Sex

Hacker Mengunggah Konten Porno ke Situs ISIS

Seksualitas adalah topik tabu bagi setiap muslim. Besar di keluarga penganut agama Islam, saya tahu persis rasanya. Ketika nonton Titanic bareng orang tua, di adegan Kate Winslet dan Leonardo DiCaprio sedang begituan, saya diminta tutup mata. Hasilnya, apa yang terjadi di layar hanya bisa saya bayangkan sendiri dengan pengalaman yang terbatas. Setelah dewasa dan menonton sendiri film porno, saya justru merasa malu. Seks benar-benar berbeda dari apa yang saya bayangkan ketika lelaki dan perempuan dewasa memadu kasih yang serba romantis. Maka dari itu, saya bisa mengerti sih, kalau sekarang militan Negara Islam Irak dan Syam (ISIS) sedang marah, campur kecewa, sama serangan peretas ke situs mereka dengan cara mengunggah film porno.

Kabar soal adanya unggahan konten pornografi di situs ISIS pertama kali dilaporkan jejaring hacker Irak dari kelompok “Daeshgram”. Mereka pekan lalu sukses menyusup ke situs Amaq, kemudian mempublikasikan video porno. Aksi peretasan ini terjadi saat ISIS mengumumkan hendak membuka biro media baru di Suriah. Daeshgram mengunggah foto perempuan telanjang ke situs komunikasi para militan. Dampaknya, ketika video pengumuman itu diputar di ruang publik oleh anggota ISIS, foto telanjang tadi ikut ditonton ramai-ramai. Para militan terkesan sedang nonton bokep bareng.

Videos by VICE

Akibat peretasan tersebut, terjadi perdebatan di forum-forum anggota ISIS. Mereka meragukan keaslian situs resmi Amaq [yang sering disebut sebagai ‘kantor berita resmi’ negara khilafah] yang menampilkan foto porno tersebut. Sebagian militan, lewat aplikasi pesan telegram, menuding yang mereka buka adalah Amaq tiruan, mengingat situs asli diklaim tak bisa diterobos hacker.

Daeshgram memantau perdebatan di forum-forum komunikasi militan tersebut. Dilaporkan sebagian anggota ISIS membuat channel obrolan tersendiri untuk membahas benar tidaknya Amaq telah diretas. Perdebatan makin serius, karena sebagian faksi mengajak anggota kelompok teroris lainnya agar tidak lagi mengandalkan Amaq sebagai sumber informasi mereka. Ajakan ini bila ditaati berdampak serius bagi operasi ISIS di masa mendatang, mengingat selama ini Amaq adalah media utama mereka untuk berbagi materi propaganda.

Bagi Daeshgram, kebingungan para militan kroco itu adalah kesuksesan tersendiri. Anggota inti kelompok hacker asal Irak ini ada enam orang, target mereka mengguncang operasional “kekhalifahan virtual ISIS” yang selama bertahun-tahun sukses merekrut militan dari berbagai negara lewat materi cuci otak online. Sepak terjang Daeshgram lambat laun mulai terkenal di Timur Tengah, sebagai troll sekaligus musuh admin internet ISIS di dunia maya. Daeshgram terdiri atas mahasiswa, insinyur, peneliti keamanan siber, serta aktivis. Tak ada yang tahu identitas mereka, termasuk keluarga dan teman-teman dekat.

Daeshgram ikut menyerang Amaq gara-gara provokasi pihak ISIS sendiri. Awal November lalu, situs propaganda militan khilafah itu mengklaim “tidak akan bisa diretas oleh pakar komputer manapun saking canggihnya.”

Terang saja bila peretas lantas merasa tertantang membuktikan sebaliknya. Termasuk kelompok hacker muslim yang memakai nama Di5s3nSi0N, membalas singkat “tantangan diterima” dalam sebuah forum diskusi online. Terbukti, hanya dalam hitungan jam, para peretas sudah berhasil membobol database Amaq, lalu merilis semua informasi pelanggan konten-konten media propaganda tersebut lewat email terpisah.

Daeshgram maupun Di5s3nSi0n bukan yang pertama membobol jaringan ISIS. Pada 2016, grup hacker muslim lainnya dengan nama sandi WachulaGhost menyerang akun-akun media sosial militan khilafah. Berulang kali si peretas memaksa admin ISIS menghapus postingan mengandung link ke video pornografi gay. Lebih dari 250 akun medsos yang dikendalikan maupun bersimpati pada propaganda ISIS berhasil diretas WachulaGhost, diberi pesan-pesan pro-homoseksual [yang sangat menghina para teroris ISIS yang ideologinya sangat anti-LGBTQ], sampai-sampai beberapa gay di Irak atau Suriah dieksekusi mati]. Salah satu peretas dari kelompok itu berhasil dihubungi CNNMoney untuk menjelaskan alasan serangan siber mereka. “Kami sekadar menemukan celah saja di sistem mereka, jadi kami berpikir, ‘kenapa tidak sekalian kita ambil alih akun medsos yang dikelola ISIS, lalu kita permalukan para teroris ini.”

Pesan moral dari cerita ISIS yang berulang kali dibikin nampak tolol oleh grup peretas muslim barangkali satu ini: menghadapi orang tolol berani mati seperti mereka, justru lebih efektif memakai hinaan. Hacker-hakcer muslim sadar betul, pendukung ISIS adalah orang religius yang sensitif abis (untuk tidak menyebut baperan sama manusia lain). Jadinya, melawan mereka harus dengan mengksploitasi harga diri yang tinggi tersebut, dengan cara memaksa mereka nonton bokep, foto telanjang, dan hal-hal lucah lainnya. Saya tahu sendiri betapa menyiksa usaha menghindari maksiat. Saya sih optimis para militan itu akan lebih frustrasi kalau situs atau saluran komunikasi mereka dibanjiri video-video porno.

When Muslim hackers exploit cultural sensitivities in acts of psychological warfare, they leave scars that last much longer than physical wounds. Pride and shame are the most important emotions in the social life of the Muslim world: suicides and murders often take place over fairly abstract ideals like “honour.” As a horny young teen I would rather get beaten up 100 times over then have my parents and friends be exposed to my search history—we all would, right? But in our culture, the psychological guilt is spiritually unforgiving.

Follow Mahmood di Instagram.