Artikel ini pertama kali tayang di VICE News.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan awal pekan ini melontarkan tudingan serius terhadap Jerman. Walaupun Turki dan Jerman sama-sama anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), namun hubungan diplomatik kedua negara tak akur sejak tahun lalu. Situasi NATO pun ikut memanas.
Videos by VICE
“Jerman jelas-jelas mendukung kelompok teroris,” kata Erdoğan saat membuka seminar di kawasan Laut Hitam seperti dilaporkan kantor berita Reuters. Salah satu alasan sang presiden adalah adanya permintaan Ankara terhadap Jerman untuk menangkap warga Turki yang dituding berafiliasi dengan kelompok teroris, namun tak digubris sama sekali. “Kami sudah mengirim daftar 4.500 nama,” ujarnya.
Nama-nama itu, kemungkinan besar adalah warga Turki yang dicap mendukung upaya kudeta terhadap pemerintahan Erdoğan tahun lalu. Jerman menampik bila negaranya dianggap melindungi para eksil yang ingin menggulingkan Erdoğan.
Situasi bertambah panas, karena politikus maupun media massa Jerman berulang kali menyoroti dan mengkritik upaya pembungkaman pendapat oleh pegiat demokrasi di Turki yang dilakukan aparat.
Setelah selamat dari kudeta, Erdoğan memerintahkan penangkapan besar-besaran terhadap semua sipil maupun personel militer yang terlibat. Lebih dari 50.000 orang ditahan, sementara lebih dari 120 ribu pegawai negeri, polisi, jaksa, dan tentara dipecat. Awal bulan ini, pengadilan di Ibu Kota Ankara mencatat rekor dengan menyidangkan nyaris 500 orang dalam satu waktu, menjadi proses peradilan terbesar pernah digelar negara itu.
Apa yang terjadi di Turki jelas bertentangan dengan nilai-nilai Eropa yang kita percaya, yakni nilai terhadap peradilan yang layak, demokrasi, dan kebebasan media,” kata Michael Roth, Utusan Jerman untuk Uni Eropa saat diwawancarai media. “Itulah alasan respons Jerman terhadap Turki kurang bersahabat. Kami tidak setuju jika pembersihan kudeta dilakukan seperti ini.”
Hubungan Jerman-Turki yang terus memanas membuat banyak pihak khawatir pada masa depan perjanjian pengungsi. Awal 2016, Uni Eropa dan Turki menjalin perjanjian. Benua Biru akan menggelontorkan dana besar kepada Turki, syaratnya Erdoğan bersedia mengerahkan sumber daya menampung pengungsi dari Suriah tak menyeberang ke Eropa.
Persoalan ini semakin serius setelah Wakil Perdana Menteri Numan Kurtulmus mengungkit-ungkit soal perjanjian tersebut untuk mengubah sikap Jerman. “Kami bisa saja mengkaji ulang perjanjian dengan Uni Eropa jika terpaksa.”