Artikel ini pertama kali tayang di i-D Magazine.
Foto seringkali dimanfaatkan buat menyampaikan pesan dalam medium lain. Kadang mereka digunakan sebagai sampul buku (lihat buku A Little Life karya Hanya Yanagihara secara cerdas menggunakan foto Orgasmic Man karya Peter Hujar di 1969). Foto juga semakin sering digunakan dalam kampanye fashion, misalnya ketika pameran musim semi/panas 15 Patrik Ervell menggunakan foto-foto dekade 80’an dari koleksi Hujar yang belum pernah dipublikasikan. Tentu saja, banyak sekali foto yang digunakan sebagai sampul album musik.
Videos by VICE
Fotografer ikonik biasa bekerja sama bareng musisi menciptakan artwork semenjak zaman baheula. Namun biasanya bentuk kerja sama ini bersifat komisi: Herb Ritts dan Madonna (True Blue), Robert Frank dan The Rolling Stones (Exile on Main Street), Ari Marcopoulos dan Jay-Z (Magna Carta Holy Grail), Annie Leibovitz dan Cyndi Lauper (She’s So Unusual). Kerja sama paling ikonik adalah antara Robert Mapplethorpe dan Patti Smith (Horses).
Anehnya, kita jarang bisa mengenali sebuah foto ketika mereka diambil lalu dimodifikasi menjadi sampul album. Misalnya baru-baru ini, saya tidak sengaja melihat pelelangan sebuah foto yang langsung saya kenali. Foto hasil jepretan Nicholas Prior tersebut itu rupanya nyawa utama dari sampul album The Devil and God Are Raging Inside Me milik Brand New. Saya sedang doyan-doyannya sama musik emo ketika album keren itu dirilis 2006. Sudah berkali-kali saya menatap sampulnya secara khidmat. Makanya saya heran kenapa sampai bisa enggak ngeh bahwa foto tersebut sudah ada jauh sebelum Brand New muncul dengan musik melankolisnya?
Ternyata kasus macam ini banyak. Kita mengira band favorit kita berhasil membuat desain sampul yang luar biasa. Rupanya mereka membeli ataupun meminta izin memakai foto yang sudah kuat dari sononya. Ada banyak selain Brand New lho. The Smiths dan Sigur Rós juga melakukannya.
Berikut 10 karya foto yang telah diapropriasi, tanpa kita tahu, menjadi sampul album musik yang keren:
Brand New — The Devil and God Are Raging Inside Me
Album debut major label Brand New (album ketiga mereka) hingga kini masih dianggap sebagai karya terbaik mereka, dan salah satu album penting di era emo 2000an. Di album ini, Brand New mengubah sensibilitas pop punk mereka menjadi musik yang lebih eksistensial—penuh kontemplasi teologi, kematian dan depresi. Judul album kabarnya diambil dari percakapan frontman Brand New, Jesse Lacey dengan Daniel Johnston, seorang penulis lagu handal yang menderita skizofrenia. Foto album itu sendiri diciptakan oleh Nicholas Prior di 2003. Berjudul Untitled #44, foto sampul album adalah bagian dari seri Age of Man karya Prior. Seri foto ini terinspirasi oleh tulisan Freud yang luar biasa, “bahwa seorang manusia dewasa tidak bisa melihat kembali ke masa kecilnya dari sudut pandang seorang anak kecil, dan ini menjelaskan jurang yang misterius antara manusia dewasa dan anak-anak,” kata Prior dalam salah satu wawancaranya. Sang fotografer meyakini Brand New menemukan karyanya dalam sebuah pameran di Yossi Milo Gallery di New York. Ketika label Interscope mengontaknya perihal lisensi, dia awalnya menolak. Tapi kegigihan Brand New (dan setelah dia mendengarkan album secara keseluruhan) berhasil membujuk Prior untuk memberikan band restunya.
Layo & Bushwacka! — Night Works
Di album keduanya, Night Works (2002), duo techno-house asal London Layo & Bushwacka! Menggunakan foto karya Nan Goldin. Foto tersebut—berjudul Gigi in Blue Grotto with Light (Capri, 1997)—muncul dalam Ten Years After, sebuah buku foto yang diterbitkan Goldin setelah mengunjungi Whitney Museum di 1996. Di akhir 80n, dia mengunjungi Italia bersama seniman Cookie Mueller. Satu dekade kemudian, setelah kematian Mueller, Goldin muncul kembali. Tidak jelas bagaimana atau mengapa foto ini muncul dalam Night Works. Goldin memang pernah merelakan foto-fotonya digunakan, tapi biasanya untuk musisi macam The Velvet Underground dan The Creatures. Ya mungkin dia diam-diam ngefan sama musik breakbeat house? Siapa juga yang tahu.
Blood Orange — Freetown Sound
Setiap album Devonté Hynes’s memakai nama panggung Blood Orange selalu punya kekuatannya masing-masing. Setelah dilacak kembali, ternyata semua albumnya selalu memakai foto yang sudah lebih dulu ada.
Album terbaru Hynes, Freetown Sound, menggunakan hasil jepretan Deana Lawson yang diberi judul Binky & Tony Forever. Foto ini dibuat tahun 2009 di apartemen Lawson. “Idenya sederhana sekali, percintaan anak muda,” ujarnya saat diwawancarai The Fader. Ketika melihat foto itu, Hynes merasa sangat nyambung. Sang penyanyi lantas menghubungi Lawson, meminta izin untuk memakai fotonya sebagai sampul album. “Saya dan Hynes sebelumnya tidak saling mengenal,” kata Lawson. “Saya tersanjung, karena saya pikir musiknya sangat-sangat indah.”
George Michael — Listen Without Prejudice Vol. 1
Album mendiang penyanyi kondang dekade 80’an ini memuat b-side, lagu langka yang tak pernah dipublikasikan, serta cuplikan saat George Michael tampil di MTV Unplugged. Kendati demikian, album berisi empat CD ini dirilis setelah mantan penyanyi WHAM ini menghasil hit single sangat populer pada 1987: ‘Faith’. Di album Listen Without Prejudice Vol.1, Michael beralih menggarap nomor-nomor akustik, serta bossa nova. Perubahan musik ini membuat album tersebut tidak terlalu sukses.
Seperti album-album lain dalam daftar ini, Michael dan tim produksi ternyata memakai foto karya Weegee yang sudah di-crop. Karya fotografer asal Ukraina itu merekam berkumpulnya wisatawan di Coney Island. Wegee selama masa aktifnya, dinobatkan sebagai street photographer New York paling berpengaruh. Album ini membuang berbagai papan reklame yang sebetulnya ikut terekam di foto aslinya, fokus sepenuhnya kepada wajah-wajah para turis yang terseyum sambil bermandikan cahaya matahari.
Sigur Rós — Með suð í eyrum við spilum endalaust
Awalnya Sigur Rós hendak memakai jasa fotografer Denmark Olafur Eliasson untuk mengisi sampul album Með suð í eyrum við spilum endalaust. Mendekati jadwal rilis album tersebut pada 2008, para personel band Islandia itu kurang menyukai hasil akhirnya. Mereka meminta label untuk memakai foto lain, yang sangat mereka sukai, hasil jepretan fotografer Amerika Serikat Ryan McGinley.
Pada 3 April 2008, McGinley sedang menggelar pameran foto di Team Gallery. Foto-fotonya, termasuk yang kemudian dipakai sebagai sampul Með suð í eyrum við spilum endalaust, adalah hasil perjalanannya keliling AS, menghabiskan nyaris 4.000 rol film. Jónsi, vokalis sekaligus gitaris Sigur Rós, tak sengaja melihat cuplikan foto-foto pengantar pameran itu di inbox emailnya. “Momennya sungguh pas, karena kami sedang memilih foto pengganti untuk sampul album terbaru saat itu,” kata Jónsi. McGinley kembali berkolaborasi bareng Sigur Rós pada 2012, membuat satu video klip). Judul foto yang ikonik menggambarkan para nudis berlarian melintasi jalan tol ini adalah I Know Where the Summer Goes, meminjam judul lagu Belle and Sebastian.
Antony and the Johnsons — I Am a Bird Now
Ini adalah album perdana Antony and the Johnsons (proyek avant pop sampingan dari Anohni) yang sukses meraih penghargaan Mercury Prize pada 2005. Ada banyak kolaborator kelas kakap di album tersebut, mulai dari Rufus Wainwright, Devendra Banhart, Lou Reed, dan Boy George. Sampulnya memakai foto terbaik Peter Hujar: Momen Candy Darling sedang meregang nyawa di kasur rumahnya.
Pada 2007, Anohni menulis obituari mengenang Hujar (sang fotografer meninggal karena komplikasi AIDS pada 1987). “Dia bisa menyajikan foto yang terasa intim, seakan-akan dia masuk ke dalam hidup subyek fotonya,” tulis Anohni. “Hujar mengalami dan akhirnya membagikan perasaan alienasi yang dia rasakan, menambah bobot untuk setiap fotonya.”
SNFU — And No One Else Wanted to Play
Sampul album debut band hardcore punk Kanada, SNFU (Society’s No Fucking Use) ini mendapat pujian saat pertama kali dirilis pada 1985. Siapa sangka, masalah segera menyusul. Band ini ternyata memakai foto jepretan Diane Arbus pada 1962, berjudul ‘Child with Toy Hand Grenade’ tanpa izin. Personel SNFU segera meminta maaf pada sang fotografer atas kelalaian mereka. “Kami benar-benar naif,” kata salah satu personel saat wawancara pada 2005. “Kami menemukan foto itu di perpustakaan lalu langsung memakainya begitu saja. Kami nyaris digugat saat itu. Banyak band ingin memakai foto-foto Arbus untuk cover album mereka, banyak yang ditolak. Untunglah, kami akhirnya berhasil mendapat izin dari beliau untuk melakukan modifikasi.”
Perubahan itu misalnya mereka harus mengganti foto itu jadi ilustrasi. Komposisinya sempat masih terlalu mirip, rentan digugat lagi. Akhirnya, setelah revisi keempat kalinya, sampul itu menjadi seperti yang kita kenal sekarang.
Those “adjustments” first meant having an artist draw a version of Arbus’s famous snap. But the illustration was too similar to Arbus’s original image to avoid another legal scuff, so a third cover option was put together quickly. The fourth and final cover features an illustration of a Christmas slaughter, with an elephant-headed child in the background sporting the recognizable sailor shorts worn by Arbus’s Child with Toy.
The Smiths — The Smiths
Tak mungkin kita membuat daftar sampul album keren berbasis foto, tanpa melibatkan The Smiths. Album-album band legendaris Inggris itu selalu memakai foto yang kuat karakternya. NME pernah meneliti seluruh 27 sampul album, b-side, ataupun kompilasi karya band asal Manchester tersebut yang semuanya didesain oleh Morrissey himself. Morrissey rupanya sangat terobsesi pada aktor-aktor sinema dan jepretan khas pita seluloid. Sang vokalis The Smiths mengidolakan James Dean, George O’Mara, Jean-Alfred Villain-Marai, dan Pat Phoenix. Makanya tak mengagetkan bila salah satu sampul album The Smiths memakai cuplikan adegan film genre french noir The Unvanquished.
Adapun untuk sampul album perdana The Smiths yang rilis 1984, Morrissey dkk memakai still image dari film buatan Andy Warhol The Flesh yang tayang 1968. Sosok dalam adegan itu menampilkan Joe Dallesandro. Warhol sudah terlibat dalam banyak pembuatan sampul musisi lain. Seniman pop art ini ikut merancang desain Sticky Fingers, album Rolling Stone yang ikonik. Omong-omong soal Sticky Fingers, tonjolan zakar di sampul itu bukan punya Mick Jagger lho (walaupun fans berharap demikian). Tonjolan di celana jeans itu milik Dallesandro.