News

Jatuhkan Bom di Konser Musik, Junta Myanmar Dinilai Lakukan ‘Kejahatan Perang’

Pertunjukan pesawat tempur Angkatan Udara Myanmar di Naypyidaw pada 27 Maret 2022. Foto: STR/AFP via Getty Images

Serangan udara militer Myanmar yang menyasar acara konser musik di wilayah utara menewaskan sedikitnya 80 orang, menjadikannya serangan udara paling mematikan sejak kudeta pecah tahun lalu.

Empat bom menghantam lokasi perayaan hari jadi Organisasi Kemerdekaan Kachin (KIO) yang ke-62 yang digelar di negara bagian Kachin pada Minggu, 23 Oktober 2022. Berdasarkan laporan media lokal, empat orang penyanyi termasuk di antara yang tewas.

Videos by VICE

“Junta dengan sengaja menjatuhkan bom di area yang bukan medan perang, pada saat kami melakukan perayaan bersama warga sipil. Ini sangat memprihatinkan,” juru bicara KIO Kolonel Naw Bu memberi tahu Radio Free Asia.

Ratusan orang terluka dalam konser yang diadakan di tempat latihan Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA), yang beroperasi di bawah KIO, sekitar tiga kilometer dari kota Hpakant. 

“Peristiwa ini sangat mengejutkan. Sejauh ingatan saya, ini pertama kalinya terjadi pembunuhan massal dalam skala besar,” tutur Sam Naw, pemimpin redaksi Kachin News Organisation, saat dihubungi VICE World News. “Pasukan militer Myanmar rutin melancarkan serangan bom di sejumlah wilayah Kachin setiap bulan. Tapi korbannya paling satu dua orang saja.”

Sam Naw menambahkan sulit untuk memastikan jumlah korban jiwa karena sinyal di wilayah tersebut sangat jelek. Pasalnya, junta telah memblokir akses internet di kota Hpakant sejak Agustus 2021.

Menurut sejumlah saksi mata, pasukan Myanmar sengaja menghalangi petugas medis dalam melakukan evakuasi, sehingga mereka kesulitan untuk membawa korban ke rumah sakit dan menyediakan pasokan darah. Sam Naw menduga jumlah korban tewas akan terus bertambah karena tidak segera mendapat pertolongan.

KIA telah memperjuangkan otonom rakyat Kachin selama puluhan tahun. Kelompok bersenjata itu termasuk dari lusinan kelompok etnis yang terbentuk sebagai perlawanan terhadap junta, yang menguasai negara sejak melakukan kudeta pada 1962. Sejak mengendalikan politik Myanmar, pasukan militer negara telah melakukan berbagai kekejaman, kejahatan perang dan genosida sebagai upaya menekan gerakan etnis di seluruh pelosok negeri.

Junta semakin menggila usai menggulingkan pemerintahan sipil Aung San Suu Kyi pada awal Februari tahun lalu. Dia ditahan atas tuduhan melakukan kecurangan yang membuat partainya, National League for Democracy, menang dalam pemilu. Kudeta militer memicu aksi protes besar-besaran dan mendorong terbentuknya Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF), kelompok pemberontak yang beranggotakan pejuang pro-demokrasi.

Saw Naw menebak serangan udara pada Minggu menjadi “balas dendam” terhadap serangan bersama yang dilancarkan oleh KIA dan PDF di barak militer wilayah tersebut. Mark Farmaner, direktur Burma Campaign UK, mengatakan, peningkatan frekuensi serangan terhadap angkatan bersenjata Myanmar, serta sanksi internasional dan seruan boikot terhadap bisnis yang dikelola militer, menandakan telah adanya perubahan mentalitas militer.

“Selama ini, pasukan militer mengendalikan kapan dan di mana mereka akan bertempur. Tapi semuanya sudah berubah sejak kudeta tahun lalu […] sekarang PDF dan kelompok bersenjata etnis yang menyerang mereka,” katanya.

“Mereka berjuang mempertahankan posisi sebagai penguasa, yang belum pernah terjadi sebelumnya.”

Aksi pemboman terjadi hanya beberapa hari sebelum menteri luar negeri di Asia Tenggara menghadiri pertemuan khusus di Indonesia untuk membahas konflik yang meluas di Myanmar. Pegiat HAM mengutuk junta militer telah melakukan “kejahatan perang”. 

Elaine Pearson dari Human Rights Watch menyerukan sanksi internasional yang lebih keras terhadap angkatan bersenjata Myanmar, serta mengurangi pasokan bahan bakar pesawat tempur yang dimanfaatkan untuk serangan bom.

“Pasukan militer Myanmar telah melanggar hukum perang, yang melarang terjadinya serangan yang dapat menyebabkan kerugian sipil,” kata Pearson dalam pernyataan resminya.

“Junta telah melakukan pelanggaran berat terhadap jutaan orang yang menentang kekuasaan militer selama satu setengah tahun lebih. Banyak di antaranya termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang. Harus berapa banyak nyawa yang melayang supaya dunia sadar untuk menghentikan junta?”

Follow Alastair McCready di Twitter.