Peredaran Narkoba

Sebelas Polisi di Sumut Terpergok Jual Sabu Sitaan ke Bandar Narkoba

Skandal aparat jadi "reseller narkoba" terungkap di Sumatera sampai Papua. Humas Polri mengakui dari ratusan polisi yang telah dipecat, mayoritas terbelit kasus narkoba.
11 Polisi di Tanjungbalai Sumut Ditangkap Usai Jual Sabu Sitaan ke Bandar Narkoba
Foto hanya ilustrasi. Aparat kepolisian dan BNN memamerkan sabu hasil sitaan dari bandar yang ditangkap di Langsa, Aceh, pada 2018. Foto oleh Dasril Roszandi/NurPhoto via Getty Images

Ini dia model bisnis yang akan bikin Jeff Bezos terperanjat kagum. Di Sumatera Utara, sebanyak 11 polisi Kota Tanjungbalai sedang diproses hukum setelah ketahuan memanfaatkan jabatannya untuk nyemplung ke bisnis narkoba. Sabu-sabu yang mereka sita sebagai barang bukti kasus malah dijual kembali ke bandar, menciptakan sebuah perputaran ekonomi mahasempurna: bandar menjual sabu, polisi memergoki transaksi lalu menyita sabu, diakhiri polisi menjual sabu tangkapan kembali ke bandar. Nihil modal, keuntungan maksimal. Sekolah bisnis nol, polisi-polisi nakal satu.

Iklan

Kasus tersebut sudah dilimpahkan Polda Sumut ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjungbalai untuk mulai disidang. Kesebelas polisi itu juga sudah ditahan sementara di Lapas Kelas II B Tanjungbalai dengan jeratan UU 35/2009 tentang Narkotika.

Gimana mereka ketahuan, dimulainya ketika ada ditemukannya satu kapal kayu berisi 76 kilogram sabu terapung di Sungai Lunang, Kecamatan Kepayang, pada 19 Mei 2021. Namun, hanya 57 kilogram yang dilaporkan para polisi ini ke Kantor Polair Tanjungbalai. Sisanya, 19 kilogram, disimpan untuk side income. 

Rinciannya: 6 kilogram dijual ke bandar bernama Tele (masih DPO) seharga Rp250 juta, dibayarkan kepada Kanit Narkoba Polres Tanjungbalai Waryono. Lalu sebanyak 5 kilogram sudah dijual ke bandar bernama Boyot seharga Rp1 miliar. Sementara tiga bandar bernama Sawaluddin, Adi Iswanto, dan Iswanto Tanjung membeli masing-masing 1 kilogram seharga Rp550 juta.

Kasus ini jadi kasus kesekian aparat berdagang narkoba di Sumut. Baru saja pada April lalu, Seorang brigadir polisi berinisial WSS ditangkap Polda Sumut karena ketahuan berbisnis sabu setelah dua kurirnya, MPM dan P, tertangkap hendak menjual 1 kilogram sabu seharga Rp450 juta.

“Dari interogasi awal, keduanya mengaku sabu itu diperoleh dari Brigadir WSS. Kemudian pada Jumat [23/4[, petugas melakukan penangkapan terhadap Brigadir WSS dan melakukan penggeledahan tempat tinggalnya di Kecamatan Medan Johor. Namun, dari rumah tersangka tidak ditemukan barang bukti lainnya, dan hasil tes urinenya negatif,” ujar Kasubbid Penmas Polda Sumut MP Nainggolan, dilansir Merdeka

Lewat pencarian cepat, kasus aparat dagang narkoba bisa ditemukan terjadi di Kalimantan TimurDKI JakartaBali, sampai Papua. Jangankan polisi, pada 2019 lalu, ada pula pegawai Badan Narkotika Nasional (BNN) yang ketahuan berbisnis narkoba.

Kepala Divisi Humas Polri Argo Yuwono bilang, selama tiga tahun terakhir Polri udah memecat 297 anggota (2018), 515 anggota (2019), dan 113 anggota. Mayoritas pecatan itu karena kasus narkotika, meski ia tak merinci jumlah pastinya.

Kriminolog Universitas Islam Riau Kasmanto Rinaldi menilai, faktor ekonomi memang berperan besar dalam mendorong keterlibatan aparat terhadap bisnis ini. “Narcotic crime ini sangat berbeda dengan kejahatan konvensional seperti pembunuhan, perampokan, perkosaan, dan sebagainya. Sebab, dalam kejahatan ini, ada unsur keuntungan dan cost yang tinggi,” kata Kasmanto kepada Gatra. “Dengan memasukkan barang haram dalam jumlah yang kecil saja, ada keuntungan besar yang akan menanti. Apalagi, dalam jumlah besar, sudah barang tentu bisa dibayangkan keuntungan yang akan diperoleh.”