The VICE Guide to Right Now

Di Jepang Ada Upacara Keagamaan Mengenang Jatah Cuti yang Tak Diambil Pekerja

Pekerja Jepang minim sekali mengambil jatah cuti. Dalam keyakinan penganut Buddha di Jepang, jatah cuti punya 'jiwa' sendiri yang tidak akan tenang karena belum dipakai, maka perlu disucikan.
Di Jepang Ada Upacara Keagamaan Mengenang Jatah Cuti yang Tak Diambil Pekerja
Foto hanya ilustrasi upacara keagamaan serupa di Jepang. Foto oleh Clifford Yeo dari Unsplash/lisensi CC 3.0

Jepang adalah salah satu negara yang penduduknya paling gila kerja di dunia. Bahkan, di Negeri Matahari Terbit itu sampai ada satu istilah tersendiri: karoshi, alias mati karena kelelahan bekerja. Gara-gara keseringan bekerja, kombinasi karena warganya workaholic serta ada tekanan lingkungan supaya jangan terkesan malas, dampaknya pekerja di Jepang juga minim memanfaatkan jatah cuti tahunan.

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan Jepang, karyawan dari berbagai sektor yang memanfaatkan hak cutinya sepanjang 2017 cuma 51,1 persen dari total populasi. Data ini terverifikasi dalam survei Ipsos yang digelar pada 2018 lalu. Jepang menjadi negara dengan peringkat paling rendah di antara 15 negara yang diteliti, terkait jumlah pekerja yang bersedia atau berencana memanfaatkan jatah cuti mereka.

Iklan
statista japanworkers leave

Infograik dari Statista.

Pemerintah Jepang menganggap tradisi ini tidak sehat. Karenanya, mereka mengajak banyak pihak ikut mendorong orang mau memanfaatkan hak cuti. Salah satu kampanye tersebut adalah upacara keagamaan yang akan digelar pada 23 November mendatang. Seperti dilaporkan Japan Today, dalam ritual Buddhis tersebut orang diajak mengenang dan mendoakan jatah cuti yang belum sempat terpakai selama ini.

Upacara itu diberi nama "Yukyu Joka", secara harfiah artinya adalah "penyucian jatah cuti". Penyelenggaranya adalah perusahaan bernama Ningen Co Ltd, bekerja sama dengan kuil Buddha di Tokyo. Dalam sekte Buddha yang berkembang di Jepang, ada satu upacara khusus bernama Kuyo.

Upacara ini digelar untuk menghormati dan menyucikan jiwa berbagai benda mati yang tidak terpakai lagi. Jatah cuti, seperti boneka bekas atau baju bekas, dianggap punya jiwanya sendiri yang kecewa karena tidak berguna semasa di dunia. Maka, ada asumsi bahwa jiwa-jiwa mereka tidak tenang dan harus disucikan lewat serangkaian ritual.

Adapun untuk Yukyu Joka nanti, peserta dipersilakan datang saja, mengikuti ritual dipimpin pendeta Buddha setempat, lalu diminta merenungkan pentingnya mengambil jatah cuti tahunan. Panitia menyiapkan lebih dari 300 lentera di kawasan upacara itu, untuk menggambarkan jiwa dari jatah cuti yang tidak terpakai. Peserta yang mengikuti upacara keagamaan itu dipersilakan menuliskan ekspresi penyesalan karena tidak sempat menggunakan hak liburnya.

Iklan

Pesan-pesan dari para peserta akan dirangkum dan ditayangkan di situs resmi kegiatan ini. Ada satu lentera besar di panggung utama, juga mengandung kompilasi penyesalan para pekerja yang mementingkan pekerjaan dibanding hak pribadinya.

Sebelum acara dimulai, ternyata sudah banyak orang yang mengirimkan pesan-pesan penyesalan mereka ke situs penyelenggara. Salah satunya tertulis seperti ini: "Aku baru merayakan ulang tahun anakku yang masih Paud, dari seharusnya Mei jadi Desember, karena aku mementingkan kerja. Dia menangis saat kuberitahu tidak bisa pesta ulang tahun di tanggal yang seharusnya."

Penyesalan lain tak kalah menyedihkan. "Aku sedang berada di Amerika Serikat, karena ada dinas kantor, ketika anak pertamaku lahir."

Saat upacara itu, peserta tidak harus menuliskan penyesalan. Mereka dipersilakan menulis ide cara orang melakoni cuti lima hari. Sebab, banyak pekerja di Jepang yang tak mau cuti karena bingung bakal ngapain selama liburan. Penyesalan maupun ide-ide itu akan dimasukkan dalam lentera lalu diterbangkan ke langit.

Rata-rata karyawan di Jepang bekerja lembur lebih dari 80 jam selama sebulan. Akibatnya, banyak orang merasa terbebani, berujung pada gangguan kesehatan sampai keinginan bunuh diri. Maraknya karoshi mendorong pemerintah melakukan pembenahan. Itulah kenapa makin banyak imbauan agar orang tidak ragu cuti atau liburan.

Perusahaan-perusahaan ikut berusaha mengubah budaya kerja. Sejak Agustus lalu, Microsoft Jepang memberlakukan kebijakan kerja empat hari seminggu. Hasilnya positif, sebab rata-rata produktivitas pekerja justru meningkat 40 persen.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE ASIA.