Eksperimen Kami Menjelaskan Alasan Orang Indonesia Malas Jalan Kaki

Butuh hasil penelitian dari Stanford University yang dilansir jurnal Nature buat menunjukkan satu fakta penting yang kita selama ini malu-malu mengakuinya: orang Indonesia masuk kategori paling malas jalan sedunia. Studi yang dilakukan di 46 negara dan melibatkan 717.000 responden itu memanfatkan aplikasi pedometer yang terpasang pada smartphone selama 95 hari. Hasilnya warga Hong Kong berada di urutan paling atas, sementara Indonesia terperosok sebagai juru kunci.

Rata-rata orang Indonesia hanya berjalan sebanyak 3.513 langkah per hari. Sebaliknya, warga Hong Kong berjalan 6.880 langkah per hari. Perbedaannya banyak BANGET lho. Awak redaksi VICE Indonesia segera lemas membaca kabar penelitian tersebut. Rekor terbanyak dipegang salah satu staff writer yang berjalan 8.000 langkah sehari. Namun di hari berikutnya, orang yang sama “hanya” berjalan 500 langkah.

Videos by VICE

Dalam jurnal asal Inggris The Lancet mengatakan, minimnya aktivitas fisik menyebabkan 1 dari 10 kematian di seluruh dunia. Para peneliti dari Harvard mengatakan kurang gerak dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner, diabetes tipe 2, kanker usus dan payudara, serta menyebabkan 5,3 juta kematian di seluruh dunia. Keseringan ngendon seharian di kos nonton satu season serial di Netflix sama berbahayanya dengan merokok atau ga kontrol makan kolesterol. Duh, serem ya.

VICE Indonesia menghubungi pakar kesehatan menanyakan apa efek samping jangka pendek maupun panjang jika kita terus-terusan malas bergerak.

“Efek jangka pendek mungkin tidak bakal kentara saat ini,” ujar dr. Marius Widjajarta, direktur Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI). “Tapi seiring meningkatnya usia akan ada penumpukan penyakit. Gampangnya karbohidrat yang masuk itu harus dibakar menjadi energi, kalau tidak ada gerakan, karbohidrat tersebut bakal menumpuk dan menimbulkan komplikasi.”

Prinsip utamanya sebenarnya cuma bukan jalan kaki, tapi juga pola hidup sehat seperti olah raga, cukup tidur, dan makanan sehat. Menurut Marius berjalan kaki minimal 30 menit setiap hari wajib dilakukan siapa saja, dari latar belakang usia dan gender manapun. “Berjalan kaki itu olah raga paling murah dan gampang. Semua organ tubuh itu kan harus bergerak. Jadi tidak ada alasan untuk tidak berjalan kaki,” imbuh Marius.

Siap Pak Marius. Intinya manusia harus berusaha gerak tiap hari. Jalan kaki saja ga cukup. Oke. Kami memutuskan bikin eksperimen. Dua awak VICE Indonesia, Arzia dan Adi, akan kami minta melakukan dua hal yang bertolak belakang.

Arzia mencoba berjalan kaki 10 ribu langkah dalam sehari. Kami ingin tahu, mungkinkah dia melakukannya di pedestrian Jakarta yang terkenal sangat tidak ramah pejalan kaki (Arzia cukup rutin jalan kaki). Penduduk Ibu Kota pasti paham belaka, berjalan di kawasan elit Kebayoran Baru atau di perkampungan padat Condet hasilnya tak jauh beda. Semuanya tak ramah pejalan. Minim trotoar, atau kalaupun ada, pasti berlubang, tak enak buat jalan, atau malah didominasi sepeda motor pas jam macet. Nah, Arzia akan melakoni ujian ini agar dia bisa mencapai status “sehat” (sedikit informasi: kenapa 10.000 langkah? Bukan berdasarkan sains kok. Angka itu kami pakai dari Bahasa Jepang yang jadi inspirasi teknologi pedometer “manpo-kei” alias langkah 10 ribu (万歩計)). Di lain pihak, Adi bakal berusaha sangat gigih mengurangi gerak langkah dalam sehari seminim mungkin. Dia kandidat yang paling tepat. Jalan kaki saja dia cuma ketika ke ATM atau membeli rokok. Bener-bener bocah malas.

Berikut hasil uji coba keduanya sehari penuh:

Arzia Berjalan 10.296 Langkah

Jam: 09:33 WIB
Lokasi: Mampang (kos)
Jumlah langkah: 82

Sewaktu masih mahasiswa, aku demen banget jalan kaki. Aku suka mengajak teman-teman sekelas jalan kaki saja ke mana-mana. Tidak heran lah kalau betisku lumayan besar. Terserah orang mau bilang betisku seperti pepaya, talas bogor, atau jeruk bali. TER.SE.RAH! Aku suka jalan kaki toh! Sejak bekerja aku jarang meluangkan waktu untuk olahraga atau jalan kaki. Tidak. Aku tidak menyalahkan pekerjaan, aku menyalahkan diriku sendiri yang jadi pemalas dan lebih manja.

Bagaimanapun, aku harus ingat, masa-masa aku rajin jalan tuh ketika aku masih tinggal di Bandung dan kuliah di Jatinangor. Dua-duanya kawasan yang jauh lebih ramah pejalan kaki dibanding Jakarta.

Lumayan lah, aku mencoba bergerak sebanyak mungkin, bolak-balik kasur kamar mandi. Aku sudah menyiapkan gear yang biasanya aku pakai untuk running. Iya waktu masih mahasiswa tingkat akhir dan nganggur aku bisa menghabiskan 5 hari dalam seminggu lari setidaknya 6 kilometer tiap lari. Saatnya cabut dari kosan. Jalan 10 ribu langkah? Pasti bisa!

Jam: 09:43 WIB
Lokasi: Dekat Jembatan Penyeberangan Mampang
Jumlah langkah: 891

Jalan ternyata bikin mood-ku bagus. Kabarnya, gerak badan ini bikin endorfin kita meningkat. Padahal aku dulu juga sering jalan, tapi sekarang rasa nikmatnya jauh lebih besar gitu.

Setelah kupikir-pikir lagi, ternyata aku merasa happy mungkin karena ngelihat kondisi jalan raya yang biasanya kulewati naik ojek online lagi kacau balau. Biasalah, jam berapapun Mampang Prapatan ya chaos gini kan. Ketika kita berjalan, tiba-tiba muncul kesadaran dalam kepala kalau kita tidak terlibat di dalamnya. Kita bebas dari kemacetan. Berada di trotoar terburuk sedunia jauh-jauh lebih baik daripada terjebak di tengah jalan, didera asap bus kota ataupun diklakson tanpa henti oleh pengendara mobil dan sepeda motor.

Malah, ketika ada satu motor naik ke trotoar, aku sampai engga marah atau menyumpahinya. Aku sans abis gitu. Namaste. Seorang satpam kantor buru-buru membantuku nyeberang di perempatan, gara-gara aku asyik menikmati suasana zen sambil ndengerin musik di earphone. Akibatnya aku ga sadar ada mobil nyaris nabrak aku di jarak kurang dari 10 cm. Makasih pak satpam.

Jam: 09:53 WIB
Lokasi: Masuk Jalan Tendean
Jumlah langkah: 1.447

Ah, belum apa-apa sudah keringetan. Hari ini sebetulnya tidak panas, cukup berawan dan tidak hujan. Hari yang indah bukan?

Yah, bagaimanapun harus kuakui, Jakarta tidak dirancang sebagai kota yang ramah pejalan kaki. Jujur aja, kita harus jalan di mana? Di trotoar? Duh, justru motor-motorlah yang menyela jatah kami yang seuprit ini, entah buat parkir, melintas, atau jadi tempat nongkrong geje. Belum lagi penataan selokan dan tiang listrik yang buatku harus super hati-hati. Di tiap ujung trotoar ada sekitar empat sampai enam tiang listrik berkumpul, bisa buat lari-lari sambil india-indiaan kayak di video bawah ini. Aku jadi mikir apa mata manusia Jakarta harus segera dilengkapi infrared biar bisa melihat di kegelapan biar enggak mudah masuk got? Soalnya aku pernah tersandung masuk got yang bikin tulang keringku jadi aneh. Rasanya lebih sakit dari sakit hati!

Jam: 09:58 WIB
Lokasi: melintasi kawasan Tendean, mendekati pertigaan biang macet
Jumlah langkah: 1.783

Hambatanku makin banyak. Bukan cuma trotoar yang hancur, tiang listrik dan selokan yang enggak jelas tata letaknya cenderung sembarangan, tapi juga para pedagang kaki lima yang melebarkan lapak sampai ke pinggir jalan. Oiya sama debu-debu konstruksi underpass, polusi kendaraan dan suara klakson kemacetan. Duh, epitomi dari kekacauan jalanan Jakarta ada di sini sepertinya.

Jam: 10:14 WIB
Lokasi: masih di Tendean, tapi mendekati kantor
Jumlah langkah: 3.168

Duh keringet makin mengucur deras, dan sepertinya percuma saja aku tadi mandi pagi. Untungnya cuaca sedang jauh lebih adem hari-hari biasanya, ditambah lagi jam sudah menunjukkan lewat dari pukul 10.00 dan jalanan sudah tidak macet. Biasanya musik dan earphone merupakan alat paling ampuh untuk menemaniku jalan kaki. Mungkin bukan cuma aku, yang lain juga.

Buatku earphone itu bisa jadi senjata penangkal catcall. Catcall adalah pelecehan verbal yang paling sering ditemukan di jalanan. Kebanyakan dari pelakunya berlomba cari perhatian dan ingin menunjukkan eksistensi (biasanya menyasar perempuan). Earphone membantuku memberi kesan keberadaan laki-laki ngehek itu tidak pernah ada. Mereka mau dapat atensi dan maaf aku lagi dengar musik.

Kalau pas kena catcall, mukaku sudah otomatis pasang Resting Bitch Face, lumayan ampuh buat aku yang sedang melintasi jalan raya dan tak perlu bilang “permisi.”

Jam: 10:24 WIB
Lokasi: Jl Wolter Monginsidi
Jumlah langkah: 3.751

Memasuki jalan Wolter Monginsidi, ini berarti kantorku sudah dekat. Setibanya di Wolter Monginsidi, kondisi lumayan membaik. Trotoar pun lebih rapi (sedikit lah). Tapi baru saja aku puji trotoarnya bagus aku tersandung ujung trotoar untung reflek tubuhku masih bisa menahannya. Duh, gimana kita engga males jalan kalau fasilitas umum ngenes.

Jam: 10:29
Lokasi: Kantor VICE Indonesia
Jumlah langkah: 4.258

Sampai di kantor VICE Indonesia!!!!! Ternyata engga jauh juga ya tempat tinggal dengan kantorku, bisa ditempuh dengan berjalan kaki kurang dari satu jam! Lain kali kucoba lagi ah (tapi kalau di kantor sudah ada shower buat mandi, sampai kantor bau dan dekil banget soalnya). Di kantor aku putuskan mengerjakan sebuah tulisan pendek.

Jam: 13:59
Lokasi: Kantor
Jumlah langkah: 4.568

Selama di kantor, karena jenis pekerjaanku, aku cuma jalan 300-an langkah. Ga bisa nih. Target harus tercapai. Aku memutuskan berangkat lagi dari kantor VICE untuk mencari makan siang sekaligus hiburan mengetik tulisan dari luar kantor. Mumpung boleh dan disuruh jalan-jalan sama si bos. Kali ini aku diminta membawa fotografer untuk ambil gambarku sambil berjalan menuju tempat makan langganan di Blok S.

Jam: 14:49
Lokasi: Blok S
Jumlah langkah: 5.757

Ternyata berjalan kaki ke Blok S baru menghabiskan kurang dari 6.000 langkah. Aku perlu jalan lagi. Agar jalan kakiku bermanfaat, aku sih suka sekali jalan-jalan ke supermarket besar cuma untuk lihat-lihat susunan botol-botol yang rapi atau sekedar lihat showcase berisi ikan salmon yang sudah jadi sashimi. Buatku jalan-jalan di supermarket memberi sedikit ketenangan sekaligus bisa belanja kebutuhan lah sedikit. Aku putuskan berjalan ke Grand Lucky, SCBD!

Jam: 14:56
Lokasi: Senopati
Jumlah langkah: 6.229

Kawasan Senopati memang sudah dikenal jadi tempat berkumpulnya berbagai cafe dan restoran. Nah ketika aku menjajal Jalan Suryo menuju SCBD, seharusnya sih kawasan menengah atas ini punya fasilitas untuk pejalan kaki yang bagus. Tapi kok enggak yah? Malah kebanyakan trotoar dipakai lahan parkir tambahan. Ah, apa orang Jakarta sudah kaya raya semua ya? Semua pakai mobil tak ada yang butuh jalan kaki lagi, begitu?

Nih, bagus banget trotoar di SCBD. Apa gabisa semua ruang pejalan kayak gini?

Jam: 15:18 WIB
Lokasi: SCBD
Jumlah langkah: 8.127

Kayaknya inilah tempat terbaik di Jakarta untuk berjalan kaki. Ketika kawasan Senayan sedang dalam renovasi, aku biasanya lari di sini. Trotoar yang lebar, di sampingnya tanaman yang membuat sejuk dengan penerangan yang bagus. Kadang berjalan kaki di sini terasa kayak bukan di Jakarta.

Jam: 15:23 WIB
Lokasi: Grand Lucky SCBD
Jumlah langkah: 8.622

Inilah salah satu tempat paling membahagiakan di Jakarta! Supermarket! Supermarket sebetulnya jadi tempat yang pas untuk memperbanyak jalan kaki. Keluar dari supermarket aku membeli beberapa hal favoritku. Salah satunya salmon sashimi dan air putih. Tapi ternyata belum cukup juga targetku 10 ribu langkah hari ini. Ah rasanya kalau harus kembali ke kantor akan menghabiskan waktu lama di jalan. Aku putuskan mencari cafe di sekitar SCBD.

Jam: 15:46 WIB
Lokasi: SCBD
Jumlah langkah: 10.104

Berhasil! Tepat sampai di depan cafe yang aku tuju aku berlumur keringat lagi. Pada saat bersamaan ada seorang bapak-bapak lewat dan menyapa sambil tersenyum, “Wah, Mbak jalannya jauh juga ya?”. Lah dari mana dia tahu coba?

Jam: 15:50 WIB
Lokasi: Kopitiam
Langkah: 10.296

Aku sudahi perjalanan sepuluh ribu langkahku yang ternyata setara dengan berjalan kaki sejauh 7,4 kilometer. Sebetulnya sangat mungkin buat orang Jakarta jalan sejauh ini tiap hari. Tidak perlu sampai 10 ribu langkah juga, tapi terbukti bisa dilakukan secara bertahap kok. Syaratnya tahan sama trotoar rusak, motor ngeselin, sama catcall kalau kamu cewek. Kalau kamu bisa tahan menghadapi semua itu, kamu pasti bisa jalan lebih banyak dari hasil penelitian Stanford.

Semoga Adi seru nih pengalamannya seharian.

Adi 128 Langkah

Jam: 08:30 WIB
Lokasi: Kos daerah Tanjung Barat
Langkah: 10

Setelah bangun saya langsung mengambil air putih, itu paling cuma tiga langkah dari kasur karena saya tinggal di apartemen berbentuk studio yang tak terlalu besar.

Pagi buat saya adalah untuk kopi dan kontemplasi, dan beberapa batang rokok. Saya lanjut mandi, paling hanya enam langkah saja.

Jam: 09:00 WIB
Lokasi: Depan Kosan
Langkah: 20

Tiba saatnya jam berangkat kantor saya memesan ojek online dan menuju lift ke lobby. Di depan lobby, driver ojek sudah menunggu tepat di depan saya. Saya melihat pedometer, total baru 20 langkah. Kalori yang terbakar: Nol!

Jam: 12:00 WIB
Lokasi: Kantor VICE Indonesia
Langkah: 36

Asyiiikkkk di kantor saya menjadi raja sehari. Makan siang dibelikan teman. Ngetik sambil ngemil roti tawar.

Ketika sebuah paket datang, teman pulalah yang mengambilnya. Ketika butuh merokok, mengambil minum, atau ke toilet saya memilih menggerakkan kursi yang kebetulan memiliki roda, itupun didorong teman.

Di kantor, saya cuma menggerakkan kaki ketika menelepon. Ajegile. Males abis.

Jam: 18:00 WIB
Lokasi: Kantor
Langkah: 128

Tiba saatnya jam pulang kantor. Saya mengecek pedometer, di situ tertera angka 128. Kalori terbakar: 3.

Hore! Saya berhasil menjadi orang termalas di kantor seharian!

Kurang gerak memang membuat pegal. Badan kaku engga ketulungan. Tapi sampai sekarang pun saya belum tergerak untuk berolahraga atau berjalan 10.000 langkah setiap hari.

Aarrrggghhh, mau sehat ternyata emang berat banget!