Sains

Identitas Bangkai Viral Dikira Hewan Mitologis Gajah Berbadan Ikan di Natuna Terungkap

Video jasad mamalia laut Kepulauan Riau tersebut sempat dianggap gajah mina. Menurut pakar, mengaitkan jasad itu sebagai hewan mitologi keliru besar.
pakar LIPI sebut bangkai di Natuna bukan Hewan Mitologis Gajah Mina tapi paus
Video viral bangkai paus di Natuna yang sempat dianggap hewan mitologis Gajah Mina. Screenshot dari akun FB Hendri Chang

Video viral penemuan bangkai hewan laut “misterius” di Kepulauan Riau membuat netizen berspekulasi seekor hewan mitologis Hindu baru saja terungkap. Bangkai sepanjang 8 meter itu menyerupai ikan, tapi dengan gading di muka. Alhasil netizen sempat mengiranya bangkai “gajah mina”, hewan mitologis dalam kepercayaan Hindu yang berwujud gabungan gajah dan ikan. 

Bangkai tersebut pertama kali dilihat oleh nelayan Desa Kelanga, Kabupaten Natuna, pada 19 Maret silam. Saat itu posisinya tersangkut karang, sekitar 3,5 kilo dari pesisir. Keesokan harinya bangkai terbawa arus lalu tersangkut lagi di pancang milik nelayan, 300 meter dari tepi laut. Warga lalu merekam penemuan tersebut dan mengunggahnya di Facebook.

Iklan

Sebelum video tersebut membuat Anda jadi skeptis anak durhaka yang dikutuk jadi ikan pari beneran ada, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sudah keburu membantah klaim gajah mina. LIPI menjelaskan bangkai yang dimaksud adalah almarhum seekor paus baleen, jenis paus yang tidak bergigi.

Dalam video, terlihat tulang panjang di bagian muka bangkai yang disalahartikan warga sebagai gading gajah. Menurut peneliti mamalia laut Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Sekar Mira, yang dikira “gading” itu aslinya tulang rahang bawah.

“Sebenarnya yang di video itu adalah jenis paus baleen, yaitu golongan mysticeti, paus yang tidak bergigi. Memang pertulangan rahang bawahnya tidak memiliki tulang penyambung antara rahang kanan dan kiri. Sehingga ketika terekspose, akan terlihat seperti sepasang gading,” kata Mira kepada Kompas. Kehebohan ini, menurut Mira, menunjukkan bahwa masyarakat belum terlalu mengenal biota laut.

Penemuan bangkai paus baleen di Natuna dianggap wajar karena perairan tersebut bersisian dengan laut dalam, habitat para paus. Ditambah, perairan Indonesia sendiri disebut Mira sebagai jalur migrasi banyak paus. Salah kaprah lain yang kerap terjadi yakni ketika usus bangkai paus yang terurai dari badan ditemukan warga, lalu disangka cumi-cumi raksasa.

Iklan

Di Indonesia, kasus paus terdampar emang sering terjadi, biasanya dalam kondisi hidup. Kok bisa ya? Mengutip Kumparan, pengamat kelautan dan perikanan Universitas Nusa Cendana Kupang Chaterina Agusta mengatakan, setidaknya ada lima faktor penyebab saudara-saudaranya Pearl ini bergerak ke daratan.

Pertama, paus terjebak di upwelling atau arus laut dalam yang menggulung naik ke permukaan. Kedua, kondisi paus yang sudah sakit dan cedera sehingga gagal catch up sama kelompoknya terus jadi gampang terbawa arus. Ketiga, kesalahan navigasi sehingga tersesat saat paus berkeliaran di luar habitat aslinya. Keempat, dijerumuskan pemimpin kelompok (emang dasar!). Kelima, keenakan berburu mangsa sampai enggak sadar tiba di perairan hangat.

Ngomong-ngomong soal pendekatan mitos terhadap penemuan “gajah mina”, kecenderungan masyarakat mengaitkan hewan mitos sebagai penjelasan kejadian alam juga pernah terjadi di Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Ini terjadi pada pertengahan 2020 lalu, ketika puluhan hewan ternak warga seperti ayam, babi, dan bebek mendadak mati dengan kondisi darah terisap ditambah luka cakar. Masyarakat lantas mengaitkannya dengan homang, makhluk mitos besar berwarna hitam, berbulu lebat, dan berkuku panjang yang kerap minum darah dan menyesatkan manusia yang masuk hutan.

Iklan

Waktu Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut meluruskan bahwa pelaku sebenarnya bukan hewan mitos, melainkan sejenis musang. Menurut pemeriksaan laboratorium forensik Polda Sumut, luka isapan darah di leher ternak emang disebabkan binatang buas. Biar warga enggak parno, Kepala Bagian Tata Usaha BBKSDA Sumut Teguh Setiawan meminta warga untuk tidak mengaitkan kejadian ini dengan hal mistis.

Contoh lain, VICE pernah pula menghimpun fenomena serupa di Probolinggo dan Buleleng, di mana muncul desas-desus anjing jadi-jadian sebagai pelaku utama pemangsa kawanan ternak warga. 

Pertanyaannya, kenapa kita suka sama penjelasan mistis? Antropolog Budi Rajab menyebut kebiasaan ini peninggalan nenek moyang yang enggak mudah dihilangkan. “Mistis di Indonesia sudah berlangsung sejak ratusan tahun lah, berabad-abad yang lalu. Meskipun rasionalitas orang Indonesia mulai meningkat, tapi itu tidak bisa hilang begitu saja. Orang masih percaya di satu sisi karena ada sensasinya, dan di sisi yang lain ya jelas hiburan,” kata Budi kepada CNN Indonesia.

“Sensasi yang ditimbulkan buat manusia kian penasaran. Itu sifat manusia: selalu penasaran, ingin tahu, dan itu dibarengi dengan takut, senang, atau kepuasan tersendiri.” Pantesan cerita KKN di Desa Penari bisa rame banget.