Tambang

Wakil Bupati Sangihe Meninggal Mendadak, Perjuangannya Tolak Tambang Jadi Sorotan

Kematian Helmud Hontong dalam penerbangan rute Denpasar-Manado dianggap misterius. Aktivis minta polisi terlibat, karena diduga terkait penolakan Helmud pada tambang emas di Sangihe.
Wakil Bupati Sangihe Helmud Hontong Meninggal Mendadak Dikaitkan dengan Penolakannya Terhadap Tambang Emas
Mendiang wakil bupati Sangihe Helmud Hontong. Foto dari Facebook Komunitas Sahabat Helmud Hontong

Kematian yang dinilai misterius itu terjadi dalam penerbangan Lion Air JT-740 rute Denpasar-Manado, dua hari lalu (9/6). Segera setelah pesawat lepas landas dari Bandara I Gusti Ngurah Rai pada pukul 15.08 WIT, Wakil Bupati Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, Helmud Hontong (58) menunjukkan penurunan kesehatan drastis. Tak sampai sejam kemudian, ketika pesawat transit di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar, Helmud dinyatakan telah meninggal.

Iklan

Menurut keterangan dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Makassar, ajudan Helmud yang menyertainya di penerbangan itu, Harmen Kontu, mendapati atasannya batuk-batuk hingga mengeluarkan darah dari hidung dan mulut segera setelah pesawat lepas landas. Tak lama kemudian Helmud pingsan dan mengalami henti napas.

Situasi itu direspons penumpang lain, seorang dokter bernama Timothy. Pada 15.24 atau 16 menit setelah pesawat lepas landas, Timothy memberikan bantuan oksigen dan resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasar dengan cara menekan dada pasien untuk mengembalikan pernapasannya). Kronologi versi Lion Air menyebut bantuan kesehatan mulai diberikan pada 15.40 WITA.

Pesawat kemudian transit di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar pada pukul 16.10. Tujuh menit kemudian, KKP Bandara Sultan Hasanudin menyatakan Helmud sudah meninggal dunia sejak di penerbangan.

Selain tanggapan duka dari warganet, peristiwa ini memantik perbincangan di media sosial soal perjuangan Helmud menentang izin eksploitasi pertambangan emas di Sangihe. Pada akhir April tahun ini, Helmud sempat mengirim surat kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) perihal izin tambang emas yang diberikan pemerintah pusat kepada PT Tambang Mas Sangihe (PT TMS). Helmud meminta pemerintah membatalkan surat izin operasi tersebut demi kepentingan rakyat.

Iklan

Surat penolakan ini dikonfirmasi Bupati Kepulauan Sangihe Jabes Gaghana. “Iya, Pak Wakil Bupati memang bikin surat [menolak tambang]. Almarhum memang menolak izin tambang, tapi saya belum melihat suratnya,” ujar Jabes kepada Kompas.

Aktivitas tolak tambang itu mengundang desakan dari aktivis agar kematian Helmud diselidiki polisi. “Bagi kita ini juga misterius sekaligus janggal kematian beliau ini, karena [menurut] perbincangan dan cerita-cerita, semuanya menunjukkan dia sehat-sehat saja awalnya. Kondisi fisik baik, namun tiba-tiba meninggal,” ujar Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah Ismail kepada CNN Indonesia.

“Makanya ini janggal kematiannya karena dia juga posisinya cukup vital dan dia berseberangan dengan bupati dan gubernur sendiri. Ini menjadi high profile kematian dia.”

Kepada Tirto, Corporate Communications Strategic Lion Air Danang Mandala Prihantoro menepis dugaan Helmud Hontong telah diracun selama penerbangan. “Kami enggak menyediakan makanan dan minuman di pesawat ya, karena seluruh perjalanan Lion itu kelas ekonomi,” ujarnya.

Iklan

Dalam suratnya yang telah tersebar di media sosial, Helmud menyebutkan enam alasannya menolak pemberian izin tambang dari Kementerian ESDM kepada PT TMS.

Pertama, ia menyebut aktivitas tambang berpotensi merusak darat, pantai, dan biota laut. Kedua, karena tambang emas berpotensi membawa racun pada lingkungan di sekitar tambang sehingga berdampak negatif pada manusia dan alam. Ketiga, karena izin tambang PT TMS bertentangan dengan UU 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. 

Keempat, izin tambang berpotensi menghilangkan sebagian atau keseluruhan hak atas tanah dan kebun masyarakat, membuat masyarakat pelan-pelan terusir dari tanahnya sendiri. Kelima, belajar dari pengalaman wilayah lain, pertambangan dinilai hanya akan memberi keuntungan pada pemegang kontrak karya, tapi tidak memberi kesejahteraan bagi masyarakat. Dan keenam, telah timbul pertentangan dari masyarakat akibat izin tambang ini.

PT TMS adalah perusahaan pengelola tambang emas di Kepulauan Sangihe sejak 1987. Saham mayoritasnya sebanyak 70 persen dimiliki Baru Gold Corp, perusahaan asal Kanada. Sisa 30 persen dipegang oleh perusahaan Indonesia bernama PT Sungai Balayan Sejati (10 persen), PT Sangihe Prima Mineral (11 persen), dan PT Sangihe Pratama Mineral (9 persen). 

Selama ini, secara resmi PT TMS baru melakukan eksplorasi emas dan tembaga. Namun pada 29 Januari 2021, PT TMS mendapatkan izin dari pemerintah pusat untuk melanjutkan Kontrak Karya, tertuang dalam Surat kementerian ESDM No. 163 K/MB.04/DJB/2021. Surat izin ini berdurasi 33 tahun, berakhir 2054 dengan luas area proyek 42 ribu hektare yang kini ditinggali warga 80 kampung. Keluarnya Kontrak Karya membuat PT TMS mulai masuk ke tahap operasi produksi. Saat ini, pihak perusahaan dilaporkan sedang melobi masyarakat untuk pembebasan lahan.

Iklan

Selama masa pendekatan itu, PT TMS mendapat perlawanan dari gerakan penolakan tambang yang berkonsolidasi dengan nama Save Sangihe Island, terdiri dari 25 organisasi kemasyarakatan. “Masyarakat baru mendengar izin lingkungan telah keluar saat TMS melakukan sosialisasi ke masyarakat untuk pembebasan lahan. Pertanyaannya, kapan dan melibatkan siapa amdal [analisis dampak lingkungan, salah satu syarat izin pertambangan] itu saat dibuat? Bagaimana hasilnya dan mengapa tertutup?” ujar Juru Bicara Save Sangihe Island Samsared Barahama dalam liputan eksklusif BBC Indonesia.

Manajer Tambang PT TMS Bob Priyo Husodo menyanggah tuduhan itu dengan mengatakan isu tambang Sangihe telah dipolitisasi. Ia juga menyebut dukungan masyarakat untuk perusahaannya sudah mengalir. Pihak yang menentang disebutnya hanyalah para masyarakat pendatang, sebab penduduk asli diklaim telah menyatakan dukungan.

Plt. Kepala KKP Bandara Sultan Hasanuddin Makassar dr. Muhammad Haskar Hasan mengatakan, Helmud Hontong diduga meninggal karena serangan jantung. Namun, dugaan itu harus ditegaskan lewat autopsi. “Ini yang kami belum bisa pastikan. Tapi kalau serangan jantung itu kemungkinan besar keluar darah dari mulut. Apalagi penumpang sudah berumur,” terangnya kepada Suara.

Namun, autopsi itu tidak dilakukan. Menurut kepolisian Maros, wilayah administratif tempat Bandara Sultan Hasanuddin berada, mereka sudah menawarkannya kepada keluarga Helmud, namun ditolak. “Sudah kami bilang [untuk autopsi], tapi tetap mau bawa pulang,” ujar Kapolres Maros AKB Musa Hengky Pandapotan Tampubolon kepada Tempo.

Jasad Helmud sudah tiba di Sangihe pagi ini (11/6) dengan sambutan lautan penduduk yang berduka. Plt. Kabag Protokoler dan Komunikasi Setkab Sangihe Abner Menaung mengabarkan, pemakaman akan dilaksanakan pada Senin (14/6) di halaman rumah pribadi almarhum di Kelurahan Manente.