Sacred Monkey Forest menjadi salah satu destinasi favorit wisatawan saat berlibur ke Ubud, Bali. Para pengunjung bisa menyaksikan ratusan kera ekor panjang berkeliaran secara bebas di kawasan hutan yang masih asri.
Primata yang hidup di sana terkenal sebagai makhluk paling pemalas di seluruh Pulau Dewata lantaran hewan itu tidak perlu bersusah payah mencari makan. Waktu bermainnya pun lebih banyak, sehingga tak mengherankan apabila monyet suka main batu di samping gegoleran menikmati alam.
Videos by VICE
Tapi ternyata, ada satu kebiasaan unik lain yang kerap dilakukan monyet menggunakan batu. Beberapa di antaranya menjadikan batu sebagai “mainan seks”. Perilaku ini terungkap dalam karya ilmiah yang dipublikasikan dalam jurnal Ethology: International Journal of Behavioural Biology pada 4 Agustus lalu.
Hasil pengamatan peneliti terhadap ratusan video yang direkam sepanjang 2016-2019 menunjukkan, kera di tempat wisata itu mengumpulkan batu bukan buat mainan saja. Para peneliti memperhatikan banyak kera mengetuk dan menggosokkan batu ke area genital, yang tampaknya dilakukan untuk mendapatkan rangsangan seksual.
Kera jantan cenderung menggosokkan batu lebih lama saat mengalami ereksi, tapi tidak sampai ejakulasi.
Camilla Cenni, mahasiswi PhD Universitas Lethbridge di Kanada yang mengerjakan studi ini, menyampaikan primata telah diketahui melakukan masturbasi seperti manusia. Namun, baru kali ini ditemukan kasus hewan memenuhi hasrat seksualnya pakai batu.
“Belum ada yang bisa menjelaskan secara pasti mengapa kera melakukannya, tapi sepertinya karena rasanya nikmat,” Cenni menduga. “Ada semacam rangsangan taktil yang muncul dari gosokan batu. Rasanya nikmat, sehingga tidak ada alasan untuk berhenti.”
Lebih menariknya lagi, bukan hanya kera jantan yang bermasturbasi dengan batu. Aksi ini juga ditemukan pada jenis kelamin betina, tapi lebih sulit untuk diamati karena tidak adanya tanda yang jelas bahwa monyet betina terangsang saat melakukannya.
“Mengamati kebiasaan ini pada kera betina lebih sulit karena tidak ada penanda gairah yang gampang dilihat,” lanjutnya. Satu-satunya hal menonjol dari tingkah laku kera betina yaitu pemilihan batu yang hendak digosokkan ke area genital. Cenni dan rekan-rekan melihat kera betina biasanya memilih batu yang tepinya tajam atau bertekstur kasar.
Aktivitas bermain batu kemungkinan diturunkan dalam populasi spesies yang sama, dan penelitian lain telah menunjukkan kera Jepang juga memiliki hobi ini. Namun, dalam kasus kera ekor panjang di Ubud, Cenni menebak tindakan menggunakan batu sebagai alat masturbasi muncul dari hobi ini.
“Jika kamu menemukan monyet bermain batu, cobalah berhenti dan perhatikan tindakannya. Kemungkinan besar kamu akan melihat apa yang kami maksud,” kata Cenni.
Kebanyakan monyet asli Asia Tenggara ini hidup dekat dengan manusia. Di Bali sendiri, kera ekor panjang menyandang reputasi licik di kalangan wisatawan. Binatang itu sering mencuri barang turis, dan baru mengembalikannya setelah diberi makan.
Sacred Monkey Forest terletak tak jauh dari kawasan permukiman, sehingga kera mudah mencari makan. Para peneliti mengutarakan, penjaga kuil di sekitar situ juga rutin memberinya buah-buahan dan sayur setiap hari. Itulah sebabnya Cenni menduga kemudahan memperoleh makanan membuat kera memiliki lebih banyak waktu bermain dengan batu. Dia menambahkan populasi kera yang melakukan tindakan ini semuanya memiliki pola makan bagus.
“Kami menyimpulkan alasan terbesar [monyet suka bermain batu] yaitu karena waktu luangnya lebih banyak,” ujar Cenni.
“Namun, [waktu luang] belum cukup menjelaskan kebiasaan ini,” imbuhnya. “Kamu harus memperhatikan [monyet] pertama melakukannya untuk menentukan penyebab pasti perilaku tersebut.”