Pada 15 Juni, CEO dan Pemimpin Redaksi Rappler Maria Ressa dinyatakan bersalah atas pencemaran nama baik di dunia maya. Reynaldo Santos, mantan peneliti dan penulis Rappler, juga divonis. Keputusan ini dibuat di tengah kekhawatiran hilangnya kebebasan pers dan demokrasi di Filipina.
Pengadilan Regional Manila menjatuhkan hukuman enam bulan satu hari hingga satu tahun penjara. Kedua jurnalis ini juga diharuskan mengganti rugi sebesar 400.000 Peso (setara Rp113 juta) untuk “kerusakan moral” yang telah terjadi. Ressa dan Santos telah membayar jaminan dan berencana mengajukan banding.
Videos by VICE
Kasus ini dilihat pengamat HAM sebagai serangan terhadap kebebasan pers dan demokrasi di bawah kepemimpinan Presiden Rodrigo Duterte. Penahanan mereka terjadi beberapa minggu setelah pemerintah mencabut izin siaran perusahaan media terbesar di Filipina, ABS-CBN.
“Kebebasan pers bukan hanya tentang jurnalis atau Rappler, tetapi juga kalian semua. Kebebasan pers adalah dasar dari setiap hak yang kalian miliki sebagai warga negara Filipina,” ujarnya setelah keputusan dibuat.
Ressa menekankan pentingnya tetap waspada, terutama pada RUU antiterorisme yang baru saja diloloskan Kongres dan menunggu persetujuan dari Duterte. Apabila disahkan, RUU ini bisa menjadi alat represi bagi para pengkritik pemerintah. Mereka akan dibungkam suaranya, dan dicap teroris.
“Demokrasi Filipina sudah di ujung jurang,” katanya.
Rappler sudah lama menjadi musuh sang presiden, dan dituduh sebagai “situs berita palsu” karena terlalu vokal mengkritik pemerintah dan perang Duterte melawan narkoba yang telah membunuh ribuan orang. Namun, pengadilan menyatakan Rappler tidak bertanggung jawab dalam kasus ini.
Gugatan pencemaran nama baik pertama kali diajukan oleh pengusaha Wilfredo Keng. Pada 2012, Rappler melaporkan dugaan hubungan Keng dengan mantan kepala pengadilan Renato Corona. Artikel ini mengutip laporan intelijen tentang keterlibatannya dalam peredaran narkoba dan perdagangan manusia.
Resa dan Rappler menghadapi tujuh dakwaan lain, mulai dari penghindaran pajak hingga kepemilikan media asing. Namun, Rappler dan advokat pers yakin penangkapan mereka bermotivasi politik. Wartawan kepresidenan Rappler sudah dicekal, dan tidak boleh meliput tentang presiden. Duterte bahkan mendukung pembunuhan jurnalis yang “korup”.
Ressa bersumpah akan melawan semua tuduhan yang dilayangkan kepadanya.
“Jangan pernah takut. Gunakan hak-hak kalian,” kata Ressa. “Kita tidak boleh mengorbankan hak-hak ini. Kita harus berjuang melawannya.”
Artikel ini pertama kali tayang di VICE US