FYI.

This story is over 5 years old.

Pemilu Iran

Presiden Reformis Iran Menang Telak Pada Pemilu Untuk Masa Jabatan Kedua

Hassan Rouhani unggul jauh dari lawannya ulama konservatif Ebrahim Raisi dalam pemungutan suara akhir pekan lalu.

Hassan Rouhani, presiden petahana sekaligus politikus reformis Iran, memenangkan telak pemungutan suara yang digelar akhir pekan lalu. Kemenangannya sedikit di luar dugaan, mengingat selama kampanye sang lawan, Ebrahim Raisi, tampak berhasil mengumpulkan dukungan kalangan konservatif agama yang menghendaki Iran menutup diri dari dunia luar. Rupanya, kalangan kelas menengah perkotaan dan anak muda kompak mendukung presiden 68 tahun itu. Hasilnya, Rouhani meraih 57 persen suara, langsung dinyatakan menang tanpa perlu mengikuti putaran kedua. Raisi hanya memperoleh 38 persen dukungan

Iklan

Kemenangan Rouhani memastikan pemerintah Iran lima tahun ke depan tetap menjaga hubungan baik dengan negara-negara Barat, termasuk mempertahankan kesepakatan dengan Amerika Serikat untuk menyetop pengembangan nuklir, dengan imbalan pencabutan sanksi ekonomi. Kesepakatan itulah salah satu capaian politik terbaik Rouhani, yang harus mengelola negara dalam keadaan penuh utang serta diisolasi dari komunitas internasional. Dengan besarnya dukungan yang diterima Rouhani dalam pemilu kali ini, dia juga punya posisi tawar lebih untuk menghadapi tekanan para Dewan Ulama yang sangat berpengaruh di Iran. Negeri Para Mullah itu menerapkan sistem politik gabungan teokrasi dan demokrasi.

"Lewat pemilu ini rakyat Iran dengan tegas menyatakan 'tidak' terhadap politikus yang ingin kita kembali ke masa lalu," kata Rouhani dalam pidato kemenangan yang disiarkan TV negara.

Dalam pidatonya Rouhani mengucapkan terima kasih kepada sosok Mohammad Khatami, mantan presiden yang juga berhaluan moderat. Rouhani sengaja melanggar larangan Dewan Ulama menyebut nama Khatami di televisi maupun media massa. Khatami dulu dianggap sosok yang berani melawan perintah Ayatullah Ali Khamenei, pemimpin spiritual dengan kuasa tertinggi di Iran, karena ingin lebih bersahabat dengan Negara Barat. Sikap Rouhani yang mengaku terinspirasi Khatami, menggambarkan betapa dia cukup percaya diri melawan kekolotan dan kediktatoran para Mullah di negaranya setelah menang telak pemilu.

Iklan

Kemenangan Rouhani diyakini para pengamat akan mengubah konstelasi politik Iran di masa mendatang. Walaupun kewenangan presiden tak ada apa-apanya dibanding Ayatullah, namun penentuan anggota Majelis Ulama Tertinggi ada di tangan Rouhani. Dia bisa memilih ulama-ulama yang moderat di negara mayoritas Syiah itu saat tiba waktunya mencari pengganti Ali Khamenei.

Ayatullah dijabat seumur hidup. Mengingat Khamenei saat ini sudah 77 tahun dan sering sakit-sakitan, masa pemilihan sang pemimpin tertinggi Iran dapat terjadi kapan saja dalam waktu dekat. Khamenei dalam pemilu kali ini tak lagi mendukung Rouhani. Sang Ayatullah dikabarkan menyokong pencalonan Raisi, yang juga dia harap bisa menjadi penggantinya kelak. Sosok Raisi adalah ulama konservatif yang menuding Rouhani sebagai koruptor. Selama masa kampanye, dia ingin Iran kembali memegang teguh prinsip Islam serta tak berkompromi dengan negara-negara Barat, seperti era Presiden Mahmoud Ahmadinejad. Sebaliknya, Rouhani menuding lawannya itu sebagai 'ekstremis radikal' yang hendak mengembalikan Iran ke masa-masa resesi akibat sanksi ekonomi.

Rouhani punya banyak pekerjaan rumah di masa jabatan keduanya. Setelah meneken perjanjian nuklir, perekonomian Iran tak langsung pulih. AS dan banyak negara Barat masih menerapkan sanksi ekonomi berlapis. Alhasil, jumlah pengangguran bertahan di kisaran 12,7 persen dari populasi nasional, kebanyakan korbannya anak muda usia produktif.

Tingkat partisipasi warga dalam pemilu tahun ini sangat tinggi, lebih dari 70 persen warga yang masuk di daftar pemilih tetap memberikan suaranya, memicu antrean di banyak TPS. Melalui keterangan tertulis, Ayatullah Ali Khamenei tidak memberi selamat pada Rouhani. Dia hanya memuji partisipasi rakyat yang "luar biasa" saat proses pemilu.