The VICE Guide to Right Now

Angka Pernikahan Anak Naik di Sejumlah Daerah Sepanjang 2020

Sejak angka minimal menikah dinaikkan dari 16 ke 19 tahun, dispensasi ke Pengadilan Agama jadi taktik ortu. Pernikahan dini ditempuh demi meringankan beban ekonomi, atau saat terjadi hamil luar nikah.
Dispensasi nikah muda di Pengadilan Agama Cianjur Jepara Kudus meningkat selama 2020
Momen pernikahan remaja 16 tahun di Bantaeng, Sulawesi Selatan, pada 2018 lalu. 

Pengesahan UU 16/2019 bahwa usia minimal perkawinan naik dari 16 menjadi 19 tahun membuat pengadilan agama di sejumlah daerah kebanjiran permohonan dispensasi umur. UU yang disahkan pada Oktober 2019 tersebut bermaksud menekan angka pernikahan anak. Namun, bukannya berkurang, jumlah pengajuan dispensasi umur agar anak bisa menikah malah semakin marak.

Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Jepara jadi yang terbaru merilis data. Sejak empat tahun terakhir, tercatat selalu ada peningkatan permohonan dispensasi umur menikah oleh pengantin berusia anak. Namun, sejak ambang batas usia pernikahan dinaikkan, pengajuan dispensasi melonjak tajam.

Iklan

Pada 2016, PA Kabupaten Jepara menerima 120 perkara dispensasi nikah usia muda. Angka tersebut turun pada 2017 menjadi 113 perkara, naik lagi pada 2018 di angka 117 perkara. Lalu, pada 2019 pengajuan pernikahan dini meningkat jadi 188 perkara akibat disahkannya UU Perkawinan baru. Pada Januari-Juli 2020 sendiri, sudah ada 236 pengajuan dispensasi nikah yang masuk.

“Tahun 2020, 24 Januari sampai 24 Juli perkara masuk 236 perkara. Mengalami lonjakan signifikan. Hal itu tidak terjadi di Jepara saja, melainkan di kabupaten lain ada yang dua kali lipat. Itu [pengesahan UU 16/2019] penyebab pertama dispensasi nikah melonjak,” Faiq pada konferensi pers, dilansir Detik.

Dari 236 perkara yang masuk, mayoritas pengajuan dispensasi berasal dari calon pengantin berusia 18 tahun sebanyak 108 perkara. Di bawahnya ada usia 17 tahun (73 perkara), 16 tahun (35 perkara), 15 tahun (18 perkara), dan 14 tahun (2 perkara). Alasan hamil menjadi mayoritas pengajuan (52,12 persen), sisanya karena keinginan orang tua.

“Itu salah satu ironi bagi kami. Karena anak belum cukup umur malah dinikahkan. Tapi, ketika kami tanyakan, anaknya sama sekali tidak ada unsur keterpaksaan. Uniknya di sini itu orang tuanya mau, anaknya juga mau,” ujar Faiq, dilansir IDN Times.

UU 16/2019 membuka kenyataan kultur pernikahan anak di berbagai daerah lain. Di Kudus, misalnya. PA Kudus menilai akan ada peningkatan pengajuan dispensasi menikah di usia dini pada 2020. Pasalnya, tahun lalu, PA Kudus “hanya” menerima 90 permohonan sepanjang tahun. Namun per Maret 2020, sudah ada 42 permohonan dispensasi masuk ke PA, membuat jumlah perkara tahun ini diperkirakan naik.

Iklan

Tren serupa terjadi di Cianjur, Jawa Barat. Meski juga sudah mengalami peningkatan selama empat tahun terakhir, namun UU Perkawinan makin menajamkan kurva pengajuan dispensasi umur menikah. 

Pada 2016, PA Kabupaten Cianjur menerima 12 permohonan dispensasi pernikahan anak dan mengabulkan 8 perkara di antaranya. Pada 2017, masuk 26 perkara dan dikabulkan seluruhnya. Pada 2018, angka naik sampai 33 perkara dan dikabulkan 30 di antaranya. Pada Januari-Agustus 2019, ada 17 permohonan dispensasi. Nah, pasca UU 16/2019 disahkan pada Oktober 2019, PA Kabupaten Cianjur mengaku dapat permohonan sampai 100 orang dalam sebulan.

“Faktor pendidikan dan ekonomi memang menjadi alasan utama pengajuan dispensasi nikah ini. Banyaknya pemohon datang dari keluarga lemah yang tidak bisa menyekolahkan anak mereka, lalu akhirnya memilih menikahkan saja,” kata Humas Pengadilan Agama Cianjur Asep kepada Kompas.

Beberapa daerah lain seperti Pasuruan dan Wonogiri juga mendapat masalah serupa, membuat kita sadar bahwa problematika pernikahan usia anak ternyata tidak langsung selesai meski sudah ada aturan batas umurnya.

Psikolog Sri Sundarini merasa ini sebagai masalah serius. Emosi yang belum matang dinilai Sri akan menimbulkan banyak kendala dalam berumah tangga dari pasangan pernikahan anak. Di sini, orang tua mestinya bertanggung jawab.

“Apabila pernikahan dini sudah telanjur terjadi, pendampingan perlu dilakukan oleh orang tua dan keluarga mempelai. Pendampingan yang bisa diberikan adalah dengan memberikan pengetahuan tentang pernikahan yang sehat dan selalu memberikan dukungan apabila terjadi permasalahan di dalam keluarga mempelai,” jelas Sri kepada Radar Solo.