelaku agar tidak mengulangi perbuatan mereka. “Orang di sekitar seharusnya juga sigap menghentikan pelaku ketika menyaksikan kejadian seperti ini—kita mesti menciptakan lingkungan yang saling melindungi satu sama lain,” pungkasnya.

Follow Hanako Montgomery di Twitter dan Instagram.