Pelanggaran HAM

Berselingkuh, Perempuan di Aceh Dicambuk 100 Kali Sementara Lelakinya Hanya 15 Kali

Jaksa beralasan pelaku bernama Syawaluddin tidak mengaku sudah berzina, sehingga dihukum lebih ringan. Syawaluddin adalah mantan pejabat Pemkab Aceh Timur.
Perempuan di Aceh Dicambuk 100 Kali Karena Selingkuh Lelakinya Mantan Pejabat Aceh Timur Hanya dicambuk 15 Kali
Proses pencambukan perempuan yang terlibat zina di Aceh Timur pada 13 Januari 2022. Foto oleh CEK MAD / AFP 

Pasangan yang terpergok warga di Aceh Timur saat berselingkuh menjalani hukuman cambuk pada Kamis 13 Januari 2022. Salah satu eksekusi yang menyita perhatian adalah hukuman cambuk kepada seorang perempuan, mencapai 100 kali, sementara lelaki pasangan selingkuhnya hanya dicambuk 15 kali.

Eksekusi pencambukan itu berlangsung di halaman Kantor Dinas Syariat Islam Idi, Aceh Timur. Perempuan bernama Rauzatul Jannah mendapat salah satu hukuman terberat hari itu, dengan dicambuk 100 kali, karena kedapatan berduaan dengan lelaki di salah satu sudut kebun kelapa sawit setempat tahun lalu.

Iklan

Lelaki yang jadi pasangannya, bernama T Syawaluddin, adalah mantan Kepala Dinas Perikanan Kelautan Kabupaten Aceh Timur. Syawaluddin dihukum jauh lebih ringan meski sama-sama tertangkap tangan berselingkuh.

Eksekutor sempat menyetop pencambukan sejenak, karena Rauzatul kesakitan, seperti dilaporkan kantor berita AFP. Pada saat eksekusi, hanya satu terpidana lain turut dihukum 100 cambuk, yakni lelaki bernama Muhammad Fauzan, yang melakukan pencabulan terhadap anak. Selain cambuk, Fauzan dihukum 75 bulan penjara. Total ada 12 orang terpidana yang dihukum cambuk pada saat kejadian.

Jaksa menjelaskan kenapa dua pasangan selingkuh itu mendapat hukuman berbeda, dengan mengklaim awalnya penyidik mengenakan pasal jarimah zina kepada keduanya. Dalam proses persidangan di Mahkamah Syariah Idi, Aceh Timur, Rauzatul mengakui melakukan perzinaan dengan Syawaluddin. Hukumannya bertambah berat, karena si perempuan sudah bersuami.

Sementara, Syawaluddin membantah bila dia berselingkuh sampai berhubungan seks, sehingga akhirnya mendapat hukuman lebih ringan. Karena ada bantahan dari pihak lelaki, disusul upaya banding yang dilakukan mantan pejabat itu, hakim merasa tidak bisa membuktikan telah terjadi zina.

“Terpidana [Syawaluddin] tidak mengakuinya, sehingga majelis hakim memvonisnya dengan hukuman jarimah ikhtilat [berduaan dengan lawan jenis],” ujar Ivan Najjar Alavi, selaku Kepala Seksi Pidana Umum Kajari Aceh Timur. “Sedangkan pasangannya Rauzatul Jannah dihukum cambuk sebanyak 100 kali karena yang bersangkutan mengakui melakukan jarimah zina.”

Iklan
The man denied the accusations and was flogged 15 times. Photo: CEK MAD / AFP

Mantan pejabat Pemkab Aceh Timur Syawaluddin dicambuk 15 kali saja, karena membantah telah berzina. Foto oleh CEK MAD / AFP

Seharusnya, Syawaluddin dihukum 30 kali cambuk karena terbukti terlibat “ikhtilat”. Namun, setelah melakukan banding, hukumannya berkurang separuh.

Logika penetapan hukuman oleh Mahkamah Syariah Idi terhadap pasangan yang berselingkuh itu dikritik Andreas Harsono, peneliti lembaga pemantau isu HAM, Human Rights Watch (HRW). “Bagaimana bisa seorang perempuan yang mengakui terjadi perzinaan justru dihukum lebih berat dari lelaki yang terlibat dalam hubungan yang sama?” ujarnya saat dikonfirmasi VICE World News. “Putusan hukum macam ini sangat irasional dan menunjukkan bias majelis hakim. Ada tendensi putusan tersebut diskriminatif terhadap perempuan.”

Harsono lantas menyitir sikap resmi HRW yang sejak lama mengkritisi qanun jinayah di Aceh, karena rentan melanggar hak asasi manusia. Qanun Jinayah semakin bermasalah, menurut HRW, lantaran tak hanya berlaku untuk mayoritas Muslim di Aceh, tapi juga bisa diterapkan pada 90 ribu warga non-Muslim di Negeri Serambi Makkah, sebagian besar Kristen dan Budha, serta turis asing dan domestik yang berkunjung. Pada 2021, dua lelaki beragama Kristen dihukum cambuk oleh mahkamah syariah karena mengonsumsi miras dan berjudi.

Aceh merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan sistem hukum ganda, mengikuti aturan nasional sekaligus syariat Islam. Pelaksanaan hukum cambuk berulang kali dikritik, karena justru menyasar kasus moralitas individu, tapi tidak merambah pelaku kejahatan kerah putih seperti korupsi. Mayoritas orang yang dicambuk oleh Mahkamah Syariah di Aceh terlibat hubungan seks di luar nikah, hubungan sejenis, karena identitas LGBTQ, terlibat pencurian, perjudian, atau konsumsi alkohol.

Follow Heather Chen di Twitter