Penghasilan bulanan tak menutup kebutuhan hidup sehari-hari, seorang guru honorer berinisial HA (34) memutar otak agar mendapatkan penghasilan yang lebih banyak ketimbang hasil mengajarnya di madrasah setempat. Berbekal prinsip go big or go home, pria asal Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), tersebut terjun menjadi pengusaha obat-obatan terlarang. Tujuannya tercapai setelah enam bulan pindah kerjaan. Gajinya naik drastis. Sampai akhirnya ia ditangkap polisi pada 2 Agustus.
“Hasilnya sangat menggiurkan. Jadi, dia per bulan itu Rp36 jutaan, karena mendapatkan barang ini seminggu 2 kali,” ujar Kasat Narkoba Polres Lombok Timur AKP Bagus Suputra, dilansir Kompas. Mungkin biar lebih dilancarkan lagi rezekinya, HA mengaku menyumbangkan sebagian uang hasil dagang narkoba ke kaum duafa.
Videos by VICE
HA tertangkap setelah rencana transaksinya dengan FT (32) di rumahnya sendiri tercium warga. Laporan masyarakat membuat Polres Lombok Timur langsung bergerak. Dari penggerebekan, aparat menyita barang bukti dua paket sabu yang disembunyikan di bawah papan biliar, alat konsumsi sabu, dan uang Rp150 ribu. Bagus menyebut pelanggan setia HA adalah kelompok nelayan di wilayah Labuan Lombok, termasuk FT. Kasus ini membuat HA akan dijerat UU Narkotika Pasal 114 dan 112 dengan ancaman minimal 5 tahun penjara.
Plot Breaking Bad begini sebenarnya sudah sering terjadi di Indonesia, cuma belum ada yang memfilmkan aja. Rata-rata pelaku beralasan butuh duit. Di Makassar pada Juni 2020 misalnya, seorang guru asal Kabupaten Jeneponto berinisial MDS mengedarkan sabu dengan alasan tersebut. “Pelaku ini adalah mantan guru berstatus PNS di Kabupaten Jeneponto. Karena desakan ekonomi, akhirnya dia rela menjadi bandar,” ujar Kapolres Pelabuhan Kadarislam.
Balik ke Lombok Timur pada 2020, lagi-lagi seorang guru ngaji berinisial SS (45) dilaporkan mengubah rumahnya menjadi pabrik sabu. Direktur Resnarkoba Polda NTB Helmi Kwarta Kusuma menjelaskan semenjak berbisnis sabu, pelaku berhenti mengajar ngaji. Karena sempat menjadi guru ngaji inilah, ia mendapatkan semacam codename “Ustaz” dari bandar dan pengedar. Tuh, asik banget kan jalan ceritanya.
Pertanyaannya, dari mana Ustaz mendapat ilmu membuat home industry metamfetamin? Polisi menelusuri dan mendapati fakta bahwa ilmu ini datangnya dari seorang narapidana di Lapas Kelas IIA Mataram yang kerap dipanggil “Jenderal Yusuf”. Jadi ternyata ini ilmu turun-temurun.
“Jenderal perannya mengontrol, Ustaz [SS] membuat, dan yang lain-lainnya menjadi pengedarnya,” ujar Helmi dilansir Tribunnews. SS ditangkap bersama 9 karyawannya yang bekerja sebagai pengedar, bandar, kurir, dan manajer operasional pabrik.
Jika tadi sisi guru yang banting setir ke bisnis narkotik, dilihat dari sisi pengedar yang filantropis pun, kasus AH di Lombok Timur ini tetap bukan yang pertama. Selain fakta Pablo Escobar juga seorang dermawan, modelan bandar narkoba yang menyisihkan sebagian rezekinya untuk infak pernah didapati di Medan pada 2017. Inisialnya H, ia tertangkap polisi setelah ketahuan menjadi bandar narkoba dengan barang bukti ribuan pil ekstasi di kamarnya.
Kasus ini membuat warga Kelurahan Sunggal kaget karena H adalah orang yang dikenal rajin bersedekah. Azwansyah, bandara masjid di lingkungan pelaku tinggal, bersaksi H ikut menyumbang uang pembangunan masjid sebesar Rp500 ribu. H juga menjanjikan Azwansyah bantuan pembelian cat masjid.