Pandemi Corona

BPOM Restui Vaksin Sinovac, Penyuntikan Perdana ke Presiden Jokowi Sesuai Jadwal

Izin darurat BPOM berbarengan dengan pengakuan halal dari MUI. Uji klinis tahap 3 menunjukkan vaksin Covid-19 Sinovac memiliki efikasi 65,3 persen, lebih rendah dari hasil tes serupa di Turki dan Brasil.
BPOM terbitkan izin darurat untuk vaksin Sinovac efikasi 65,3 persen
Vaksin Covid-19 buatan Sinovac sembari menunggu izin BPOM telah didistribusikan hingga Banda Aceh. Foto oleh Chaideer Mahyuddin/AFP

Izin penggunaan darurat (emergency use authorization/EUA) untuk vaksin CoronaVac buatan perusahaan Sinovac Life Sciences diumumkan lewat konferensi pers Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) hari ini (11/1). Izin ini diberikan usai hasil uji klinis fase 3 di Bandung menunjukkan vaksin tersebut punya nilai efikasi 65,3 persen, di atas batas minimal yang ditetapkan WHO sebesar 50 persen. Dengan keluarnya keputusan ini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan Presiden Jokowi akan divaksinasi pada Rabu (13/1), sesuai jadwal yang sempat diumumkan Kementerian Dalam Negeri.

Iklan

“Hasil evaluasi BPOM terhadap data, mencakup pengawasan bahan baku, proses pembuatan, hingga produk jadi vaksin sudah sesuai dengan mutu vaksin internasional. Maka, Senin, 11 Januari BPOM memberikan persetujuan emergency use authorization pada vaksin corona pertama kali pada vaksin Sinovac yang bekerja sama dengan Bio Farma,” ujar Kepala BPOM Penny K. Lukito.

Penny meminta masyarakat percaya pada independensi BPOM dalam pemberian izin CoronaVac. Sebab, kata Penny, BPOM telah memastikan mutu lewat inspeksi ke pabrik pembuatan vaksin di Beijing, Tiongkok, secara berkala. BPOM juga telah menghelat evaluasi uji klinis terhadap pakar independen, mempertimbangkan hasil uji di negara lain, serta BPOM sendiri secara rutin diaudit oleh WHO.

Selain karena angka efikasinya cukup, izin BPOM juga didasarkan pada rekomendasi Komite Nasional Penilai Obat, tim ahli imunologi dari Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), dan para epidemiolog, kemarin.

Meski efikasi di Indonesia memenuhi standar, angkanya jauh lebih rendah dari efikasi uji klinis fase 3 di Turki (91 persen) dan Brasil (78 persen). Perwakilan Komite Nasional Penilai Obat Jarir At Thobari menjelaskan, perbedaan ini muncul karena pengaruh subjek penelitian, perilaku masyarakat, dan seberapa besar proses transmisi virus. Menurut Jarir, Turki memperoleh persentase lebih tinggi karena relawan uji klinis adalah tenaga kesehatan (20 persen) dan orang berisiko tinggi (80 persen). Sementara di Brazil, vaksin tahap uji klinis hanya diberikan kepada nakes.

Iklan

“Di Bandung ini [uji klinis dilakukan pada] populasi umum. Artinya, ini justru membawa informasi yang cukup bagi Indonesia bahwa populasi umum perlindungannya segitu [65,3 persen]. Kita enggak punya banyak subjek yang high priority sehingga ini [efikasi terhadap nakes dan orang berisiko tinggi] enggak bisa kita lihat. Tapi, untuk nakes kita bisa berkaca dari Brasil dan Turki,” ucap Jarir.

Uji klinis fase tiga di Bandung diklaim sudah memenuhi kaidah penelitian internasional dari WHO sehingga menghasilkan data berkualitas dan valid. Ikatan Dokter Indonesia yang hadir di konferensi pers BPOM turut memberi apresiasi terhadap proses uji dan meyakinkan publik bahwa hasilnya bisa dipercaya.

Pada saat yang sama, Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Ni'am menyatakan vaksin Sinovac halal. “Berdasarkan kajian dan juga auditing LPPOM MUI serta perspektif keagamaan, disimpulkan bahwa vaksin Covid Sinovac Life Science ini suci dan halal. Alhamdulillah, fatwa sudah ditandatangani dalam fatwa MUI No. 2/2021 tentang Produk Vaksin Sinovac dan PT Bio Farma,” ujar Asrorun.

Menanggapi diizinkannya penggunaan darurat vaksin Sinovac, epidemiolog sekaligus peneliti Pandemi dari Griffith University, Dicky Budiman, menyebut tahapan kajian yang dilakukan BPOM sudah benar. Ini menjadi dasar yang memadai bahwa vaksin Sinovac aman, halal, dan memiliki efikasi cukup. 

Ia lalu mengingatkan ada tahapan lain yang tak boleh dilewatkan setelah UEA in terbit, Pertama, status emergency bersifat sementara sehingga pemerintah wajib memonitor ketat penggunaan vaksin di lapangan. Sistem pengawasan harus siap merespons dan mengantisipasi segala hal yang bisa terjadi.

Kedua, Sinovac punya tugas besar menjelaskan data hasil semua uji klinis fase ketiga selesai melalui analisis keseluruhan. “Tidak mungkin dan tidak akan ada vaksin yang memiliki efikasi berbeda-beda. Efikasi itu ya sama, mau di Tiongkok atau Indonesia. Ini masih beda-beda karena data masih multicenter [dari berbagai sumber]. Hasil analisa akhir fase tiga nantinya dilaporkan dan dimuat di jurnal, baru dilihat kesimpulannya,” kata Dicky kepada VICE.

Ketiga, upaya 5M dari masyarakat dan 3T dari pemerintah tidak bisa ditanggalkan meski sudah ada vaksin. “Penyampaian hasil EUA bukanlah satu hal yang mengakhiri pandemi. Masih panjang perjalanan kita, baik dari segi riset vaksin, efektivitas vaksin, ataupun target herd immunity. Ini [rilis EUA] adalah progress, tapi jangan lupa PR masih banyak,” tutup Dicky.