Gini Pengalaman Gue Jadi Penonton Alay di Acara yang Sempat Merajai TV Indonesia

Gini Pengalaman Gue Jadi Penonton Hore di Acara yang Sempat Merajai TV Indonesia

Sebelum anak-anak muda ramai-ramai bermimpi jadi YouTuber, sekian tahun lalu hal yang paling diidam-idamkan oleh mereka adalah bisa muncul di televisi. Apalagi jika kamu lahir sepanjang dekade 80’an hingga pertengahan 90’an. Acara televisi jadi menu hiburan sehari-hari. TV dulu keren banget. Gue masih inget banget pas masih SD, jadwal kartun di televisi adalah tanda momen berangkat sekolah. Kalau Rudy and The Chalkzone masih diputar di layar kaca, artinya gue belum telat. Gue nonton semua yang disajikan TV, dari kartun hingga reality show yang sebenarnya enggak cocok dilihat bocah.

Dari semua jenis acara TV, variety show sama reality show jadi favorit gue menginjak masa remaja. Dulu gue demen banget mantengin Termehek-Mehek yang tayang saban sabtu sore, jam 6 teng. Di jam itu, gue pasti udah anteng duduk depan TV ruang keluarga, ditemani kudapan yang telah disiapkan nyokap, menyaksikan reality show yang dipandu Mandala Shoji dan Cici Panda itu. Gue dulu selalu percaya konflik pacar yang selingkuh di acara itu beneran. Gue juga selalu kepikiran, “duh, keren ya kalau bisa masuk TV.”

Videos by VICE

Jadi, kebayang dong gimana gue patah hati, pas masuk SMA, mulai banyak kabar kalau acara-acara reality show itu cuma settingan. Apalagi habis ngelihat kalau temen-temen gue emang jadi talent dari acara penuh rekayasa itu. Ternyata “biro penyelesai masalah orang” itu enggak real sama sekali.

Walaupun patah hati karena konfliknya settingan, gue ternyata masih merasa acara reality show menghibur. Makanya, jujur aja, mimpi gue masuk TV masih tersimpan sampai sekarang. Susah menjelaskan alasannya, padahal sehari-hari gue setelah kuliah udah jarang banget nonton acara TV. Kayaknya lucu juga kalau bisa masuk layar kaca, kayak idola-idola gua dari masa lalu.

Gue lalu bikin tekad sederhana: sekali seumur hidup, kayaknya gue harus bisa masuk TV.

Masalahnya satu, gue enggak punya bakat apa-apa untuk dilirik TV. Hahahaha.

Berkat saran dari teman pernah jadi talent acara di TV, gue sempat bikin video kasting, iseng aja sih. Niatnya biar jadi talent acara reality show. Sayang, enggak ada yang tembus nih. Gue emang enggak ada kenalan ‘orang dalam’ di industri TV. Selain itu, mungkin wajah gue enggak masuk kriteria camera face. Huhuhu…..

1570611339684-apaan
Gue sempat bikin video kasting supaya bisa ikutan acara reality show di TV lho. Sayangnya gagal tembus.

Terus, gue teringat, kenapa enggak nyoba jadi penonton “alay” aja? Kayaknya lebih gampang dibanding harus kasting dan berakting. Gue tinggal datang, meramaikan suasana, tepuk tangan, sambil sesekali joget cuci jemur?

Tapi gue dapat kabar buruk. Kebutuhan buat penonton acara hore-hore ternyata udah enggak sebanyak dulu. Pamor acara variety show udah memudar. Padahal, variety show sempat merajai televisi. Dulu yang memulainya adalah inBox, acara yang tayang di SCTV, pertama mengudara Desember 2007. Konsepnya mengadaptasi MTV Total Request Live (TRL). Acaranya dipandu host, kemudian ada bintang tamu musisi yang tampil, video klip, ditambah tangga lagu.

Mulai 2008, inBox menguasai TV. Rating share-nya, menurut data Nielsen, rating acara itu mencapai 27,1, gede banget. Akhirnya InBox tayang tiap hari. TV lain pun ikutan bikin variety show versi masing-masing. Muncul DahSyat, DeringS, dan Pesbukers.

Acara kayak gitu lambat laun tersandung kontroversi. Sering kena sanksi KPI karena perilaku atau lelucon host-nya, musisi yang tampil lipsync doang (bahkan porsi musiknya terus menyusut jadi lawak doang), sampai muncul kabar kalau penontonnya bayaran. Gara-gara berbagai isu itu, acara variety show dianggap tontonan anak muda alay—bahasa lain buat menyebutnya hiburan masyarakat dari kelas ekonomi menengah ke bawah. Merujuk film dokumenter yang dibuat Ardi Wilda, banyak anak muda dulu rela ikutan syuting variety show bukan cuma karena pengin dibayar. Tak sedikit yang “ingin sekadar bisa dekat-dekat artis.”


Tonton dokumenter VICE soal nostalgia tontonan kartun minggu pagi yang dulu populer di Tanah Air:


Dua tahun terakhir, konsep variety show semakin meredup. InBox ataupun DahSyat sudah berhenti tayang. Yang tersisa tinggal Pesbukers, masih tayang di ANTV. Fokus acara ini sudah sepenuhnya lawak doang. Gue merasa, sebelum Pesbukers ikut tergulung zaman, gue harus menyempatkan ikutan syuting acara itu.

Gue memberanikan diri mengontak pengelola televisi untuk menjadi penonton Pesbukers, lewat nomor telepon yang tersedia di akun instagram ANTV. Ternyata lebih mudah daripada kasting jadi talent reality show. Gue cuma diminta datang ke studio 1 ANTV satu jam sebelum Pesbukers ditayangkan.

1570160765886-DSC08675
Gue berangkat syuting dari kantor VICE.


Pesbukers (Pesta Buka Bareng Selebritis) adalah reality show andalan ANTV yang pertama kali ditayangkan 18 Juli 2011. Bermula dari program buka puasa yang kemudian menghantarkan Pesbukers mendapatkan rating tinggi. Akhirnya Pesbukers menjadi program andalan ANTV. Pesbukers digawangi pemandu acara Raffi Ahmad, Ruben Onsu, Almarhum Olga Syahputra, Jessica Iskandar, hingga Zaskia Gotik. Seperti sesama variety show sezaman, Pesbukers juga kerap dirundung kontroversi.

Dari mulai mendapat teguran keras dari MUI karena mengandung konten yang mempertontonkan hinaan, hingga bahasa mesum, hingga gimmick pura-pura mengeluarkan pembawa acara lain. Rupanya walau langganan mendapatkan “surat cinta” dari KPI, Pesbukers terus bertahan. Sempat hiatus selama tiga bulan karena teguran, Agustus 2019 lalu pesbukers kembali mengudara di dunia pertelevisian Indonesia.

Pesbukers tayang setiap hari senin hingga jumat dari pukul 17:00 hingga pukul 18:00, tapi gue udah sampai di studio kawasan Kuningan, Jakarta, dari tiga jam sebelumnya. Gue merasa harus total, kalau bisa dapat tempat duduk strategis, terus muka bisa kesorot kamera. Tujuan gue kan pengin masuk TV.

Supaya makin dilirik sama tim produksi, gue sengaja pakai kaus Rafathar makan Geprek Bensu, dan berdandan lumayan nyentrik lengkap dengan topi pelukis. Semoga gue punya daya tarik di mata tim kreatif Pesbukers dan sering disorot kamera.

Sesampainya di lokasi, ternyata cuma gue yang kayaknya penonton sukarela. Yang datang bareng gue adalah rombongan penonton bayaran. Mereka berbaris rapi dipimpin masing-masing koordinatornya.

1570160842344-DSC08683
Gue menyesal enggak nyoba ikut jadi penonton bayaran.

Karena panik takut tidak kebagian tempat duduk strategis, gue setengah berlari mengikuti rombongan yang masuk. Gue akhirnya berhasil menempati tempat duduk paling depan. Wah, harusnya bisa kesorot kamera nih.

Kondisi studio 1 ANTV yang terletak di Epicentrum, Kuningan itu sangat ramai. kebanyakan penonton bayaran ini juga datang dari berbagai lokasi seantero Jakarta. Komposisi penontonnya juga unik, gue ketemu dengan Nenek Wati yang berusia 65 tahun hingga Lukman yang masih berumur 18 tahun. Pas ditanya bayaran jadi penonton sewaan bervariasi. “Mulai dari Rp 20.000 hingga Rp 40.000 sekali syuting,” kata Wati.

“Satu hari saya bisa ikut empat kali program acara di stasiun televisi yang berbeda sekaligus,” katanya, pas gue tanya-tanya. Makin nyesel gue enggak nyoba jadi penonton bayaran dulu.

1570161126233-DSC08684

Posisi penempatan tempat dudukya lumayan random. Pokoknya anak muda dan manula ditempatkan paling depan. Sebelum acara dimulai kami dapat briefing tim kreatif Pesbukers untuk tertawa heboh, berjoget dan selalu menanggapi aktris ketika mengajak interaksi pada penonton. Penonton juga dihimbau tidak bermain telepon seluler selama acara berlangsung. Intinya harus fokus sama para grup lawak di hadapan kita

Pesbukers berdurasi 60 menit yang terbagi atas tiga set latar. Set yang pertama adalah set pembuka yang diawali dengan lawakan, pantun, dan drama.

Syuting dimulai.

Anjir, ternyata deg-degan lho syuting itu, padahal belum tentu masuk TV. Gue kagok banget mengikuti tingkah penonton lain yang sudah profesional. Daripada culun, gue maksain diri gimana caranya ikutan goyang. Set yang pertama ini diawali dengan Eko Patrio dan Ruben Onsu yang saling melawak dan menghina satu sama lain. Di pertengahan set, Eko Patrio berjalan ke arah penonton dan tiba-tiba meluk gue dong.

YES. Gue berhasil jadi highlight!

“MAMAAK, aku masuk tipi!”

Sebetulnya, set pertama alurnya udah ketebak banget, Vicky Prasetyo dipertemukan dengan Zaskia Gotik dilanjutkan dengan personil lain yang menggoreng isu hubungan keduanya yang tengah pernah dekat. Para personil pun saling menghina satu sama lain.

Yang paling malas dari set pertama adalah pingsannya Barbie Kumalasari yang jatuhnya perlahan-lahan seakan dia udah tahu saatnya untuk pingsan. Set pertama ditutup dengan tim kreatif memberi aba-aba break tanda harus iklan diikuti ekspresi panik yang keliatan dibuat-buat banget. Tapi gapapa deh. Yang penting gue kesorot kamera.

1570160965781-IMG_6637
Gue kagok banget pas bisa duduk paling dekat panggung.

Saat break semua penonton kemudian digiring ke set kedua yang lokasi syutingnya beda. Gue udah santai aja jalannya, ngerasa udah sempat kesorot kamera. Lalu karena lelet, gue dapat tempat duduk yang enggak depan-depan amat. Tapi entah kenapa sama kru gue malah disuruh duduk di lesehan yang paling depan dan di tengah (lagi). Wah, apakah tampang gue mulai dianggap cocok mewarnai layar kaca?

Set kedua menurut gue yang paling absurd. Nama setnya aja “Langsung Sayang”. Talent cowok yang mengikuti segmen cari jodoh ala Pesbukers ini sudah stand by di set sejak awal, ia disuruh memilih perempuan-perempuan yang disediakan oleh tim kreatif Pesbukers dari hanya mendengar bisikannya aja.

1570161076594-IMG_6649

Dua perempuan yang dipilih si cowok harus membuktikan keseriusan demi mendapatkan hati laki-laki ini, dengan memasukkan tangan mereka ke box yang berisi tikus putih. Aduh cari duit kenapa gini amat ya. Gue pun jadi bersyukur enggak pernah kepilih jadi talent acara ginian. Di pertengahan segmen, ada perempuan (akting jadi ibunya si cowok) tiba-tiba masuk mengintervensi acara.

Doi ngamuk, merasa anak semata wayangnya memilih perempuan-perempuan yang ia anggap tidak sesuai kastanya (sinetron banget yeeee). Segmen kedua inipun diakhiri dengan absurditas lain, ketika ibu si cowok yang setuju doi pacaran sama zaskia Gotik. Karena udah makin aneh dan kondisi yang gak keruan, tim kreatif memberi aba tanda segment ini sudah harus berakhir, Ibu ini pun membawa anak semata wayangnya untuk pulang dan tidak jadi menjemput jodohnya. Melihat segmen kedua ini, gue jadi paham kenapa pamor variety show anjlok di mata penonton.

Puji Tuhan, ternyata segmen ketiga merupakan akhir dari rangkaian acara Pesbukers. Lagi-lagi gue ditempatkan dipaling depan dan tengah. Di segment penutup ini penonton dapat briefing untuk berjoget seedan mungkin. Gue enggak tahu edan itu definisinya gimana. Jadi gue bertekad ngikut para penonton bayaran aja.

1570161346310-goblok

Selama segmen ketiga, semua pembaca acara pesbukers berpamitan mengakhiri acara, dan ditutup dengan jogetan diiringi lagu seventeen “kemarin” yang telah diremix jadi versi dangdut koplo. Karena gue di depan banget, lagu ini jadi terngiang-ngiang di kuping sampai dua hari kedepan.

Oh iya, di akhir segmen itu, gue malah diajak foto bareng sama Raffi Ahmad. Dia memuji kaos yang gue pakai. “Keren,” katanya. Asyik!!!

Pulang dari syuting, gue capek banget karena dipaksa ketawa sama joget-joget terus. Gue juga paham kenapa acara kayak gini jadi kehilangan pamornya. Setidaknya gue bersyukur. Cita-cita masa kecil masuk TV sudah tercapai. Gue ada cerita buat anak cucu, pernah ngerasain syuting jadi anak alay. Minimal, kalau emang lagi butuh tambahan duit, gue punya opsi (dan sedikit skill) jadi penonton bayaran.


That Was Easy” adalah seri artikel di VICE. Penulis kami akan mencoba skill-skill baru yang sulit dan tak biasa dipelajari orang. Kalian punya ide tim kami harus belajar apalagi? mention saja Twitter kami jangan lupa beri tagar “#thatwaseasy.”