Food

Katalog Busana Resmi Korut Mencakup Baju Konon Bisa Dimakan Saat Terdesak Kelaparan

Warga Korea Utara menggelar pawai di Ibu kota Pyongyang

Jika ditanya kota mana yang paling fashionable di muka bumi, biasanya tiga kota terlintas di benak kita: Milan, Paris, dan New York. Logis sih soalnya ketiganya adalah pusat mode dari zaman dulu. Lagipula, kalau jalan-jalan di New York tanpa memperhatikan kaidah berpakaian yang baik dan benar, kalian bakal merasa ditelanjangi oleh pecinta mode yang lalu lalang di kota itu. Tapi, bisa saja ini cuma ketakutan berlebihan kita doang sih. Mau di Milan, New York, Paris, atau Bekasi sekalipun, orang yang enggak peduli mode toh beredar di mana-mana.

Satu yang pasti: kita enggak akan kepikiran Pyongyang sebagai kota mode dunia. Bagaimana mau jadi kota mode. Tiap kali pemimpin Korea Utara, Kim Jong-Un, nongol di muka publik, orang nomor satu di Korut itu terus aja mengenakan busana peninggalan Mao Zedong dan sepatu yang dicuri dari koleksi Herman Munster.

Videos by VICE

Akan tetapi, menurut katalog yang dikeluarkan Clothing Research Center (nama yang basic banget untuk sebuah institusi fesyen resmi pemerintah), warga Korut—baik laki-laki maupun perempuan—akan diberi sedikit kelonggaran mengikuti mode fesyen dunia. Sayang, ada fakta yang disembunyikan oleh katalog tadi—meski sudah tersebar di berbagai media internasional—adalah penduduk Korut sepertinya harus siap makan baju mereka jika terjadi kelaparan tiba-tiba.

“Rangkaian fesyen siap makan ala Kim Jong-un: dandanan sedap tahun 2019,” tulis The Guardian. Sementara itu, The Stranger menurunkan headline “North Korea Launches Edible Clothing Line“(Korut Meluncurkan Busana yang Bisa dimakan). Sedangkan Newshub, media dari Selandia Baru menulis, “Korea Utara merilis clothing yang bisa dimakan demi “menghindari bencana kelaparan.”

Ini media internasional kompakan banget nyebut ada baju bisa dimakan di Korut. Terdengar aneh ya?

Ternyata begini ceritanya. Awal bulan ini, mahasiswa S2 yang bermukim di Pyongyang sekaligus pemilik perusahaan yang menawarkan tur wisata ke kawasan Korut, Alek Sigley, menulis dua artikel untuk NK News, menyoroti perkembangan fesyen Korut. Dalam proses penulisan dua naskah itu, Sigley mendapatkan dua katalog yang diterbitkan Clothing Research Center, yang dijual di toko buku atau kios koran yang tak mengundang perhatian turis luar negeri.

Dalam dua artikelnya, Sigley menjelaskan Clothing Research Center merupakan bagian dari Kementerian Bahan Makanan dan Produksi Kebutuhan Harian Korut. Kementerian ini bertanggung jawab mengawasi proses manufaktur bahan-bahan rumah tangga seperti saus kedelai dan gohhujang, sampai kebutuhan sehari-hari macam pasta gigi dan sabun mandi.

Clothing Research Center juga mendesain seragam sekolah anak-anak sekolah, menggelar peragaan busana, serta bekerja sama dengan pabrik baju dan penjahit.

“Karena Clothing Research Center adalah satu-satunya institusi macam ini di Korut, lembaga ini punya misi sendiri: “membuat perempuan Korut tampil lebih cantik,” dan “bertanggung jawab atas perkembangan budaya Korut.” Caranya? Dengan “memproduksi dan menyebarkan desain-desain yang mengakomodasi kebutuhan dan selera rakyat Korut,” tulis Sigley.

Tambahan lain: Clothing Research Center belum lama ini mengeluarkan katalog berisi “barang-barang fesyen yang disetujui negara” sebagai acuan rancangan busana sehari-hari yang mencakup setelan untuk perempuan dan laki-laki, baju mandi dengan potongan konservatif, jaket untuk semua musim, baju santai hingga sepatu hak tinggi. Katalog yang sama juga memuat panduan untuk menyetrikan baju serta langkah-langkah yang perlu ditempuh penduduk Korut jika baju mereka kecipratan darah.

Dalam analisisnya terhadap katalog busana pria keluaran Clothing Research Center yang diberi judul spektakuler “Busana Laki-Laki: Desain dan Bahannya,” Sigley menegaskan bahwa busana yang bisa dipilih lelaki Korut terbatas pada dua opsi saja: kemeja berkancing lengan pendek atau kemeja berkancing lengan panjang (celana jins dan kaos yang dibubuhi “gambar wajah dan kata-kata” dilarang dipakai oleh negara). Katalog tersebut juga memuat foto dua model lelaki dengan pose yang kaku, memandang ke masa depan (atau dimensi lain di mana mengenakan kemeja crew neck).

“Baju-baju ini dibuat dari kain flannel yang tersusun elemen-elemen yang mencakup protein tingkat tinggi, asam amino, jus buah, magnesium, zat besi dan kalsium. Busana-busana ini diperuntukkan bagi mereka yang gemar memancing, mengeksplorasi lingkungan di luar rumah mereka, dan mendaki gunung serta bisa dimakan guna menghindari kelaparan saat persediaan bahan makanan habis,” demikian bunyi caption yang menyertai foto-foto tersebut.

Hm… suram juga.

Eh tapi jangan berburuk sangka dulu deh. Sigley menerangkan bukan berarti baju-baju tersebut sudah dipasarkan secara luas di Korut. Pemerintah Korut juga belum mengimbau rakyatnya untuk mulai memakan baju yang mereka. “Sepertinya, foto-foto cuma sisipan untuk mengisi halaman kosong dan membuat katalognya lebih menyenang di baca,” ujarnya saat dihubungi MUNCHIES.

“Tak ada bagian yang mengisyaratkan bahwa kemeja yang bisa dimakan ini beredar di Korea. Saya juga tidak menemukan referensi tentang kemeja-kemeja ini di mana pun di Korut. Jadi, saya yakin betul penduduk Korut yang membaca katalog ini akan berpikir baju macam ini adalah perkembangn sains di luar Korut dan produknya belum dipasarkan. Dengan demikian, pemuatan foto ini sejalan dengan idelogi negera yang memberi banyak tekanan kepada sains dan teknologi.”

Lebih jauh, Sigley juga mengatakam bahwa baik makanan dan perekonomian Korut membaik belakangan ini. Pendeknya, Korut tak lagi dirundung kelaparan seperti beberada dekade lalu. “Kemeja yang bisa dimakan ini bukan tren yang ramai dan benar-benar terjadi di Korut,” katanya. “Paling mentok, fakta ini cuma berakhir jadi salah satu trivia “Tahu enggak sih kalian kalau di Korut. pemerintahnya bikin baju yang bisa dimakan”

Artikel ini pertama kali tayang di MUNCHIES